BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah SWT telah menjadikan manusia selain sebagai
makluk individu juga telah menjadikan manusia sebagai makhluk sosial artinya
manusia itu butuh akan orang lain, hal ini tentunya agar mereka bisa saling
tolong menolong, tukar menukar keperluan dalam segala macam urusan kepentingan
hidup masing-masing. Jadi disini tampak jelas sekali bahwa manusia itu seakan
tidak bisa lepas dari orang lain dalam menjalankan segala macam aktivitasnya,
baik aktivitas pribadi maupun aktivitas yang ditujukan untuk kemashlahatan umum
salah satu bentuk yang menyatakan bahwa manusia butuh orang lain adalah melalui
jalan interaksi muamalah.
Dalam kehidupan kira kira sering merasa berkewajiban untuk
memberikan sesuatu yang menjadi hak orang lain, salah satu hak orang lain
tersebut adalah mengembalikan barang yang hilang kepada orang yang memilikinya,
dalam makalah ini penulis mencoba untuk menguraikan sedikit tentang barang
temuan dan sesuatu yang berhubungan dengannya.
B. Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah yang akan penulis utarakan dalam pembahasan di dalam tugas ini
adalah sebagai berikut :
1. Apakah
Pengertian tentang Luqathah ?
2. Bagaimana
hukum tentang Luqathah ?
3. Apakah
syarat serta rukun tentang Luqathah ?
4. Bagaimana
mengenalkan barang temuan ?
5.
Bagaimana permasalahan dalam Luqathah ?
C. Tujuan Penulis
Adapun tujuan penulis dari penyusunan makalah
ini adalah ;
1. Sebagai salah satu syarat guna untuk memenuhi
tugas mandiri mata kuliah Ushul Fiqih
2.
Menambah
pengetahuan dan wawasan tentang Luqathah.
3.
Mendiskripsikan
mengenai barang temuan.
BAB II
KAJIAN TEORI
Al
Luqathah (اللُقَطَةُ ) – dengan
mendhammahkan huruf lam dan memfathahkan huruf qaf – adalah harta (selain
hewan) yang hilang dari pemiliknya. Agama ini juga datang dengan pemuliaan dan
perhatian terhadap harta seorang muslim, di antaranya adalah dengan adanya
aturan seputar barang temuan. Jika ada harta yang hilang dari pemiliknya, maka
jenis harta tersebut tidak lepas dari tiga keadaan :
Keadaan pertama :
Harta
yang tidak terlalu diperhatikan di tengah-tengah manusia, seperti cambuk, roti,
buah, dan tongkat. Barang-barang tersebut boleh dimiliki dan dimanfaatkan oleh
orang yang menemukannya tanpa perlu mengumumkannya. Hal ini berdasarkan hadits
Jabir radhiallahu ‘anhu, beliau berkata :
رخص لنا رسول الله صلى الله عليه وسلم في العصا
والسوط والحبل وأشباهه يلتقطه الرجل ينتفع به
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memberi keringanan kepada kami pada tongkat, cambuk, tali, dan yang semisalnya
yang ditemukan oleh seseorang, (yakni) dia boleh mengambil manfaat darinya.”
(Hadits riwayat Abu Dawud).
Keadaan kedua :
Sesuatu
yang bisa menjaga diri dari binatang buas yang kecil, baik itu karena ukuran
tubuhnya yang besar, misalnya unta, kuda, sapi, dan bighal (hewan hasil
percampuran antara kuda dan keledai). Atau karena hewan itu bisa terbang,
misalnya berbagai jenis burung. Atau karena cepat larinya, misalnya kijang.
Atau karena hewan itu bisa membela dirinya dengan taringnya, misalnya berbagai
jenis macan; maka barang temuan dengan jenis seperti ini haram untuk diambil,
walaupun dengan tujuan untuk diumumkan. Hal ini berdasarkan sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya tentang unta temuan :
مالك ولها
؟! معها سقاؤها وحذاؤها، ترد الماء، وتأكل الشجر، حتى يجدها ربها
“Apa urusanmu dengan unta itu? Dia memiliki
simpanan air dan memiliki sepatu. Dia juga bisa mendatangi air dan memakan
tanaman sampai ditemukan oleh pemiliknya.” (Muttafaqun ‘alaih dari Zaid bin
Khalid Al Juhani).
