Blog Al Imam

  • Home
  • Kumpulan Makalah
  • 404
Home » Kumpulan Makalah » Sejarah Perkembangan Ushul Fiqih

Sejarah Perkembangan Ushul Fiqih





KATA PENGANTAR


            Segala puji bagi Allah SWT, mudah-mudahan senantiasa mencurahkan rahmat dan hidaya-Nya untuk kita semua. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada baginda Rasulullah SAW beserta segenap keluarga dan para sahabatnya, Amin
            Makalah ini kami buat menurut padangan saya yang telah mempelajari tentang sejarah perkembangan Ushul Fiqih. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membatu kami.
            Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun kami.
            Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua. Amin












DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR                                                                                 i
DAFTAR ISI                                                                                                 ii
BAB    I           PENDAHULUAN                                                                iii
A.    Latar Belakang                                                                        iii
B.     Rumusan Masalah                                                                   iv
C.     Tujuan Penulisan                                                                     iv
BAB    II         PEMBAHASAN                                                                   1
A.    Pengertian Fiqih                                                                      1
B.     Sejarah Perkembangan Fiqih                                                   1
C.     Periodesasi Fiqih Pada Masa Rasulullah                                 2
D.    Periodesasi Fiqih Pada Masa Sahabat                                     4
E.     Periodesasi Fiqih Pada Masa Tabi’in                                      5
F.      Sejarah Perkembangan Ushul Fiqih                                        6
G.    Tahap Perkembangan Ushul Fiqih                                          9
BAB    III        PENUTUP                                                                             10
A.    Kesimpulan                                                                             10
DAFTAR PUSTAKA                                                                                  11








BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sebagaimana ilmu keagamaan lain dalam Islam, ilmu ushul fiqih tumbuh dan berkembang dengan tetap berpijak pada Al-Quran dan Sunnah, ushul fiqih tidak timbul dengan sendirinya, tetapi benih-benihnya sudah ada sejak zaman Rasulullah dan sahabat. Masalah utama yang menjadi bagian ushul fiqih, seperti ijtihad, qiyas, nasakh, dan takhsis sudah ada pada zaman Rasulullah sahabat. Dan di masa Rasulullah saw, umat Islam tidak memerlukan kaidah-kaidah tertentu dalam memahami hukum-hukum syar’i, semua permasalahan dapat langsung merujuk kepada Rasulullah saw lewat penjelasan beliau mengenai Al-Qur’an, atau melalui sunnah beliau saw.
Pada masa tabi’in cara mengistinbath hukum semakin berkembang. Di antara mereka ada yang menempuh metode masalah atau metode qiyas di samping berpegang pula pada fatwa sahabat sebelumnya. Pada masa tabi’in inilah mulai tampak perbedaan-perbedaan mengenai hukum sebagai konskuensi logis dari perbedaan metode yang digunakan oleh para ulama ketika itu.( Abu Zahro : 12 ).
Corak perbedaan pemahaman lebih jelas lagi pada masa sesudah tabi’in atau pada masa Al- Aimmat Al- Mujtahidin. Sejalan dengan itu, kaidah-kaidah istinbath yang digunakan juga semakin jelas bentuknya bentuknya. Abu Hanifah misalnya menempuh metode qiyas dan istihsan. Sementara Imam Malik berpegang pada amalan mereka lebih dapat dipercaya dari pada hadis ahad (Abu Zahro: 12).
Apa yang dikemukakan diatas menunjukkan bahwa sejak zaman Rasulullah saw. sahabat, tabi’in dan sesudahnya, pemikiran hukum Islam mengalami perkembangan. Namun demikian, corak atau metode pemikiran belum terbukukan dalam tulisan yang sistematis. Dengan kata lain, belum terbentuk sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri.




B.     Rumusan Masalah
Sehubungan latar belakang masalah telah kami uraikan di atas, maka ada beberapa masalah yang akan kami rumuskan. Adapun permasalahan tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Pengertian Fiqih ?
2.      Bagaimana Sejarah Perkembangan Fiqih ?
3.      Bagaimana Periodesasi Fiqih Pada Masa Rasulullah ?
4.      Bagaimana Periodesasi Fiqih Pada Masa Sahabat?
5.      Bagaimana Periodesasi Fiqih Pada Masa Tabi’in ?
6.      Bagaimana perkembanagan Ushul Fiqih ?
7.      Bagaiman tahapan perkembangan Ushul Fiqih ?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Agar mengetahui pengertan Fiqih.
2.      Agar Mengetahui periodesasi Fiqih pada masa Rasulullah
3.      Agar periodesasi Fiqih pada masa sahabat
4.      Agar mengetahui periodesasi Fiqih pada masa Tabi’in
5.      Agar mengetahui perkembangan Ushul Fiqih.
6.      Agar mengetahui tahapan Ushul Fiqih.

D.    Metode Penulisan
Metode penulisan yang saya gunakan adalah metode pustaka yang di ambil dari berbagai sumber referensi yaitu internet dan buku.


