BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah SWT telah menjadikan manusia selain sebagai makluk individu juga telah menjadikan manusia sebagai makhluk sosial artinya manusia itu butuh akan orang lain, hal ini tentunya agar mereka bisa saling tolong menolong, tukar menukar keperluan dalam segala macam urusan kepentingan hidup masing-masing. Jadi disini tampak jelas sekali bahwa manusia itu seakan tidak bisa lepas dari orang lain dalam menjalankan segala macam aktivitasnya, baik aktivitas pribadi maupun aktivitas yang ditujukan untuk kemashlahatan umum salah satu bentuk yang menyatakan bahwa manusia butuh orang lain adalah melalui jalan interaksi muamalah.
Dalam kehidupan kira kira sering merasa berkewajiban untuk memberikan sesuatu yang menjadi hak orang lain, salah satu hak orang lain tersebut adalah mengembalikan barang yang hilang kepada orang yang memilikinya, dalam makalah ini penulis mencoba untuk menguraikan sedikit tentang barang temuan dan sesuatu yang berhubungan dengannya.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan penulis utarakan dalam pembahasan di dalam tugas ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah Pengertian tentang Luqathah ?
2. Bagaimana hukum tentang Luqathah ?
3. Apakah syarat serta rukun tentang Luqathah ?
4. Bagaimana mengenalkan barang temuan ?
5. Bagaimana permasalahan dalam Luqathah ?
C. Tujuan Penulis
Adapun tujuan penulis dari penyusunan makalah ini adalah ;
1. Sebagai salah satu syarat guna untuk memenuhi tugas mandiri mata kuliah Ushul Fiqih
2.Menambah pengetahuan dan wawasan tentang Luqathah.
3.Mendiskripsikan mengenai barang temuan.
BAB II
KAJIAN TEORI
Al Luqathah (اللُقَطَةُ ) – dengan mendhammahkan huruf lam dan memfathahkan huruf qaf – adalah harta (selain hewan) yang hilang dari pemiliknya. Agama ini juga datang dengan pemuliaan dan perhatian terhadap harta seorang muslim, di antaranya adalah dengan adanya aturan seputar barang temuan. Jika ada harta yang hilang dari pemiliknya, maka jenis harta tersebut tidak lepas dari tiga keadaan :
Keadaan pertama :
Harta yang tidak terlalu diperhatikan di tengah-tengah manusia, seperti cambuk, roti, buah, dan tongkat. Barang-barang tersebut boleh dimiliki dan dimanfaatkan oleh orang yang menemukannya tanpa perlu mengumumkannya. Hal ini berdasarkan hadits Jabir radhiallahu ‘anhu, beliau berkata :
رخص لنا رسول الله صلى الله عليه وسلم في العصا والسوط والحبل وأشباهه يلتقطه الرجل ينتفع به
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi keringanan kepada kami pada tongkat, cambuk, tali, dan yang semisalnya yang ditemukan oleh seseorang, (yakni) dia boleh mengambil manfaat darinya.” (Hadits riwayat Abu Dawud).
Keadaan kedua :
Sesuatu yang bisa menjaga diri dari binatang buas yang kecil, baik itu karena ukuran tubuhnya yang besar, misalnya unta, kuda, sapi, dan bighal (hewan hasil percampuran antara kuda dan keledai). Atau karena hewan itu bisa terbang, misalnya berbagai jenis burung. Atau karena cepat larinya, misalnya kijang. Atau karena hewan itu bisa membela dirinya dengan taringnya, misalnya berbagai jenis macan; maka barang temuan dengan jenis seperti ini haram untuk diambil, walaupun dengan tujuan untuk diumumkan. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya tentang unta temuan :
مالك ولها ؟! معها سقاؤها وحذاؤها، ترد الماء، وتأكل الشجر، حتى يجدها ربها
“Apa urusanmu dengan unta itu? Dia memiliki simpanan air dan memiliki sepatu. Dia juga bisa mendatangi air dan memakan tanaman sampai ditemukan oleh pemiliknya.” (Muttafaqun ‘alaih dari Zaid bin Khalid Al Juhani).