Umar bin Al Khaththab radhiallahu ‘anhu berkata
:
من أخذ
الضالة؛ فهو ضال
“Barangsiapa yang mengambil hewan temuan, maka
dia adalah ‘dhal’ .”
Makna
lafadz ‘dhal’ ( ضال ) di sini adalah مخطئ (orang yang melakukan kesalahan). Dalam
hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menghukumi bahwa unta
temuan tidak boleh diambil, bahkan hendaknya dibiarkan untuk mendatangi air dan
memakan tanaman sampai ditemukan oleh pemiliknya. Digolongkan ke dalam
hewan-hewan dengan jenis di atas; perkakas- perkakas yang besar seperti periuk
besar, kayu, besi, juga sesuatu yang bisa menjaga diri sendiri dan
hampir-hampir tidak akan hilang serta berpindah dari tempatnya. Barang-barang
seperti itu haram untuk diambil, sama seperti hewan-hewan temuan di atas.
Bahkan barang-barang tersebut lebih layak untuk tidak diambil daripada
hewan-hewan tadi.
Keadaan ketiga :
Harta
yang hilang itu adalah dari jenis harta yang ma’ruf seperti uang, barang-
barang kebutuhan, dan sesuatu yang tidak aman dari binatang buas yang kecil,
misalnya kambing, anak unta dan anak sapi. Maka barang temuan jenis ini, jika
orang yang menemukannya merasa dirinya bisa amanah terhadap barang tersebut,
dia boleh mengambilnya.
. Landasan Hukum
1. Al Qur’an
………dan barang siapa menghidupkannya, maka seolah-olah telah menghidupkan
seluruh manusia. (QS. Al Maidah, 32)
2. as Sunnah
Ada beberapa hadist yang menerangkan mengenai barang temuan antara lain
hadist yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Zaid ibn Khalid al Juhai
“Dari Zaid ibn Khalid al Juhani ra.
Sesungguhnya Nabi Saw ditanya perihal barang temuan ; emas dan perak ? Nabi
menjawab, ketahuilah olehmu talinya (ikatannya), bungkusnya kemudian umumkan
selama setahun, jika dalam masa itu
tidak ada yang mengakuinya,bolehlah barang tenuan itu anda belanjakan,sebagai
amanat ditanganmu, jika kemudian pemiliknya datang memintanya, serahkanlah
(danti barangnya/ harganya) ………. (HR. Bukhori dan Muslim).
Dalam hadits lain disebutkan juga barang yang di
temukan itu harus diketahui talinya, ukurannya dan bilanganya.
Barang temuan berupa seluruh
harta selain dua jenis yang telah disebutkan di atas, misalnya uang dan bejana.
Wajib bagi orang yang mengambilnya untuk menjaga barang tersebut sebagai amanah
di tangannya, dan juga mengumumkannya di tempat-tempat berkumpulnya banyak
orang. Tidak boleh bagi seseorang untuk mengambil barang temuan dengan berbagai
jenisnya, kecuali jika dia merasa bisa amanah terhadap barang itu dan mampu
untuk mengumumkan barang temuan yang memang butuh untuk diumumkan. Hal ini
berdasarkan hadits dari Zaid bin Khalid Al Juhani radhiallahu ‘anhu, beliau
berkata :
سئل
النبي صلى الله عليه وسلم عن لقطة الذهب والورق؟ فقال: “اعرف وكاءها وعفاصها، ثم
عرفها سنة، فإن لم تعرف؛ فاستنفقها، ولتكن وديعة عندك، فإن جاء طالبها يوما من
الدهر؛ فادفعها إليه” ، وسأله عن الشاة ؟، فقال: “فإنما هي لك أو لأخيك أو للذئب”
، وسئل عن ضالة الإبل ؟، فقال: “ما لك ولها ؟!، معها سقاؤها
وحذاؤها، ترد الماء، وتأكل الشجر، حتى يجدها ربها
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya
tentang barang temuan berupa emas atau perak. Maka beliau bersabda, “Ingatlah
tali pengikat dan wadahnya, kemudian umumkan selama setahun. Jika barang
tersebut tidak ada yang mengakuinya, maka gunakanlah. Hendaknya barang temuan
itu dianggap sebagai barang yang dititipkan padamu. Jika pada suatu hari orang
yang memintanya datang, maka hendaknya engkau berikan kepadanya.”
Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian ditanya tentang (barang temuan berupa)
kambing. Beliau bersabda, “Ambillah kambing tersebut karena itu bisa menjadi
milikmu, atau milik saudaramu, atau (boleh jadi) milik serigala.”
Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu ditanya tentang (barang temuan berupa) unta.
Beliau menjawab, “Apa urusanmu dengan unta itu? Dia memiliki simpanan air dan
memiliki sepatu. Dia juga bisa mendatangi air dan memakan tanaman sampai
ditemukan oleh pemiliknya.” ” (Muttafaqun ‘alaih).
Makna perkataan beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam :
اعرف
وكاءها وعفاصها
“Ingatlah ‘wika’ (الوكاء)dan ‘ifash’ ((العفاص
nya.”
Al wika
(الوكاء) adalah sesuatu yang dipakai untuk
mengikat kantung yang di dalamnya terdapat harta. Sedangkan makna al ‘ifash ((العفاص adalah kantung yang di dalamnya terdapat
harta.
Dan makna perkataan beliau shallallahu ‘alaihi
wa sallam :
ثم عرفها
سنة
“…kemudian umumkan selama setahun.”
Maksudnya,
umumkan kepada orang-orang di tempat mereka berkumpul, seperti pasar,
pintu-pintu masjid, tempat- tempat pertemuan dan pesta. Makna lafadz سنة (selama setahun) maksudnya : selama
setahun penuh. Pada pekan pertama sejak ditemukannya, diumumkan setiap hari.
Sebab, pemiliknya lebih mungkin datang pada pekan tersebut. Setelah itu,
diumumkan sesuai kebiasaan orang-orang dalam mengumumkan barang temuan. Hadits
di atas menunjukkan wajibnya mengumumkan barang temuan.
Pada perkataan beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam :
اعرف
وكاءها وعفاصها
“Ingatlah tali pengikat dan wadahnya…”
Terdapat
dalil yang menunjukkan bahwa orang yang menemukan barang tersebut wajib
mengenal ciri-cirinya. Sehingga bila pemiliknya datang dan menjelaskan
ciri-ciri yang sesuai dengan barang tersebut, dia bisa menyerahkan barang
tersebut kepadanya. Bila ciri-ciri yang dia jelaskan berbeda dengan kenyataan,
barang tersebut tidak boleh diserahkan kepadanya. Pada perkataan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam :
فإن لم
تعرف؛ فاستنفقها
“Jika barang tersebut tidak ada yang
mengakuinya, maka gunakanlah.”
Terdapat
dalil yang menunjukkan bahwa orang yang menemukan barang tersebut boleh
memilikinya setelah satu tahun diumumkan. Tetapi dia tidak boleh menggunakannya
sebelum mengenal ciri-cirinya. Maksudnya, sebelum dia hafal ciri-ciri wadah
barang tersebut, tali pengikatnya, jumlah, dan jenis barang yang ada dalam
wadah tersebut. Jika pemiliknya datang setelah satu tahun dan menjelaskan
ciri-ciri yang sesuai dengan barang tersebut, maka dia serahkan barang tersebut
kepadanya. Hal ini berdasarkan perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
فإن جاء
طالبها يوما من الدهر؛ فادفعها إليه
“Jika pada suatu hari orang yang memintanya
datang, maka hendaknya engkau berikan kepadanya.”
Tidak
boleh bagi seseorang untuk mengambil barang temuan dengan berbagai jenisnya,
kecuali jika dia merasa bisa amanah terhadap barang itu dan mampu untuk
mengumumkan barang temuan yang memang butuh untuk diumumkan. Hal ini
berdasarkan hadits dari Zaid bin Khalid Al Juhani radhiallahu ‘anhu, beliau
berkata :
سئل النبي صلى الله عليه وسلم عن لقطة الذهب
والورق؟ فقال: “اعرف وكاءها وعفاصها، ثم عرفها سنة، فإن لم تعرف؛ فاستنفقها، ولتكن
وديعة عندك، فإن جاء طالبها يوما من الدهر؛ فادفعها إليه” ، وسأله عن الشاة ؟،
فقال: “فإنما هي لك أو لأخيك أو للذئب” ، وسئل عن ضالة الإبل ؟، فقال: “ما لك ولها
؟!، معها سقاؤها وحذاؤها، ترد الماء، وتأكل الشجر، حتى يجدها ربها
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
ditanya tentang barang temuan berupa emas atau perak. Maka beliau bersabda,
“Ingatlah tali pengikat dan wadahnya, kemudian umumkan selama setahun. Jika
barang tersebut tidak ada yang mengakuinya, maka gunakanlah. Hendaknya barang
temuan itu dianggap sebagai barang yang dititipkan padamu. Jika pada suatu hari
orang yang memintanya datang, maka hendaknya engkau berikan kepadanya.”