 

BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah Perkembangan Ushul Fiqih
A.    Pengertian Fiqih
Dilihat dari sudut bahasa, fiqih berasal dari kata faqaha yang berarti “memahami” dan “mengerti”. Sedangkan menurut istilah syar’I, ilmu fiqih dimaksudkan sebagai ilmu yang berbicara tentang hukum-hukum syar’i amali (praktis) yang penetapannya diupayakan melalui pemahaman yang mendalam terhadap dalil-dalil yang terperinci.
Secara definitif, fiqih berarti ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliah yang digali dan ditemukan dari dalil-dalil yang tafsili. Dalam definisi ini fiqih diibaratkan dengan ilmu karena fiqih itu tidak sama dengan ilmu seperti disebutkan diatas, fiqih itu bersifat dzanni. Fiqih adalah apa yang dapat dicapai oleh mujtahid dengan dzannya, sedangkan ilmu tidak bersifat dzanni seperti fiqih. Namun karena dzanni ini kuat, maka ia mendekati kepada ilmu. Karenanya ilmu definisi ini ilmu digunakan juga untuk fiqih.
B.     Sejarah Perkembangan Fiqih ( TARIKH TASYRI’)
Tarikh tasyri’ atau sejarah fiqih islam, pada hakekatnya, tumbuh dan berkembang dimasa Nabi sendiri, karena Nabi lah yang mempunyai wewenang untuk mentasyri’kan hukum, dan berakhir dengan wafatnya Nabi. Dan yang dimaksud masa kenabian yaitu masa dimana hidup Nabi Muhammad saw, dan para sahabat yang bermula dari diturunkannya wahyu sampai berakhit dengan wafatnya Nabi pada tahun 11H. Era ini merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan fiqih islam. Suatu masa turunnya syariat islam dalam pengertian yang sebenarnya.
Turunnya syariat dalam proses munculnya hukum-hukum syariyah hanya terjadi pada era kenabian ini Sebab syariat itu turun dari Allah dan itu berakhir degan turunnya wahyu setelah nabiwafat. Nabi sendiri tidak punya kekuasaan untuk membuat hukum-hukum syar’iyah karena tugas seorang rosul hanya menyampaikan hukum-hukum syar’iyah itu kepada umatnya.
Dari sini kita dapat memahami bahwa kerja para Fuqoha’ dan mujtahidin bukan membuat hukum tapi mencari dan menyimpulkannya dari sumber-sumber hukum yang benar. Sumber-sumber hukumi slam yang menjadi rujukan para mujtahidin dalam mencari hukum-hukum syariyah adalah wahyu, baik dari al-Quran maupun as-Sunnah.
Sedangkan yang dimaksud dengan sejarah perkembangan fiqih islam (tasyri’) adalah ilmu yang membahas tentang keadaan fiqih islam pada masa Rasulullah dan masa-masa sesudahnya, untuk menentukan masa-masa terjadinya terjadinya hukum itu dan segala yang merupakan hukum, baik berupa naskh, takhshis dan lain-lain, serta tentang keadaan fuqoha’ dan mujtahidin beserta hasil karya mereka terhadap hukum-hukum itu.
C.    Periodesasi Fiqih Pada Masa Rasulullah
Fase ini bermula saat Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW membawa wahyu berupa Al-quran ketika baginda sedang berada dalam Gua Hira pada hari jumat 17 Ramadhan tahun ketiga belas sebelum hijrah bertepatan dengan tahun 610 M. wahyu terus turun pada baginda Rasulullah di Makah selama 13 tahun dan terus berlangsung ketika beliau berada di Madinah.
Terkadang wahyu turun kepada Nabi dalam bentuk Al-Quran yang merupakan kalam Allah dengan makna dan lafalnya, dan terkadang dengan wahyu yang hanya berupa makna sementara lafalnya dari Nabiatau yang kemudian termanifestasi dalam bentuk hadits. Dengan dua pusaka inilah perundang-undangan islam ditetapkan danditentukan.Atas dasar ini, fiqh pada masa ini mengalami dua periodesasi.
1.      Periode Mekah
Periode ini terhitung sejak diangkatnya baginda Rasulullah sebagai Rasul samapai beliau hijrah ke Madinah. Periode ini berlangsung selama 13 tahun.
Perundang-undangan hukum Islam atau Fiqh pada periode ini lebih terfokuskan pada upaya mempersiapkan masyarakat agar dapat menerima hukum-hukum agama, membersihkan aqidah dari meyembah berhala kepada menyembah Allah.
Oleh sebab itu, wahyu pada periode ini turun untuk memberikan petunjuk dan arahan kepada manusia  atas dua perkara utama:
a)       Mengokohkan aqidah yang benar dalam jiwa atas dasar iman kepada Allah, dan bukan untuk yang lain, beriman kepada malaikat, kitab-kitab, Rasul,takdir Allah dan hari akhir.