Umar bin Al Khaththab radhiallahu ‘anhu berkata :
من أخذ الضالة؛ فهو ضال
“Barangsiapa yang mengambil hewan temuan, maka dia adalah ‘dhal’ .”
Makna lafadz ‘dhal’ ( ضال ) di sini adalah مخطئ (orang yang melakukan kesalahan). Dalam hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menghukumi bahwa unta temuan tidak boleh diambil, bahkan hendaknya dibiarkan untuk mendatangi air dan memakan tanaman sampai ditemukan oleh pemiliknya. Digolongkan ke dalam hewan-hewan dengan jenis di atas; perkakas- perkakas yang besar seperti periuk besar, kayu, besi, juga sesuatu yang bisa menjaga diri sendiri dan hampir-hampir tidak akan hilang serta berpindah dari tempatnya. Barang-barang seperti itu haram untuk diambil, sama seperti hewan-hewan temuan di atas. Bahkan barang-barang tersebut lebih layak untuk tidak diambil daripada hewan-hewan tadi.
Keadaan ketiga :
Harta yang hilang itu adalah dari jenis harta yang ma’ruf seperti uang, barang- barang kebutuhan, dan sesuatu yang tidak aman dari binatang buas yang kecil, misalnya kambing, anak unta dan anak sapi. Maka barang temuan jenis ini, jika orang yang menemukannya merasa dirinya bisa amanah terhadap barang tersebut, dia boleh mengambilnya.
. Landasan Hukum
1. Al Qur’an
………dan barang siapa menghidupkannya, maka seolah-olah telah menghidupkan seluruh manusia. (QS. Al Maidah, 32)
2. as Sunnah
Ada beberapa hadist yang menerangkan mengenai barang temuan antara lain hadist yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Zaid ibn Khalid al Juhai
“Dari Zaid ibn Khalid al Juhani ra. Sesungguhnya Nabi Saw ditanya perihal barang temuan ; emas dan perak ? Nabi menjawab, ketahuilah olehmu talinya (ikatannya), bungkusnya kemudian umumkan selama setahun, jika dalam masa itu tidak ada yang mengakuinya,bolehlah barang tenuan itu anda belanjakan,sebagai amanat ditanganmu, jika kemudian pemiliknya datang memintanya, serahkanlah (danti barangnya/ harganya) ………. (HR. Bukhori dan Muslim).
Dalam hadits lain disebutkan juga barang yang di temukan itu harus diketahui talinya, ukurannya dan bilanganya.
Barang temuan berupa seluruh harta selain dua jenis yang telah disebutkan di atas, misalnya uang dan bejana. Wajib bagi orang yang mengambilnya untuk menjaga barang tersebut sebagai amanah di tangannya, dan juga mengumumkannya di tempat-tempat berkumpulnya banyak orang. Tidak boleh bagi seseorang untuk mengambil barang temuan dengan berbagai jenisnya, kecuali jika dia merasa bisa amanah terhadap barang itu dan mampu untuk mengumumkan barang temuan yang memang butuh untuk diumumkan. Hal ini berdasarkan hadits dari Zaid bin Khalid Al Juhani radhiallahu ‘anhu, beliau berkata :
سئل النبي صلى الله عليه وسلم عن لقطة الذهب والورق؟ فقال: “اعرف وكاءها وعفاصها، ثم عرفها سنة، فإن لم تعرف؛ فاستنفقها، ولتكن وديعة عندك، فإن جاء طالبها يوما من الدهر؛ فادفعها إليه” ، وسأله عن الشاة ؟، فقال: “فإنما هي لك أو لأخيك أو للذئب” ، وسئل عن ضالة الإبل ؟، فقال: “ما لك ولها ؟!، معها سقاؤها وحذاؤها، ترد الماء، وتأكل الشجر، حتى يجدها ربها
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang barang temuan berupa emas atau perak. Maka beliau bersabda, “Ingatlah tali pengikat dan wadahnya, kemudian umumkan selama setahun. Jika barang tersebut tidak ada yang mengakuinya, maka gunakanlah. Hendaknya barang temuan itu dianggap sebagai barang yang dititipkan padamu. Jika pada suatu hari orang yang memintanya datang, maka hendaknya engkau berikan kepadanya.”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian ditanya tentang (barang temuan berupa) kambing. Beliau bersabda, “Ambillah kambing tersebut karena itu bisa menjadi milikmu, atau milik saudaramu, atau (boleh jadi) milik serigala.”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu ditanya tentang (barang temuan berupa) unta. Beliau menjawab, “Apa urusanmu dengan unta itu? Dia memiliki simpanan air dan memiliki sepatu. Dia juga bisa mendatangi air dan memakan tanaman sampai ditemukan oleh pemiliknya.” ” (Muttafaqun ‘alaih).