BAB III
PEMBAHASAN
Dari
beberapa landasan teori di atas yang di ambil dari dua sumber yaitu Al-quran
dan al-Hadis, maka Penulis akan menjelaskan beberapa poin yang dikembangkan
dari teori di atas mengenai Luqathah. Beberapa gambaran bahwa Luqathah
merupakan suatu barang temuan yang belum tahu siapa pemiliknya yang kemudian
kita sebagai orang yang menemukannya harus mengumumkannya. Dengan demikian,
penulis akan menjelaskan dalam pembahasan ini bersumber dari kajian teori
diatas.
A. Pengertian Luqathah
Luqathah (Barang Temuan) adalah barang-barang yang didapat (ditemukan) dari
tempat yang tidak di ketahui pemiliknya. Umumnya berlaku untuk barang-barang
yang bukan hewan, adapun penemuan hewan biasa disebut dengan al Dhallah (sesat)[1][1].
Dalam Al Qur’an Allah telah berfirman dalam Q.S Al Maidah : yang
artinya
………dan barang siapa menghidupkannya, maka
seolah-olah telah menghidupkan seluruh manusia. (QS. Al Maidah, 32)
Dan juga dalam as Sunnah
Ada beberapa hadist yang menerangkan mengenai barang temuan antara lain
hadist yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Zaid ibn Khalid al Juhai
“Dari
Zaid ibn Khalid al Juhani ra. Sesungguhnya Nabi Saw ditanya perihal barang
temuan ; emas dan perak ? Nabi menjawab, ketahuilah olehmu talinya (ikatannya),
bungkusnya kemudian umumkan selama setahun,
jika dalam masa itu tidak ada yang mengakuinya,bolehlah barang tenuan
itu anda belanjakan,sebagai amanat ditanganmu, jika kemudian pemiliknya datang
memintanya, serahkanlah (danti barangnya/ harganya) ………. (HR. Bukhori dan
Muslim)[2][2]
B. Hukum Luqathah
Ada beberapa hukum yang berkaitan dengan barang temuan,antara lain sebagaimana
yang telah disampaikan oleh Sulaiman Rasjid dalam bukunya Fiqh Islam, yaitu :[3][3]
1. Wajib ; Apabila dalam
dugaan kita barang yang kita temukan apabila kita tidak mengambilnya maka
barangtersebut akan jatuh kepada orang yang “Salah”.
2. Sunnah ; Apabila orang
yang mengambil batang tersebut percaya kepada dirinya bahwa dirinya sanggup
untuk mengerjakan segala sesuatu yang berkaitan dengan pemeliharaan
barangtersebut sebagaimana mestinya.
3. Haram ; Apabila Orang
yang mengambilnya tidak percaya terhadap dirinya dan dirinya juga menyadari
bahwa dirinya mempunyai ketamakan
terhadap harta.
C. Syarat dan Rukun Luqathah
Adapun rukun luqathah meliputi :[4][4]
1. Yang mengambil, harus
adil, sekiranya yang mengambil orang yang tidak adil, hakim berhak mencabut
barang itu dari orang tersebut, dan memberikannya kepada orang yang adil dan
ahli. Begitu juga kalau yang mengambilnya anak kecil, hendaknya diurus oleh
walinya.