b)       Membentuk akhlak manusia agar memiliki sifat yang mulia dan menjauhkan dari sifat yang tercela.
2.      Periode Madinah
Periode  ini berlangsung sejak hijrah Rasulullah dari mekkah hingga beliau wafat. Periode ini berjalan selama 10 tahun.Pada periode ini fiqh lebih menitikberatkan pada aspek hukum-hukum praktikal dan dakwah islamiyah pada fase ini membahas tentang akidah dan akhlak. Oleh sebab itu perlu adanya perundang-undangan yang mengatur tentang kondisi masyarakat dari tiap aspek, satu persatu ia turun sebagai jawaban terhadap semua permasalahan, kesempatan, dan perkembangan.
Dalam masa inilah umat islam berkembang dengan pesatnya dan pengikutnya terus menerus bertambah. Sehingga timbullah keperluasan untuk mengadakan syari’at dan peraturan-peraturan, karena  masyarakat membutuhkannya untuk mengatur perhubungan antara anggota masyarakat satu dengan lainnya,  baik dalam masa damai ataupun dalam masa perang.
Pada periode Madinah inilah turun ayat-ayat menerangkan hukum-hukum syar’iyah dari semua persoalan yang dihadapi manusia, baik ibadat seperti salat, zakat, puasa, haji, dan muamalat seperti aturan jual-beli, masalah kekeluargaan, kriminalitas hingga persoalan-persoalan ketata negaraan. Dengan kata lain, periodeMadinah dapat pula disebut periode revolusi social dan politik. Rekontruksisosial ini ditandai dengan penataan pranata-pranata kehidupan masyarakat Madinah yang layak dan dilanjutkan dengan praktek-praktek pemerintahan yang dilakukan oleh Nabi saw, sehinngga menampilkan islam sebagai suatu kekuatan politik.
Karena itulah surat-surat Madaniyah, seperti surat-surat Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisa’, Al-Maidah, Al-Anfal, At-Taubah, An-Nur, Al-Ahzab, banyak mengandung ayat-ayat hukum disamping megandung ayat-ayat aqidah, akhlak, sejarah, dll.
Dalam proses perkembangan periode Madinah ini ada tiga aspek syaria’at yang perlu dijelaskan. Pertama metode Nabis.a.w, kedua kerangka hukum syari’at. Ketiga turunnya syari’at secara bertahap (periodik). Adapun aspek pertama yaitu metode Nabis.a.w dalam menerangkan hukum, Nabi sendiri tidak banyak menerangkan apakah perbuatannya itu wajib atau sunnah, sebagaimana syarat dan rukunnya dan  lain sebagainya. MisalnyaketikaNabisalatdanparasahabatmelihatsertamenirukannyatanpamenanyakansyaratdanrukunnya.
Kedua, kerangka hukum syariat. Ada hukum yang disyari’atkan untuk suatu persoalan yang dihadapi oleh masyarakat, seperti bolehkah menggauli istri yang sedang udzur (haid). Ada juga hukum yang disyariatkan tanpa didahului oleh pertanyaan dari sahabat atau tidak ada kaitannya dengan persoalan yang mereka hadapi, seperti masalah ibadah dan hal-hal yang berkaitan dengan muamalat.
Ketiga, turunnya syari’at secara bertahap (periodik). Dalam tahap periodic ini syari’at terbagi dalam dua hal, yaitu tahpan dalam menetapkan kesatuan hukum islam, seperti salat disyari’atkan pada malam isra’ mi’roj (satu tahun sebelum hijrah), adzan pada tahun pertama hijrah dan seterusnya.  Yang kedua, tahapan itu tidak sedikit terjadi pada satu perbuatan.Misalnya, salat awalnya diwajibkan dua rakaat saja, kemudian setelah hijrah keMadinah empat rakaat, sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa A’isyah berkata : ”Salat diwajibkan dua rakaat, kemudian Nabi hijrah maka menjadi empat rakaat”.
D.    Periodesasi Fiqih Pada Masa Sahabat (KHULFAUR RASYIDIN)
Dengan wafatnya Rasulullah saw, maka berarti wahyu yang diturunkan pun ikut berhenti. Kedudukan beliau diganti oleh khulafaur Rasydin. Adapun tugas dari seorang khalifah adalah menjaga kesatuan umat dan pertahanan negara.
Masa mulai dari periode khulafaur Rasyidin dan sahabat-sahabat yang senior , hingga lahirnya Imam Madzhab yaitu dari tahun 11-132 H. Ini meliputi periode khulafaur Rasyidin (11-40 H = 632-661 M).
Pada masa ini daerah kekuasaan Islam semakin luas, meliputi beberapa daerah di luar semenanjung Arabia, seperti Mesir, Syria, Iran (Persia) dan Iraq. Dan bersamaan dengan itu pula, agama Islam berkembang dengan pesat mengikuti perkembangan daerah tersebut.