Makna perkataan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam :
اعرف وكاءها وعفاصها
“Ingatlah ‘wika’ (الوكاء)dan ‘ifash’ ((العفاصnya.”
Al wika (الوكاء) adalah sesuatu yang dipakai untuk mengikat kantung yang di dalamnya terdapat harta. Sedangkan makna al ‘ifash ((العفاص adalah kantung yang di dalamnya terdapat harta.
Dan makna perkataan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam :
ثم عرفها سنة
“…kemudian umumkan selama setahun.”
Maksudnya, umumkan kepada orang-orang di tempat mereka berkumpul, seperti pasar, pintu-pintu masjid, tempat- tempat pertemuan dan pesta. Makna lafadz سنة (selama setahun) maksudnya : selama setahun penuh. Pada pekan pertama sejak ditemukannya, diumumkan setiap hari. Sebab, pemiliknya lebih mungkin datang pada pekan tersebut. Setelah itu, diumumkan sesuai kebiasaan orang-orang dalam mengumumkan barang temuan. Hadits di atas menunjukkan wajibnya mengumumkan barang temuan.
Pada perkataan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam :
اعرف وكاءها وعفاصها
“Ingatlah tali pengikat dan wadahnya…”
Terdapat dalil yang menunjukkan bahwa orang yang menemukan barang tersebut wajib mengenal ciri-cirinya. Sehingga bila pemiliknya datang dan menjelaskan ciri-ciri yang sesuai dengan barang tersebut, dia bisa menyerahkan barang tersebut kepadanya. Bila ciri-ciri yang dia jelaskan berbeda dengan kenyataan, barang tersebut tidak boleh diserahkan kepadanya. Pada perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
فإن لم تعرف؛ فاستنفقها
“Jika barang tersebut tidak ada yang mengakuinya, maka gunakanlah.”
Terdapat dalil yang menunjukkan bahwa orang yang menemukan barang tersebut boleh memilikinya setelah satu tahun diumumkan. Tetapi dia tidak boleh menggunakannya sebelum mengenal ciri-cirinya. Maksudnya, sebelum dia hafal ciri-ciri wadah barang tersebut, tali pengikatnya, jumlah, dan jenis barang yang ada dalam wadah tersebut. Jika pemiliknya datang setelah satu tahun dan menjelaskan ciri-ciri yang sesuai dengan barang tersebut, maka dia serahkan barang tersebut kepadanya. Hal ini berdasarkan perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
فإن جاء طالبها يوما من الدهر؛ فادفعها إليه
“Jika pada suatu hari orang yang memintanya datang, maka hendaknya engkau berikan kepadanya.”
Tidak boleh bagi seseorang untuk mengambil barang temuan dengan berbagai jenisnya, kecuali jika dia merasa bisa amanah terhadap barang itu dan mampu untuk mengumumkan barang temuan yang memang butuh untuk diumumkan. Hal ini berdasarkan hadits dari Zaid bin Khalid Al Juhani radhiallahu ‘anhu, beliau berkata :
سئل النبي صلى الله عليه وسلم عن لقطة الذهب والورق؟ فقال: “اعرف وكاءها وعفاصها، ثم عرفها سنة، فإن لم تعرف؛ فاستنفقها، ولتكن وديعة عندك، فإن جاء طالبها يوما من الدهر؛ فادفعها إليه” ، وسأله عن الشاة ؟، فقال: “فإنما هي لك أو لأخيك أو للذئب” ، وسئل عن ضالة الإبل ؟، فقال: “ما لك ولها ؟!، معها سقاؤها وحذاؤها، ترد الماء، وتأكل الشجر، حتى يجدها ربها
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang barang temuan berupa emas atau perak. Maka beliau bersabda, “Ingatlah tali pengikat dan wadahnya, kemudian umumkan selama setahun. Jika barang tersebut tidak ada yang mengakuinya, maka gunakanlah. Hendaknya barang temuan itu dianggap sebagai barang yang dititipkan padamu. Jika pada suatu hari orang yang memintanya datang, maka hendaknya engkau berikan kepadanya.”