2. Barang yang di dapat,
sesuatu yang di dapat ada 4 macam :
a. Barang yang dapat
disimpan lama, (seperti emas dan perak), hendaknya disimpan di tempat yamng
layak dengan keadaaan barang itu, kemudian diberitahukan kepada umum di
tempat-tempat yang ramai dalam masa satu tahun. Juga hendaklah di kenal
beberapa sifat, barang di dapatnya itu, umpamanya tempat, tutup, ikat,
timbangan, atau bilangannya. Sewaktu memberitahukannya hendaklah diterangkan
sebagian dari sifat-sifat itu jangan semuanya, agar tidak terambil oleh
orang-orang yang tidak berhak
b. Barang yang tidak tahan
lama untuk disimpan, seperti makanan, barang yang serupa ini yang mengambil
boleh memilih antara mempergunakan barang itu, asal dia sanggip menggantinya
apabila bertemu dengan yang punya barang, atau ia jual, uangnya hendaknya dia
simpan agar kelak dapat dibrikannya kepada yang punya.
c. Barang yang dapat tahan
lama dengan usaha, seperti susu, dapat disimpan lama apabila dibuat keju. Yang
mengambil hendaklah memperhatikan yang lebih berfaedah bagi yang empunya
(dijual atau dibuat keju)
d. Sesuatu yang berhajat
pada nafkah, yaitu binatang atau manusia, anak kecil umpamanya. Tentang
binatang ada dua macam, pertama : binatang yang kuat, berarti dapat menjaga
dirinya sendiri terhadap binatang yang buas, seperti unta, kerbau, kuda,
binatang yang seperti ini lebih baik dibiarkan saja , tidak usah diambil .kedua
: binatang yang lemah, tidak kuat menjaga dirinya terhadap bahaya binatang yang
buas. Binatang seperti ini hendaklah diambil, karena ditakutkan terancam bahaya
dan dapat diterkam binatang buas[5][5], sesudah diambil ia
harus melakukan salah satu dari tiga cara:
1). Disembelih terus dimakan, dengan syarat ia sanggup
membayar harganya apabila bertemu dengan yang empunya.
2). Dengan suka
rela memberi makan pada hewan tersebut.
3). Menjualnya
kemudian menyimpan harganya. jika ternyata si pemilik datang kepadanya, maka
sipenemu harus memberikan sejumlah uang yang diperoleh dari penjualan hewan
tersebut.[6][6]
D. Mengenalkan Barang
Temuan
Wajib hukumnya bagi orang yang menemukan barang temuan
untuk mengamati tanda-tanda yang melekat pada barang temuan tersebut yang
meliputi; wadahnya, bungkus, talinya, jenisnya, bilangannya dan timbangannya[7][7] serta iapun berkewajiban memelihara barang tersebut layaknya barangnya
sendiri.
Dalam hal ini tidak ada bedanya untuk barang yang
remeh atau barang yang penting, barang tersebut berada padanya sebagai barang
titipan ia tidak berkewajiban menjamin jika terjadi kecalakaan, kecuali dengan
disengaja, kemudian setelah itu ia berkewajiaban mengumumkannnya kepada
masyarakan dengan berbagai cara, di pasar, di masjid dan di tempat-tempat yang
lain yang diduga kuat pemiliknya ada di situ, jika pemiliknya datang dan
menyebutkan tanda-tanda dan ciri-ciri barang tersebut dengan sempurna maka si
penemu boleh untuk mengembalikan barang tersebut, jika tidak datang maka penemu
berkewajiban memperkenalkannya selama setahun, setelah setahun tidak ada yang
mengakui barang tersebut, maka si penemu boleh memiliki dan memanfaatkan barang
tersebut.
E.
Permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan luqathah
Dalam hal ini, banyak
sekali permasalahan dalam luqathah baik kecil maupun besar. Karena suatu barang yang entah masih belum
jelas pemiliknya maka sulit untuk ditentukannya kecuali mengikuti hukum yang
telah ditentukan. Dengan demikian, penulis akan mengklasifikasikan berbagai
permasalahan dalam luqathah.
