Blog Al Imam

  • Home
  • Kumpulan Makalah
  • 404
Home » Kumpulan Makalah » Makalah Pengantar Studi Hadis

Makalah Pengantar Studi Hadis







BAB  I
A.    Latar belakang
Hadist merupakan segalah perbuatan, ucpan dan perilaku Rasulullah SWT. Dalam ilmu hadist terbagi menjadi beberapa bagian, pembagian hadist berdaarkan kuantitas rawi, kualitas rawi dan klasifikasi berdasarkan kuantitas rawi.
Hadist yang dilihat dari kuantitas rawi terdiri atas hadist mutawatir, hadist masyur dan hadist ahad. Sedangkan, hadist menurut kualistas terbagi menjadi  hadist syahih, hadist do’if dan hadist mauduh.
Hadist yangbisadijadikan pedoman adalah hadist syahih  karena terdapat sanat, matan dan rawi yang jelas. Sedangkan hadist yang sanat, matan dan rowi tidak jelas dinamaka hadist do’if. Ada juga hadist palsu yaitu hadsit maudhlu.
B.     Rumuan masalah
Dari latar belakang diatas maka dihasilkan rumusalah sebagai berikut:
1.      Apa pengertian hadist Shahih?
2.      Apa syarat-syarat hadist shahih?
3.      Apa pengertian hadist dhaif?
C.    Tujuan
Makalah ini dibuat agar para mahasiswa dan mahasiswi
1.      Untuk Mengetahui apa pengertian hadist Shahih?
2.      Untuk Mengetahui apa syarat-syarat hadist shahih?
3.      Untuk Mengetahui apa pengertian hadist dhaif?


D.     

BABII
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Hadits Shahih
      Shahin menurut bahasa berarti sehat, yang selamat, yang benar, yang sah dan yang sempurna. Para ulama biasa menyebut kata shahih ini sebagai lawan dari kata saqim (sakit).Maka kata hadits shahih menurut bahasa, berarti hadits yang sah, hadits yang sehat atau hadits yang selamat.
      Ibn Hajar al Asqalani mendefinisikannnya dengan lebih ringkas yaitu:”Hadits yang diriwayatkan oleh orang yang adil, sempurna kedhabitannyam bersambung sanadnya, tidak ber’illat.”[1]
      Al Qasimi juga mengemukakan definisi yang cukup ringkas, yang hampir sama yang di kemukakan oleh al Asqalani. Menurutnya, hadits shahih adalah “hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan dan diterima dari perawi yang adil lagi dhabit, serta selamat atau terhindar dari kejanggalan-kejanggalan dan ‘illat.”[2]
      Definisi yang hampir sama juga dikemukakan oleh an Nawawi. Hanya saja ia menggunakan bentuk-bentuk jamak, seperti berikut ini:”Hadits yang bersambung sanadnya diriwayatkan oleh para perawi yang adil dhabit, tidak shudhud dan tidak ber’illat."[3]