BAB III
PEMBAHASAN
Dari beberapa landasan teori di atas yang di ambil dari dua sumber yaitu Al-quran dan al-Hadis, maka Penulis akan menjelaskan beberapa poin yang dikembangkan dari teori di atas mengenai Luqathah. Beberapa gambaran bahwa Luqathah merupakan suatu barang temuan yang belum tahu siapa pemiliknya yang kemudian kita sebagai orang yang menemukannya harus mengumumkannya. Dengan demikian, penulis akan menjelaskan dalam pembahasan ini bersumber dari kajian teori diatas.
A. Pengertian Luqathah
Luqathah (Barang Temuan) adalah barang-barang yang didapat (ditemukan) dari tempat yang tidak di ketahui pemiliknya. Umumnya berlaku untuk barang-barang yang bukan hewan, adapun penemuan hewan biasa disebut dengan al Dhallah (sesat)[1][1]. Dalam Al Qur’an Allah telah berfirman dalam Q.S Al Maidah : yang artinya
………dan barang siapa menghidupkannya, maka seolah-olah telah menghidupkan seluruh manusia. (QS. Al Maidah, 32)
Dan juga dalam as Sunnah
Ada beberapa hadist yang menerangkan mengenai barang temuan antara lain hadist yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Zaid ibn Khalid al Juhai
“Dari Zaid ibn Khalid al Juhani ra. Sesungguhnya Nabi Saw ditanya perihal barang temuan ; emas dan perak ? Nabi menjawab, ketahuilah olehmu talinya (ikatannya), bungkusnya kemudian umumkan selama setahun, jika dalam masa itu tidak ada yang mengakuinya,bolehlah barang tenuan itu anda belanjakan,sebagai amanat ditanganmu, jika kemudian pemiliknya datang memintanya, serahkanlah (danti barangnya/ harganya) ………. (HR. Bukhori dan Muslim)[2][2]
B. Hukum Luqathah
Ada beberapa hukum yang berkaitan dengan barang temuan,antara lain sebagaimana yang telah disampaikan oleh Sulaiman Rasjid dalam bukunya Fiqh Islam, yaitu :[3][3] 1. Wajib ; Apabila dalam dugaan kita barang yang kita temukan apabila kita tidak mengambilnya maka barangtersebut akan jatuh kepada orang yang “Salah”.
2. Sunnah ; Apabila orang yang mengambil batang tersebut percaya kepada dirinya bahwa dirinya sanggup untuk mengerjakan segala sesuatu yang berkaitan dengan pemeliharaan barangtersebut sebagaimana mestinya.
3. Haram ; Apabila Orang yang mengambilnya tidak percaya terhadap dirinya dan dirinya juga menyadari bahwa dirinya mempunyai ketamakan terhadap harta.
C. Syarat dan Rukun Luqathah
Adapun rukun luqathah meliputi :[4][4] 1. Yang mengambil, harus adil, sekiranya yang mengambil orang yang tidak adil, hakim berhak mencabut barang itu dari orang tersebut, dan memberikannya kepada orang yang adil dan ahli. Begitu juga kalau yang mengambilnya anak kecil, hendaknya diurus oleh walinya.