Di periode sahabat ini, kaum muslimin telah memiliki rujukan hukum syari’at yang sempurna berupa Al-qur’an dan Hadits Rasul. Kemudian dilengkapi dengan ijma’ dan qiyas, diperkaya dengan adat istiadat dan peraturan-peraturan berbagai daerah yang bernaung dibawah naungan Islam. Dapat kita tegaskan bahwa di zaman khulafaur Rasyidin lengkaplah dalil-dalil tasyri Islami (dasar-dasar fiqih Islam) yang empat, yaitu: Al-Kitab, As Sunnah, Al-Qiyas atau ijtihad, atau ra’yu dan Ijma’ yang bersandar pada Al-Kitab, atau As-Sunnah, atau Qiyas(Djafar, 1992).
Sahabat-sahabat besar dalam periode ini menafsirkan nash-nash hukum dari Al Qur’an maupun dari Al Hadits, yang kemudian menjadi pegangan untuk menafsirkan dan menjelaskan nash-nash itu. Selain itu para sahabat besar memberi pula fatwa-fatwa dalam berbagai masalah besar memberi pula fatwa-fatwa dalam berbagai masalah terhadap kejadian-kejadian yang tidak ada nashnya yang jelas mengenai hal itu, yang kemudian menjadi dasar ijtihad(Asshiddieqi, 1999).
E.     Periodesasi Fiqih Pada Masa Tabi’in
Pada masa tabi’in, tabi’-tabi’in dan para imam mujtahid, di sekitar abad II dan III Hijriyah wilayah kekuasaan Islam telah menjadi semakin luas, sampai ke daerah-daerah yang dihuni oleh orang-orang yang bukan bangsa Arab atau tidak berbahasa Arab dan beragam pula situasi dan kondisinya serta adat istiadatnya. Banyak diantara para ulama yang bertebaran di daerah-daerah tersebut dan tidak sedikit penduduk daerah-daerah itu yang memeluk agama Islam. Dengan semakin tersebarnya agama Islam di kalangan penduduk dari berbagai daerah tersebut, menjadikan semakin banyak persoalan-persoalan hukum yang timbul. Yang tidak didapati ketetapan hukumnya dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Untuk itu para ulama yang tinggal di berbagai daerah itu berijtihad mencari ketetapan hukumnya.Periode ini disebut juga periode pembinaan dan pembukuan hukum islam. Pada masa ini fiqih Islam mengalami kemajuan yang sangat pesat sekali. Penulisan dan pembukuan hukum Islam dilakukan dengan intensif, baik berupa penulisan hadits-hadits nabi, fatwa-fatwa para sahabat dan tabi’in, tafsir al-Qur’an, kumpulan pendapat imam-imam fiqih, dan penyususnan ushul fiqih.
1.      Metode tabi’in dalam mengenal hukum
Pada periode ini ialah, “Menerima hukum yang dikumpulkan oleh seseorang mujtahid dan memandang pendapat mereka seolah-olah nash syara’ sendiri.” Jadi taqlid itu menerima saja pendapat seseorang mujtahid sebagai nash hukum syara’. Dalam periode taqlid ini, kegiatan para ulama’ Islam banyak mempertahankan ide dan mazhabnya masing-masing.
Sebelumnya perlu ditegaskan bahwa setiap mazhab fiqh mempunyai ushul fiqh. Hanya saja, metode penulisan mereka berbeda. Metode penulisan ushul fiqh yang ada yaitu;
a)      Metode mutakallimin                      
Metode penulisan ushul fiqh ini memakai pendekatan logika (mantiqy), teoretik (furudl nadzariyyah) dalam merumuskan kaidah, tanpa mengaitkannya dengan furu’. Tujuan mereka adalah mendapatkan kaidah yang memiliki justifikasi kuat. Kaidah ushul yang dihasilkan metode ini memiliki kecenderungan mengatur furu’ (hakimah), lebih kuat dalam tahqiq al masail dan tamhish al khilafat. Metode ini jauh dari ta’asshub, karena memberikan istidlal aqly  yang sangat besar dalam perumusan. Hal ini bisa dilihat pada Imam al Haramain yang kadang berseberangan dengan ulma lain. Dianut antara lain oleh; Syafi’iyyah, Malikiyyah, Hanabilah dan Syiah.
b)      Metode Fuqaha’
Tidak diperdebatkan bahwa Abu Hanifah memiliki kaidah ushul yang beliau gunakan dalam istinbath. Hal ini terlihat dari manhaj beliau; mengambil ijma’ shahabat, jika terjadi perbedaan memilih salah satu dan tidak keluar dari pendapat yang ada, beliau tidak menilai pendapat tabiin sebagai hujjah. Namun, karena tidak meninggalkan kaidah tersebut dalam bentuk tertulis, pengikut beliau mengumpulkan masail/furu’ fiqhiyyah, mengelompokkan furu’ yang memiliki keserupaan dan menyimpulkan kaidah ushul darinya. Metode ini dianut mazhab Hanafiyyah. Sering pula dipahami sebagai takhrij al ushul min al furu’. Metode ini adalah kebalikan dari metode mutakallimin.