B.     Syarat-Syarat Hadits Shahih
      Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hadits shahih mempunyai persyaratan, yaitu:
a.      Sanadnya bersambung
      Yang dimaksud ketersambungan sanad adalah bahwa setiap rawi hadits yang bersangkutan benar-benar menerimanya dari rawi yang berbeda di atasnya dan begitu selanjutnya sampai kepada pembicara yang pertama.
      Untuk mengetahui bersambung atau tidaknya suatu sanad, biasanya ulama hadits menempuh tata kerja penelitian berikut :
1.      Mencatat semua nama rawi dalam sanad yang diteliti.
2.      Mempelajari sejarah hidup masing-masing rawi.
3.      Meneliti kata-kata yang menghubungkan para rawi dan rawi yang terdekat dengan sanad.
      Sanad hadits dapat dinyatakan bersambung apabila seluruh rawi dalam sanad itu benar-benartsiqat (adil dan dhabit).
b.      Rawi yang ‘Adil (ar-ruwah)
      Menurut al-Razi keadilan adalah jiwa yang mendorong untuk bertindak taqwa, menjauhi dosa-dosa besar, menjauhi kebiasaan dosa-dosa kecil, dan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang mubah yang menodai muru’ah.
            Menurut seorang rawi, Ibn al-sam’ani keadilan harus memenuhi syarat:
1.      Selalu memelihara perbuatan taat dan menjauhi perbuatan maksiat.
2.      Menjauhi dosa-dosa kecil yang dapat menodai agama dan sopan santun.
3.      Tidak melakukan perkara-perkara mubah yang dapat menggugurkan iman dan mengakibatkan penyesalan.
4.      Tidak mengikuti pendapat salah satu mazhab yang bertentangan dengan dasar syara.
      Menurut Muhyi al-Din ‘Abd al-hamid, syarat keadilan rawi sebagai berikut:
1.      Islam, periwayatan orang kafir tidak diterima.
2.      Mukallaf, periwayan anak sebelum dewasa menurut pendapat yang lebih sahih tidak diterima.
3.      Selamat dari sebab-sebab yang menjadikan seorang fasik dan cacat pribadi.
c.      Rawi yang Dhabit (dhabth ar-ruwah)
      Dhabit adalah orang yang terpelihara, kuat ingatannya, ingatannya lebih banyak dari kesalahannya.
            Dhabit ada dua macam :
1.      Dhabit al-shadri yaitu seorang yang mempunyai daya hafal dan ingatan yang kuat, serta daya faham yang tinggi, sejak dari menerima sampai dengan menyampaikan kepada orang lain dan ingatannya itu sanggup di keluarkan kapan dan dimana saja dikehendakinya.
2.      Dhabit al-kitab yaitu seseorang yang dhobit atau ceramat memelihara catatan atau buku yang ia terima.
            Unsur-unsur dhabit adalah :
1.      Tidak pelupa.
2.      Hapal terhadap apa yang didiktekan kepada muridnya apabila ia memberikan hadits dengan hafalan, dan terjaga kitabnya dari kelemahan bila meriwayatkan hadits dengan kitabnya.
3.      Menguasai apaa yang diriwayatkan, memahami maksudnya dan mengetahui makna yang dapat mengalihkan maksud, bila ia meriwayatkan hadits menurut maknanya saja. Rawi yang adil dan dhabit disebut tsiqat.
d.     Tidak mengandung Syadz
            Syadz dalam bahasa berarti ganjil, tersaing atau menyalahi aturan. Maksud syadz disini adalah periwayat orang tsiqah (terpercaya yakni adail dan dhabith) bertentangan dengan periwayatan orang yang lebih tsiqah.
            Kejanggalan hadits terletak pada adanya perlawanan antara suatu hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang maqbul (yang dapat diterima periwayatannya) dengan hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang lebih kuat (rajih) daripadanya, disebabkan kelebihan jumlah sanad dalam kedhabitan atau adanya segi tarjih yang lain.
e.      Tidak ber’illat
     Dalam bahasa arti ‘illat adalah penyakit, sebab, alasan/udsur, sedang arti ‘illat disini adalah suatu sebab tersembunyi yang membuat cacat keabsahan suatu hadits padahal selamat dari cacat tersebut.
            Ulama haditts umumnya menyatakan ‘illat kebanyakan terjadi dan terbentuk :
1.      Sanad yang tampak multashil dan marfu’ ternyata mustatil dan mauquf.
2.      Sanad yang tampak multashil dan marfu’ ternyata setelah diselidiki muttashil dan mursal.
3.      Terjadi kesalahan dalam penyebutan rawi karena adanya rawi-rawi yang mempunyai kemiripan nama sedangkan kualitasnya berbeda dan tidak semua tsiqah.
      Catatan hadits ini dapat diketahui dengan cara kecerdasan seseorang intuisi (ilham), hafalan hadits yang banyak, mendapat pengetahuannya tentang berbagai kedhabitan para rawi, serta ahli dalam bidang sanad dan matan hadits.
C.    Hadits Dho’if
a.      Pengertian Hadits Dho’if
      Hadits Dho’if menurut bahasa adalah hadits yang lemah, yang sakit atau yang tidak kuat. Sedangkan pengertian hadits Dho’if menurut istilah adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits shahih atau hadits hasan, atau hadits yang tidak ada padanya sifat-sifat hadits shahih dan hadits hasan.[4] Hadits dho’if merupakan hadits mardud, yaitu hadits yang tidak diterima oleh para ulama hadits untuk di jadikan dasar hukum.
b.     Pembagian hadits dho’if
Hadits dho’if terbagi menjadi beberapa macam, yaitu:
1.      Dha’if disebabkan adanya kekurangan pada rawinya baik tentang keadilan maupun hafalannya, sebagai berikut :
a.       Hadits Maudlu, yaitu hadits yang di buat dan diciptakan oleh seseorang yang kemudian disandarkan kepada Rasulullah secara palsu dan dusta.[5]
b.      Hadits Matruk, yang berarti hadits yang ditinggalkan yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi saja dan perawi itu dituduh berdusta.
c.       Hadits Munkar, yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya/jujur.[6]
d.      Hadits Mu’allal, artinya hadits yang di nilai sakit atau cacat yaitu hadits yang didalamnya terdapat cacat yang tersembunyi. Mwnurut Ibnu Hajar al-Asqalani bahwa hadits Mu’allah ialah haditsyang nampaknya baik tetapi setelah diselidiki ada cacatnya. Hadits ini juga bisa disebut Ma’lul (yang dicacati) dan disebut hadits Mu’tal (hadits sakit atau cacat).
e.       Hadits Mudlthorib, artinya hadits yang kacau yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi dari beberapa sanad dengan matan(isi) kacau atau tidak sama dan kontradiksi dan tidak dapat di kompromikan.
f.       Hadits Maqlub,yakni hadits yang terbaik, yaitu hadits yang diriwayatkan perawi yang dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau sebaliknya baik berupa sanad (silsilah) maupun matan (isi).
g.      Hadits Muharraf, yaitu hadits yang terjadi perubahan huruf dan syakalnya.
h.      Hadits Mushahhaf, yaitu hadits yang sudah berubah titik kata.
i.        Hadits Mubham, yaitu hadits yang perawinya tidak diketahui identitasnya.
j.        Hadits Mudraj, yaitu hadits yang mengalami penambahan isi oleh perawinya.
k.      Hadits Syadz, hadits yang jarang yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi orang yang terpercaya yang bertentangan dengan dadits lain yang diriwayatkan dari perawi-perawi yang lain.
2.      Dha’if disebabkan sanadnya tidak bersambung
a.       Hadits Mu’alllaq,yaitu hadits yang digugurkan sanad pertama (guru mukhorrij)
b.    Hadits Mursal, yaitu hadits yang digugurkan sanad terakhir (sahabat) atau nama sahabat tidak disebut.
c.       Hadits Mu’dlal, yaitu hadits yang di gugurkan itu dua orang rawi atau lebih berturut-turut.
d.      Hadits Munqathi, yaitu hadits yang di gugurkan dua orang perawi atau lebih dan tidak berturut-turut.
e.       Hadits Mudallas, disebut juga hadits yang di sembunyikan cacatnya. Hadits Mudallas terbagi menjadi 2, yaitu:
Tadlis Isnad, yaitu seorang perawi menerima hadits dari orang yang semasa, tetapi tidak pernah bertemu langsung atau bertemu langsung tetapi tidak menyebutkan namanya.
a)      Tadlis Syuyukh, yaitu seorang perawi menyebut nama gurunya bukan dengan namanya yang dikenal khalayak umum, tetapi dengan nama yang kurang dikenal.
3.      Dha’if dari sudut sandaran matan-nya
a.       Hadits Mauquf, yaitu hadits yang matannya disandarkan kepada sahabat.
b.      Hadits Maqthu, yaitu hadits yang matannya disandarkan kepada tabi’in.
4.      Kehujjahan Hadits Dho’if
                        Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum          pengamalan hadits dho’if. Pertama, hadits dho’if tidak bisa di amalkan secara mutlak. Menurut madzhab imam Maliki, Syafi’i, Yahya bin Ma’in, Abdurrahman bin Mahdi, Bukhari, Muslim, Ibnu Abdil Bar, Ibnu Hazm dan para imam ahli hadits lainnya, mereka tidak membolehkan beramal dengan hadits dho’if secara mutlaq meskipun untuk fadhaa-ilul a’mal.
Kedua, Menurut Ibn Hajar al-Asqalani, hadits dho’if boleh diamalkan dengan beberapa persyaratan yang sangat ketat,[7]yaitu :
1.      Hadits tersebut khusus untuk fadha-ilul a’mal atau targhib dan tarhib, tidak boleh untuk kaidah atau atau tafsir Qur’an.
2.      Hadits tersebut tidak sangat dho’if apalagi hadits-hadits maudhu, munkar, dan hadits-hadits yang tidak jelas asalnya.
3.      Hadits tersebut tidak boleh di yakini sebagai sabda Nabi shalallahu’alaihi wasallam dan tidak boleh dimasyhurkan.
4.      Hadits tersebut harus mempunyai dasar yang umum dari hadits shahih.
5.      Wajib memberikan bayan (penjelasan) bahwa hadits tersebut dho’if saat menyampaikan atau membawakannya.
6.      Dalam membawakannya tidak boleh membawakan lafadz-lafadz jazm (yang menetapkan), seperti: ‘Nabi shalallahu’alaihi wasallam telah bersabda ‘atau’ mengerjakan sesuatu’ atau’ memerintahkan dan melarang’ dan lain-lain yang menunjukan ketepatan dan kepastian bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam benar-benar bersabda demikian.Tetapi wajid menggunakan lafadz tamridh (yaitu lafadz yang tidak menunjukan sebagai suatu ketetapan). Seperti: ‘telah diriwayatkan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam’ dan yang serupa dengannya.
Pendapat ketiga, berpendapat boleh mengamalkan hadits dho’if secara mutlak. Abu Daud dan Imam Ahmad berpendapat bahwa mengamalkan hadits dho’if lebih disukai dari pada berpedoman kepada akal atau qiyas.[8]
 