1. Menemukan anak yang terlantar dijalanan
Jika kita menemukan atau menjumpai anak ditengah
jalan, dalam keadaan apapun baik memang sengaja ditelantarkan oleh orang tuanya
atau tampak seperti orang yang hilang –dengan sendirinya- maka memungutnya,
mendidiknya serta mengasuhnya adalah fardlu kifayah, hal ini sebagaimana
disampaikan oleh Imam Abu Suja’ dalam kitabnya Matn al Ghayah Wa al Taqrib
“Bila ditemukan seorang anak yang hilang ditengah jalan, maka memungut,
mendidik dan mengasuhnya adalah wahib kifayah, dan tidak dibiarkan tetap
(tinggal) kecuali ditangan orang yang bisa dipercaya. Bila terdapat harta padanya, maka hakim memberi
belanja padanya dari harta tersebut. Dan bila todak terdapat padanya harta,
maka belanjanya diambil dari baitul mal.”[8][8]
2. Menemukan barang-barang yang sepele atau
yang terlihat sengaja dibuang
Mengenai barang yang yang sepele; seperti makanan atau
uang seratus rupiah, maka barang yang ia temukan tersebut tidak wajib untuk
diperkenalkan selama setahun, tetapi hanya perlu diperkenalkan dalam waktu dan
tempo dimana diduga kuat pemiliknya tidak lagi menuntutnya. Dan setelah itu penemu boleh memanfaatkan barang
tersebut jika ternyata tidak ada yang mengakuinya.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagaimana yang telah dipaparkan dalam pembahasan di
atas maka dapat disimpulkan bahwa barang temuan atau yang biasa disebut
luqathah adalah segala macam benda yang didapatkan dari tempat yang tidak
diketahui pemiliknya.
Adapun hukum asalnya adalah sunah, dan hal ini bisa
beribah sesuai dengan kondisi dari si penemu, jika si penemu ingin menguasai
barang yang ia temukan maka ia berkewajiban mengumumkan barang tersebut selama
setahun jika barang yang ia temukan adalah barang yang berharga, sedangkan
untuk barang yang sepele maka cukup diberitahu sekiranya sampai si pemilik
tidak lagi mengungkitnya. Namun sebelum itu, penemu barang harus dapat
mengumumkan atau mengkabarkan kepada masyarakat mengenai barang temuan itu.
B. Saran Penulis
Dari beberapa pemaparan di atas, maka penulis menyarankan kepada pembaca
untuk mengetahui bagaimana hukum barang temuan atau luqathah itu. Juga
menyarankan setelah mengetahuinya maka aplikasikan ketika kita berlaku sebagai
penemu barang untuk menyiarkan barang yang kita temukan
DAFTAR PUSTAKA
Abu Suja’, Imam, Matn
al Ghayah Wa al Taqrib, Toko Buku Hidayah, Surabaya, NY
Mashud, Ibnu, Fiqh
Mazhab Syafi’i, PT. Pustaka Setia, Bandung, 2000
Rasjid, Sulaiman, Fiqh
Islam, PT. Sinar Baru, Bandung 1987
Sabiq, Sayyid, Fiqih
Sunnah 13, Pent. : Kamaluddin A. Marzuki, PT. Al Ma’arif, Bandung, 1987
Toha, Sulaiman, Terjemahan
Hadits Shahih Muslim, Pustaka al Husna, Jakarta 1991
Sjamsudin, Anas Tohir, Himpunan Hukum Islam,
Al Ikhlas, Surabaya,1982
[1] Lihat Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 13, Pent. : Kamaluddin A. Marzuki
(Bandung :PT. Al Ma’arif, 1987),Cet. I, hal. 85
[2] Sulaiman Toha, Terjemahan Hadits
Shahih Muslim, (Jakarta : Pustaka al Husna, 1991), Cet. III, hal.33
[3] Hanya berlaku di daerah selain Tanah Suci, ditanah suci mengambil barang
temuan hukumnya haram kecuali untuk dikenalkan, hal ini sebagaimana hadis nabi
“ Tidak boleh mengambil barang temuan kecuali orang yang akan mengumumkannya”
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung : PT. Sinar Baru, 1987), hal. ,
lihat juga Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 13, Pent. : Kamaluddin A. Marzuki
(Bandung :PT. Al Ma’arif, 1987),Cet. I, hal. 86
[4] Ibid, hal.
[5] Ibnu Mashud, Fiqh Mazhab Syafi’i, (Bandung : PT. Pustaka Setia, 2000),
hal.
[6] Lihat juga dalam Anas Tohir Sjamsudin, Himpunan Hukum Islam, ( Surabaya :
Al Ikhlas, 1982), hal.114
Imam Abu Suja’, Matn al Ghayah Wa al Taqrib, (Surabaya :
Toko Buku Hidayah, NY), hal. 148