F.     Sejarah Perkembangan Ushul Fiqih
Secara teoritis, ilmu fiqih lebih dahulu lahir dari ilmu fiqih, karena ushul fiqih sebagai alat untuk melahirkan fiqih. Akan tetapi, fakta sejarah menunjukan, ushul fiqih bersamaan lahirnya dengan fiqih. Sedangkan dari segi penyusunan, ilmu fiqih lebih dahulu lahir dari pada ilmu ushul fiqih. Berikut ini dijelaskan sejarah dan perkembangan ushul fiqih yang dibagi dalam beberapa periode.

1.      Periode Sahabat
Fiqih mulai dirumuskan pada periode sahabat, yaitu setelah wafatnya Rasulullah. Sebab pada masa hidupnya. Semua persoalan hukum yang timbul diserahkan kepada beliau. Meskipun satu atau dua kasus hukum yang timbul terkadang disiasati para sahabat beliau dengan ijtihad, tetapi hasil akhir dari ijtihad tersebut, dari segi tepat atau tidaknya ijtihad tersebut, dari segi tepat atau tidaknya ijtihad mereka itu, kembali kepada Rasulullah.
Pada periode sahabat, dalam melakukan ijtihad untuk melahirkan hukum, pada hakikatnya para sahabat menggunakan ushul fiqih sebagai alat untuk berijtihad. Hanya saja, ushul fiqih yang mereka gunakan baru dalam bentuknya yang paling awal, dan belum banyak terungkap dalam rumusan-rumusan sebagaimana yang kita kenal sekarang.
Contoh cikal bakal ushul fiqih yang terdapat pada masa Rasulullah dan masa sahabat, antara lain, berkaitan dengan ketentuan urutan penggunannya sumber dan dalil hukum, sebagai bagian dari ushul fiqih, misalnya dapat terlihat dari informasi tentang  dialog antara Rasulullah dan Mu’az bin Jabal, ketika Rasulullah mengutus Mu’az ke Yaman.
Langkah-langkah yang ditempuh para sahabat apabila menghadapi persoalan hukum ialah, menelusuri ayat-ayat Al-quran yang berbicara tentang masalah tersebut. Apabilah tidak di temukan hukumanya dalam Al-quran, maka mereka mencarinya di dalam sunnah. Apabila di dalam sunnah pun tidak ditemukan, barulah mereka berijtihad. Tidak jarang ijtihad yang mereka lakukan adalah dengan cara musyawarah di antara mereka(ijtihad damai) hasil kesepakatan ijtihad  melalui musyawarah ini kemudian dikenal dengan istilah ijma’ ash-shahabi(kesepakatan sahabat). Akan tetapi, sebagaimana pola musyawarah, acapkali juga ijtihad memecahkan persoalan-persoalan hukum itu mereka lakukan secara sendiri-sendiri(ijtihad fardi). Hasil ijtihad ini kemudian dikenal dengan istilah ijtihad ash-shahabi(ijtihad sahabat) atau fatwa ash-shahabi(fatwa sahabat) atau qaul ash-shahabi(pendapat sahabat).
2.      Periode Tabi’in
Sejalan dengan berlalunya masa sahabat, timbulnya masa tabi’in. Pada masa ini, sejalan dengan perluasan wilayah-wilayah islam, dimana pemeluk islam semakin heterogen bukan saja dari segi kebudayaan dan adat istiadat lokal, tetapi juga dari segi bahasa, peradaban, ilmu pengetahuan, teknologi dan perekonomian, banyak yang bermuculan kasus-kasus hukum baru, yang sebagiannya belum di kenal sama sekali pada masa Rasulullah dan masa sahabat.
Dalam melakukan ijtihad, sebagaiman generasi sahabat, para ahli hukum generasi tabi’in juga menempuh langkah-langkah yang sama dengan yang dilakukan para pendahulu mereka. Terhadap sumber rujukan yang baru itu, mereka memilih kebebasan memilih metode yang mereka anggap paling sesuai. Oleh karena itu, sebagai ulama tabi’in ada yang yang menggunakan metode qiyas, dengan cara berusaha menemukan ‘illah hukum suatu nashsh dn kemudian menerapkan pada kasus-kasusnya hukum yang tidak ada nashsh-nya tetapi memiliki Allah yang sama. Sementara sebagian ulama lainya lebih cenderung memilih metode mashlahah, dengan cara melihat dari segi kesesuaian tujuan hukum dengan kemaslahatan yang terdapat dalam prinsip-prinsip syra’.
3.      Periode Imam Mazhab
Setelah berlalunya periode tabi’in, maka perkembangan ushul fiqih disusul oleh periode Imam Mazhab. Mengingat ada perbedaan sejarah yang signifikat, maka sejarah perkembangan ilmu ushul fiqih periode Imam Mazhab ini lebih jauh dapat dirinci menjadi tiga bagian, yaitu : masa sebelumnya dan ketika tampilnya imam asy-syafi’i, serta masa sesudah imam asy-syafi’i.
a)      Masa Sebelum Imam Asy-Syafi’i
Masa sebelum Imam Asy-syafi’i ditandai dengan munculnya Imam Abu Hanifa bin Nu’man (w.150 h), pendiri Mazhab Hanafi. Ia tingal dan berkembang di Irak. Dibanding masa tabi’in, metode ijtihad Imam Abu Hanifah sudah semakin jelas polanya. Ia sangat dikenal banyak menggunakan qiyas dan isthisan.
Langkah-langkah ijtihadnya ialah, secara berurutan, merujuk pada Al-quran, sunnah, fatwa sahabat yang berbeda-beda dalam satu kasus hukum.
Apabila Imam Abu Hanafiyah banyak menggunakan qiyas dan istisan dalam berijtihad, maka sebaliknya Imam Maliki banyak menggunakan mashlahah muralah, belakangan metode mashlahah Imam Maliki ini berkembang sangat jauh, sehingga salah seorang ulama yang bernama Najmuddin Ath-Thufi(657-719) dituduh sesat oleh sebagai ulama lainya, karena dipandang telah mengembangkan metode ini dengan cara yang sangat liberal.