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Shahin menurut bahasa berarti sehat, yang selamat, yang benar, yang sah dan yang sempurna. Syarat-Syarat Hadits Shahih Sanadnya bersambung, Rawi yang ‘Adil (ar-ruwah), Rawi yang Dhabit (dhabth ar-ruwah), Tidak mengandung Syadz, Tidak ber’illat.
            Hadits Dho’if menurut bahasa adalah hadits yang lemah, yang sakit atau yang tidak kuat. Sedangkan pengertian hadits Dho’if menurut istilah adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits shahih


,


           



DAFTAR PUSTAKA
Al-Asqalani Ibnu Hajar. 1993. Syarh Nuhbah al-Fikr. Mekkah:al-Muktabat al-Tijariah     Musthafa Ahmad al-Baz.
Al-Qasimy Jamal al-Din. 1987. Qawa’id al-Tahdis Min Funun Mustalah al-   Hadits. Beirut: Dar Al-Nafatis.
An-Nawawi. 1993. At-Taqrib li An-NawawiFann Ushul al-Hadits. Kairo:Abd ar-rahman Muhammad.
Ibn Al-Sholah. 1993. Ulum al-Hadits Muqaddimah Ibn Al-Shahih. Mekkah:al-Muktabat al-Tijariah Musthafa Ahmad al-Baz.
Muhammad Abu Rayah. 2010. Adlwa’ ‘Ala Sunnah al-Muhammadiyah. Mesir:Dar al-Ma’arif.
Moh Zuhri, Hadis. 2003. Telaah Historis dan Meotdologis. Yogyakarta:Tiara Wacana.
Jamal al-Din Al-Qasimy. 2010. Qawa’id Al-Tahdis. Yogyakarta:Po Press.
M.’Ajjaj al-Khatib. 1979. Ushul al-Hadis, ‘Ulimuhu wa Musthalahuh, Beiruut:Dar al-Fikr.




[1] Ibnu Hajar al-asqalani, Syarh Nuhbah al-Fikr,(Mekkah:al-Muktabat al-Tijariah Musthafa Ahmad al-Baz,1993),51.
2  Jamal al-Din al-Qasimy,Qawa’id al-Tahdis Min Funun Mustalah al-Hadits,(Beirut: Dar Al-Nafatis, 1987),79.
3  An-Nawawi,At-Taqrib li An-NawawiFann Ushul al-Hadits,(Kairo:Abd ar-rahman Muhammad,1993),2.



[4] Ibn Al-Sholah, Ulum al-Hadits Muqaddimah Ibn Al-Shahih,(Mekkah:al-Muktabat al-Tijariah Musthafa Ahmad al-Baz,1993),62.
[5]  Muhammad Abu Rayah,Adlwa’ ‘Ala Sunnah al-Muhammadiyah, (Mesir:Dar al-Ma’arif,t.th),119.
[6] Moh Zuhri, Hadis, Telaah Historis dan Meotdologis, (Yogyakarta:Tiara Wacana,2003),98.
[7] Jamal al-Din Al-Qasimy,Qawa’id Al-Tahdis,(yogyakarta:STAIN Po Press,2010),119.
[8] M.’Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadis, ‘Ulimuhu wa Musthalahuh, (Beiruut:Dar al-Fikr,1979),351.
Makalah Pengantar Studi Hadis , Pada: 03:04



Share to

Facebook Google+ Twitter

Related with Makalah Pengantar Studi Hadis :

Tags: #Kumpulan Makalah Posted by Anonymous at 03:04

0 comments :

Post a Comment

« Next Prev »
  • Beranda

Labels

  • KUMPULAN LAPORAN PPL
  • Kumpulan Makalah
  • kumpulan proposal
  • Kumpulan Proposal Skripsi
Copyright © 2016 Blog Al Imam All Rights Reserved | Sonic SEO Template