2. Barang yang di dapat, sesuatu yang di dapat ada 4 macam :
a. Barang yang dapat disimpan lama, (seperti emas dan perak), hendaknya disimpan di tempat yamng layak dengan keadaaan barang itu, kemudian diberitahukan kepada umum di tempat-tempat yang ramai dalam masa satu tahun. Juga hendaklah di kenal beberapa sifat, barang di dapatnya itu, umpamanya tempat, tutup, ikat, timbangan, atau bilangannya. Sewaktu memberitahukannya hendaklah diterangkan sebagian dari sifat-sifat itu jangan semuanya, agar tidak terambil oleh orang-orang yang tidak berhak
b. Barang yang tidak tahan lama untuk disimpan, seperti makanan, barang yang serupa ini yang mengambil boleh memilih antara mempergunakan barang itu, asal dia sanggip menggantinya apabila bertemu dengan yang punya barang, atau ia jual, uangnya hendaknya dia simpan agar kelak dapat dibrikannya kepada yang punya.
c. Barang yang dapat tahan lama dengan usaha, seperti susu, dapat disimpan lama apabila dibuat keju. Yang mengambil hendaklah memperhatikan yang lebih berfaedah bagi yang empunya (dijual atau dibuat keju)
d. Sesuatu yang berhajat pada nafkah, yaitu binatang atau manusia, anak kecil umpamanya. Tentang binatang ada dua macam, pertama : binatang yang kuat, berarti dapat menjaga dirinya sendiri terhadap binatang yang buas, seperti unta, kerbau, kuda, binatang yang seperti ini lebih baik dibiarkan saja , tidak usah diambil .kedua : binatang yang lemah, tidak kuat menjaga dirinya terhadap bahaya binatang yang buas. Binatang seperti ini hendaklah diambil, karena ditakutkan terancam bahaya dan dapat diterkam binatang buas[5][5], sesudah diambil ia harus melakukan salah satu dari tiga cara: 1). Disembelih terus dimakan, dengan syarat ia sanggup membayar harganya apabila bertemu dengan yang empunya.
2). Dengan suka rela memberi makan pada hewan tersebut.
3). Menjualnya kemudian menyimpan harganya. jika ternyata si pemilik datang kepadanya, maka sipenemu harus memberikan sejumlah uang yang diperoleh dari penjualan hewan tersebut.[6][6]
D. Mengenalkan Barang Temuan
Wajib hukumnya bagi orang yang menemukan barang temuan untuk mengamati tanda-tanda yang melekat pada barang temuan tersebut yang meliputi; wadahnya, bungkus, talinya, jenisnya, bilangannya dan timbangannya[7][7] serta iapun berkewajiban memelihara barang tersebut layaknya barangnya sendiri. Dalam hal ini tidak ada bedanya untuk barang yang remeh atau barang yang penting, barang tersebut berada padanya sebagai barang titipan ia tidak berkewajiban menjamin jika terjadi kecalakaan, kecuali dengan disengaja, kemudian setelah itu ia berkewajiaban mengumumkannnya kepada masyarakan dengan berbagai cara, di pasar, di masjid dan di tempat-tempat yang lain yang diduga kuat pemiliknya ada di situ, jika pemiliknya datang dan menyebutkan tanda-tanda dan ciri-ciri barang tersebut dengan sempurna maka si penemu boleh untuk mengembalikan barang tersebut, jika tidak datang maka penemu berkewajiban memperkenalkannya selama setahun, setelah setahun tidak ada yang mengakui barang tersebut, maka si penemu boleh memiliki dan memanfaatkan barang tersebut.
E. Permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan luqathah
Dalam hal ini, banyak sekali permasalahan dalam luqathah baik kecil maupun besar. Karena suatu barang yang entah masih belum jelas pemiliknya maka sulit untuk ditentukannya kecuali mengikuti hukum yang telah ditentukan. Dengan demikian, penulis akan mengklasifikasikan berbagai permasalahan dalam luqathah.