b)     Masa Imam Asy-Syafi’i
Masa kedua dari periode imam mazhab adalah ketika tampilnya Imam Muhamad Idris Asy-Asyafi’i (150-204). Berbeda dengan masa sbelumnya duman metode ushul fiqih belum tersusun dalam suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri dan belum dibukukan, maka masa ini ditandai dengan lahirnya karya imam asy-syafi’I yang bernama ar-risalah
Sebagaimana layaknya proses lahir dan perkembangan suatu disiplin ilmu, Asy-Syafi’i mewarisi pengetahuan yang mendalam sebagai hasil proses panjang perkembangan ilmu dari perkembangan ilmu dari para pendahulunya.

c)      Masa Sesudah Imam Asy-Syafi’i
Setelah berlalunya masa Imam Asy-syafi’i, perkembangan ilmu ushul fiqih semakin menunjukan tingkat kesempurnannya. Pada masa ini ( masih dalam abad ketiga) lahir beberapa karya dalam bidang ushul fiqih, antara lain, an-nasikh wa al-mansukh, karya Ahmad bin Hanbal(164-214), pendiri Mazhab Hanbali, dan ibthalal-qiyas, karya Dawud Azh-Zhahiri(200-270H), pendiri Mazhab Azh-Zhahiri. Kitab terakhir ini merupakan antitensis terhadap pemikiran Imam Asy-Syafi’i yang sangat mengunggulkan qiyas dalam ber ijitahad.

G.    TAHAP PERKEMBANGAN USHUL FIQIH
Secara garis besarnya, ushul fiqih dapat di bagi dalam tiga tahapan yaitu:
1.      Tahap Awal (abad 3H)
Pada abad 3 H di bawah pemerintahan Abassiyah wilayah Islam semakin meluas kebagian timur.khalifah-khalifah yang berkuasa dalam abad ini adalah : Al-Ma’mun(w.218H), Al-Mu’tashim(w.227H), Al Wasiq(w.232H), dan Al-Mutawakil(w.247H) pada masa mereka inilah terjadi suatu kebangkitan ilmiah dikalangan Islam yang dimulai dari kekhalifahan Arrasyid. salah satu hasil dari kebangkitan berfikir dan semangat keilmuan Islam ketika itu adalah berkembangnya bidang fiqih yang pada giliranya mendorong untuk disusunya metode berfikir fiqih yang disebut ushul fiqih.
Seperti telah dikemukakan, kitab ushul fiqih yang pertama-tama tersusun secara utuh dan terpisah dari kitab-kitab fiqih ialah Ar-Risalah karangan As-Syafi’i. kitab ini dinilai oleh para ulama sebagai kitab yang bernilai tinggi. Ar-Razi berkata “kedudukan As-Syafi’i dalam ushul fiqih setingkat dengan kedudukan Aristo dalam ilmu Manthiq dan kedudukan Al-Khalil Ibnu Ahmad dalam ilmu Ar-rud”.
Ulama sebelum As-Syafi’i berbicara tentang masalah-masalah ushul fiqih dan menjadikanya pegangan, tetapi mereka belum memperoleh kaidah-kaidah umum yang menjadi rujukan dalam mengetahui dalil-dalil syari’at dan cara memegangi dan cara mentarjih kanya: maka datanglah Al-Syafi’i menyusun ilmu ushul fiqih yang merupakan kaidah-kaidah umum yang dijadikan rujukan-rujukan untuk mengetahui tingkatan-tingkatan dalil syar’i, kalaupun ada orang yang menyusun kitab ilmu ushul fiqih sesudah As-Syafi’i, mereka tetap bergantung pada Asy-Syafi’i karena Asy-Syafi’ilah yang membuka jalan untuk pertama kalinya.

Selain kitab Ar-Risalah pada abad 3 H telah tersusun pula sejumlah kitab ushu fiqih lainya. Isa Ibnu Iban(w.221H\835 M) menulis kitab Itsbat Al-Qiyas. Khabar Al-Wahid, ijtihad ar-ra’yu. Ibrahim Ibnu Syiar Al-Nazham (w.221H\835M) menulis kitab An-Nakl dan sebagainya.
Namun perlu diketahui pada umumnya kitab ushul-fiqh yang ada pada abad 3 H ini tidak mencerminkan pemikiran-pemikiran ushul fiqih yang utuh dan mencakup segala aspeknya kecuali kitab Ar-Risalah itu sendiri. Kitab Ar-Risalahlah yang mencakup permasalahan-permasalahan ushuliyah yang menjadi pusat perhatian Para Fuqoha pada zaman itu.
Disamping itu, pemikiran ushuliyah yang telah ada, kebanyakan termuat dalam kitab-kitab fiqih, dan inilah salah satu penyebab pengikut ulama-ulama tertentu mengklaim bahwa Imam Madzhabnya sebagai perintis pertama ilmu ushul fiqh tersebut. Golongan Malikiyah misalnya mengklaim imam madzhabnya sebagai perintis pertama ushul fiqh dikarenakan Imam Malik telah menyinggung sebagian kaidah-kaidah ushuliyyah dalam kitabnya Al Muwatha. Ketika ia ditanya tentang kemungkinan adanya dua hadits shoheh yang berlawanan yang datang dari Rasulluloh pada saat yang sama, Malik menolaknya dengan tegas, karena ia berperinsip bahwa kebenaran itu hanya terdapat dalam satu hadits saja.