1. Menemukan anak yang terlantar dijalanan
Jika kita menemukan atau menjumpai anak ditengah jalan, dalam keadaan apapun baik memang sengaja ditelantarkan oleh orang tuanya atau tampak seperti orang yang hilang –dengan sendirinya- maka memungutnya, mendidiknya serta mengasuhnya adalah fardlu kifayah, hal ini sebagaimana disampaikan oleh Imam Abu Suja’ dalam kitabnya Matn al Ghayah Wa al Taqrib
“Bila ditemukan seorang anak yang hilang ditengah jalan, maka memungut, mendidik dan mengasuhnya adalah wahib kifayah, dan tidak dibiarkan tetap (tinggal) kecuali ditangan orang yang bisa dipercaya. Bila terdapat harta padanya, maka hakim memberi belanja padanya dari harta tersebut. Dan bila todak terdapat padanya harta, maka belanjanya diambil dari baitul mal.”[8][8] 2. Menemukan barang-barang yang sepele atau yang terlihat sengaja dibuang
Mengenai barang yang yang sepele; seperti makanan atau uang seratus rupiah, maka barang yang ia temukan tersebut tidak wajib untuk diperkenalkan selama setahun, tetapi hanya perlu diperkenalkan dalam waktu dan tempo dimana diduga kuat pemiliknya tidak lagi menuntutnya. Dan setelah itu penemu boleh memanfaatkan barang tersebut jika ternyata tidak ada yang mengakuinya.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagaimana yang telah dipaparkan dalam pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa barang temuan atau yang biasa disebut luqathah adalah segala macam benda yang didapatkan dari tempat yang tidak diketahui pemiliknya.
Adapun hukum asalnya adalah sunah, dan hal ini bisa beribah sesuai dengan kondisi dari si penemu, jika si penemu ingin menguasai barang yang ia temukan maka ia berkewajiban mengumumkan barang tersebut selama setahun jika barang yang ia temukan adalah barang yang berharga, sedangkan untuk barang yang sepele maka cukup diberitahu sekiranya sampai si pemilik tidak lagi mengungkitnya. Namun sebelum itu, penemu barang harus dapat mengumumkan atau mengkabarkan kepada masyarakat mengenai barang temuan itu.
B. Saran Penulis
Dari beberapa pemaparan di atas, maka penulis menyarankan kepada pembaca untuk mengetahui bagaimana hukum barang temuan atau luqathah itu. Juga menyarankan setelah mengetahuinya maka aplikasikan ketika kita berlaku sebagai penemu barang untuk menyiarkan barang yang kita temukan
DAFTAR PUSTAKA
Abu Suja’, Imam, Matn al Ghayah Wa al Taqrib, Toko Buku Hidayah, Surabaya, NY
Mashud, Ibnu, Fiqh Mazhab Syafi’i, PT. Pustaka Setia, Bandung, 2000
Rasjid, Sulaiman, Fiqh Islam, PT. Sinar Baru, Bandung 1987
Sabiq, Sayyid, Fiqih Sunnah 13, Pent. : Kamaluddin A. Marzuki, PT. Al Ma’arif, Bandung, 1987
Toha, Sulaiman, Terjemahan Hadits Shahih Muslim, Pustaka al Husna, Jakarta 1991
Sjamsudin, Anas Tohir, Himpunan Hukum Islam, Al Ikhlas, Surabaya,1982
[1] Lihat Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 13, Pent. : Kamaluddin A. Marzuki (Bandung :PT. Al Ma’arif, 1987),Cet. I, hal. 85 [2] Sulaiman Toha, Terjemahan Hadits Shahih Muslim, (Jakarta : Pustaka al Husna, 1991), Cet. III, hal.33
[3] Hanya berlaku di daerah selain Tanah Suci, ditanah suci mengambil barang temuan hukumnya haram kecuali untuk dikenalkan, hal ini sebagaimana hadis nabi “ Tidak boleh mengambil barang temuan kecuali orang yang akan mengumumkannya” Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung : PT. Sinar Baru, 1987), hal. , lihat juga Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 13, Pent. : Kamaluddin A. Marzuki (Bandung :PT. Al Ma’arif, 1987),Cet. I, hal. 86 [4] Ibid, hal.
[5] Ibnu Mashud, Fiqh Mazhab Syafi’i, (Bandung : PT. Pustaka Setia, 2000), hal. [6] Lihat juga dalam Anas Tohir Sjamsudin, Himpunan Hukum Islam, ( Surabaya : Al Ikhlas, 1982), hal.114
Imam Abu Suja’, Matn al Ghayah Wa al Taqrib, (Surabaya : Toko Buku Hidayah, NY), hal. 148