2.      Tahap perkembangan (abad 4 H)
Pada masa ini abad(4H) merupakan abad permulaan kelemahan Dinasty abasiyah dalam bidang politik. Dinasty Abasiyah terpecah menjadi daulah-daulah kecil yang masing-masing dipimpin oleh seorang sultan. Namun demikian tidak berpengaruh terhadap perkembangan semangat keilmuan dikalangan para ulama ketika itu karena masing-masing penguasa daulah itu berusaha memajukan negrinya dengan memperbanyak kaum intelektual.
Khusus dibidang pemikiran fiqih Islam pada masa ini mempunyai karakteristik tersendiri dalam kerangka sejarah tasyri’ Islam. Pemikiran liberal Islam berdasarkan ijtihad muthlaq berhenti pada abad ini. mereka mengangagap para ulama terdahulu mereka suci dari kesalahan sehingga seorang faqih tidak mau lagi mengeluarkan pemikiran yang khas, terkecuali dalam hal-hal kecil saja, akibatnya aliran-aliran fiqih semakin mantap exsitensinya, apa lagi disertai fanatisme dikalangan penganutnya. Hal ini ditandai dengan adanya kewajiban menganut madzhab tertentu dan larangan melakukan berpindahan madzhab sewaktu-waktu.
Namun demikian, keterkaitan pada imam-imam terdahulu tidak dikatakan taqlid, karena masing-masing pengikut madzhab yang ada tetap mengadakan kegiatan ilmiah guna menyempurnakan apa yang dirintis oleh para pendahulunya.dengan melakukan usaha antara lain:
1)      Memperjelas ilat-ilat hukum yang di istinbathkan oleh para imam mereka mereka disebut ulama takhrij
2)      Mentarjihkan pendapat-pendapat yang berbeda dalam madzhab baik dalam segi riwayat dan dirayah.
3)      Setiap golongan mentarjihkanya dalam berbagai masalah khilafiyah. Mereka menyusu kitab al-khilaf
Akan tetapi tidak bisa di ingkari bahwa pintu ijtihad pada periode ini telah tertutup, akibatnya dalam perkembangan fiqih Islam adalah sebagai berikut:
1)      Kegiatan para ulama terbatas terbatas dalam menyampaikan apa yang telah ada, mereka cenderung hanya mensyarahkan kitab-kitab terdahulu atau memahami dan meringkasnya.
2)      Menghimpun masalah-masalah furu yang sekian banyaknya dalam uaraian yang singkat
3)      Memperbanyak pengandaian-pengandaian dalam beberapa masalah permasalahan.
Keadaan tersebut sangat, jauh berbeda di bidang ushul fiqih. Terhentinya ijtihad dalam fiqih dan adanya usaha-usaha untuk meneliti pendapat-pendapat para ulama terdahulu dan mentarjihkanya. Justru memainkan peranan yang sangat besar dalam bidang ushul fiqih.
Sebagai tanda berembangnya ilmu ushul fiqh dalam abad 4 H ini ditandai dengan munculnya kitab-kitab ushul fiqih yang merupakan hasil karaya ulama-ulama fiqih diantara kitab yan terekenal adalah:
1)      Kitab Ushul Al-Kharkhi, ditulis oleh Abu Al-Hasan Ubaidillah Ibnu Al-Husain Ibnu Dilal Dalaham Al-Kharkhi,(w.340H.)
2)      Kitab Al –Fushul Fi-Fushul Fi-Ushul, ditulis oleh Ahmad Ibnu Ali Abu Baker Ar-Razim yang juga terkenal dengan Al-Jasshah (305H.)
3)      Kitab Bayan Kasf Al-Ahfazh, ditulis oleh abu Muhammad Badr Ad-Din Mahmud Ibnu Ziyad Al-Lamisy Al-Hanafi.
Ada beberapa hal yang menjadi ciri khas dalam perkembangan ushul fiqh pada abad 4 H yaitu munculnya kitab-kitab ushul fiqih yang membahas ushul fiqih secara utuh dan tidak sebagian-sebagian seperti yang terjadi pada masa-masa sebelumnya. Kalaupun ada yang membahas hanya kitab-kitab tertentu, hal itu semata-mata untuk menolak atau memperkuat pandangan tertentu dalam masalah itu.
Selain itu Materi berpikir dan penulisan dalam kitab-kitab yang ada sebelumnya dan menunjukan bentuk yang lebih sempurna, sebagaimana dalam kitab fushul-fi al-ushul karya abu baker ar-razi hal ini merupakan corak tersendiri corak tersendiri dalam perkembangan ilmu ushul fiqih pada awal abad 4 H., juga tampak pula pada abad ini pengaruh pemikiranyang bercorak filsafat, khususnya metode berfikir menurut ilmu manthiq dalam ilmu ushul fiqih.
3.      Tahap Penyempurnaan ( 5-6 H )
kelemahan politik di Baghdad, yang ditandai dengan lahirnya beberapa daulah kecil, membawa arti bagi perkembanangan peradaban dunia Islam. Peradaban Islam tak lagi berpusat di Baghdad, tetapi juga di kota-kota seperti Cairo, Bukhara, Ghaznah, dan Markusy. Hal itu disebabkan adanya perhatian besar dari para sultan, raja-raja penguasa daulah-daulah kecil itu terhadap perkembangan ilmu dan peradaban.
Hingga berdampak pada kemajuan dibidang ilmu ushul fiqih yang menyebabkan sebagian ulama memberikan perhatian khusus untuk mndalaminya, antara lain Al-Baqilani, Al-Qhandi, abd. Al-jabar, abd. Wahab Al-Baghdadi, Abu Zayd Ad Dabusy, Abu Husain Al Bashri, Imam Al-Haramain, Abd. Malik Al-Juwani, Abu Humaid Al Ghazali dan lain-lain. Mereka adalah pelopor keilmuan Islam di zaman itu. Para pengkaji ilmu keislaman di kemudian hari mengikuti metode dan jejak mereka, untuk mewujudkan aktivitas ilmu ushul fiqih yang tidak ada bandinganya dalam penulisan dan pengkajian keislaman , itulah sebabnya pada zaman itu, generasi Islam pada kemudian hari senantiasa menunjukan minatnya pada produk-produk ushul fiqih dan menjadikanya sebagi sumber pemikiran.
Dalam sejarah pekembangan ilmu ushul fiqih pada abad 5 H dan 6 H ini merupakan periode penulisan ushul fiqih terpesat yang diantaranya terdapat kitab-kitab yang mnjadi kitab standar dalam pengkajian ilmu ushul fiqih slanjutnya.
Kitab-kitab ushul fiqih yang ditulis pada zaman ini, disamping mencerminkan adanya kitab ushul fiqih bagi masing-masing madzhabnya, juga menunjukan adanya aliran ushul fiqih, yakni aliran hanafiah yang dikenal dengan alira fuqoha, dan aliran Mutakalimin.








BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat disimpulkan :
  1. Apa yang dikemukakan diatas menunjukkan bahwa sejak zaman Rasulullah saw., sahabat, tabi’in dan sesudahnya, pemikiran hukum Islam mengalami perkembangan. Namun demikian, corak atau metode pemikiran belum terbukukan dalam tulisan yang sistematis. Dengan kata lain, belum terbentuk sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri
  2. Karena timbulnya berbagai persoalan yang belum diketahui hukumnya. Untuk itu, para ulama Islam sangat membutuhkan kaidah-kaidah hukum yang sudah dibukukan untuk dijadikan rujukan dalam menggali dan menetapkan hukum maka disusunlah kitab ushul fiqih .
  3. Bahwa kegiatan ulama dalam penulisan ushul fiqih merupakan salah satu upaya dalam menjaga keasrian hukum syara. Dan menjabarkanya kehidupan sosial yang berubah-ubah itu, kegiatan tersebut dimuali pada abad ketiga hijriyah. ushul fiqih terus berkembang menuju kesempurnaanya hingga abad kelima dan awal abad 6H abad tersbut merupakan abad keemasan penulisan ilmu ushul fiqh Karena banyak ulama yang memusatkan perhatianya pada bidang ushul fiqih dan juga muncul kitab-kitab fiqih yang menjadi standar dan rujukan untuk ushul fiqih selanjutnya.
4.      Turunnya sya’riat dalam arti proses munculnya hukum-hukum syar’iyah hanya terjadi di masa kenabian. Masa kenabian adalah suatu masa dimana Nabi Muhammad SAW masih hidup dan para sahabat yang bermula dari turunnya wahyu sampai wafatnya Nabi Muhammad SAW. Masa ini merupakan masa pertumbuhan dan pembentukan fiqih, suatu masa turunnya syari’at islam dalam pengertian yang sebenarnya.
5.      Dalam masa kenabian ini kita dapat mengetahui pembagian periode tasyri’ pada periode makkah dan periode madinah yang keduanya saling melengkapi. Serta mengetahui sumber-sumber yang digunakan pada waktu itu. Pada masa kenabianpun Nabi Muhammad SAW tidak melarang adanya ijtihad untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dijelaskan dalam Al Qur’an dan Sunnah.
6.       Setelah itu berlangsunglah perkembangan munculnya fiqh sesuai kejadian dan ijtihad  sahabat, mujtahidin dimasa tersebut. Demikianlah makalah yang bisa kami susun, kritik dan saran kami harapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Syafe’i, Rachmat, ilmu Ushul fiqih. Bandung : cv pustaka ceria, 2010
Dahlan,Abd. Rahman, Ushul Fiqih, Jakarta : Amazah, 2010
zulhusainihero.wordpress.com/2012/10/17/makalah-ushul-fiqh-sejarah-perkembangan-fiqh.
Sejarah Perkembangan Ushul Fiqih , Pada: 07:43



Share to

Facebook Google+ Twitter

Related with Sejarah Perkembangan Ushul Fiqih :

Tags: #Kumpulan Makalah Posted by Anonymous at 07:43

0 comments :

Post a Comment

« Next Prev »
  • Beranda

Labels

  • KUMPULAN LAPORAN PPL
  • Kumpulan Makalah
  • kumpulan proposal
  • Kumpulan Proposal Skripsi
Copyright © 2016 Blog Al Imam All Rights Reserved | Sonic SEO Template