Blog Al Imam

  • Home
  • Kumpulan Makalah
  • 404
Home » Kumpulan Makalah » makalah Lembaga keluarga

makalah Lembaga keluarga





BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dalam kehidupannya tidaklah bergantung pada diri sendiri. Setiap tindakan yang akan di lakukan seorang manusia, pasti berhubungan dan membutuhkan orang lain. manusia selain disebut sebagai makhluk individu, manusia  juga disebut sebagai makhluk sosial. Manusia dengan kodratnya sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup seorang diri. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan manusia lainnya. Manusia tidak akan bisa memenuhi kebutuhan sehari-harinya sendiri, melainkan manusia butuh tenaga dari orang lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Kita tidak bisa melakukan sesuatu seenaknya sendiri, karena di sekitar kita  juga ada orang lain yang pasti berhubungan dengan kita. Sering kita lihat dan kita alami, bagaimana sulitnya kita menjalani hidup tanpa orang lain yang menemani, anggap saja jika seseorang dikucilkan, maka ia akan terpuruk sendiri menyelesaikan masalahnya tanpa ada yang membantu. Kemudian dapat berujung pada terganggunya emosi dan psikisnya. Karena itu, betapa pentingnya peran orang lain di sekitar kita, baik untuk fisik, rohani maupun psikis kita.
Sosiologi, sebagai salah satu bidang ilmu yang mempelajari perilaku manusia dan interaksinya, memiliki banyak aspek yang harus digali. Untuk memperdalam pengetahuan serta pemahaman kita mengenai salah satu cabang sosiologi yakni sosiologi keluarga, perlu adanya analisis teoritis (theoretical analysis) yang membahas masalah lembaga/ institusi keluarga dan secara khusus membahas masalah jumlah dan perbedaan umur anak, latar belakang suku, tingkat ekonomi dan pendidikan, serta komunikasi dan interaksi keluarga dengan masyarakat dan budaya sekitarnya.
Keluarga, dalam perspektif antropologi budaya memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan konsep kekerabatan. Kita mengetahui bahwa Indonesia dengan beraneka ragam suku dan budayanya memiliki tiga mazhab besar sistem kekerabatan : Sistem patrilineal, matrilineal, dan bilateral. Ketiga sistem ini membentuk suatu hubungan yang akhirnya menjadi lembaga keluarga secara utuh.
Jika kita analisis dalam perspektif sosiologi, keluarga sebagai lembaga memiliki peranan dalam interaksi sosial di masyarakat. Bagaimana peran institusi keluarga dalam membentuk suatu interaksi sosial kami analisis secara gamblang dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan penulis utarakan dalam pembahasan di dalam tugas ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah penjelasan mengenai lembaga keluarga itu ?
2. Bagaimana fungsi dari lembaga keluarga itu ?
3. Apa saja bentuk-bentuk dari lembaga keluarga itu ?
4. Bagaimana peran orang tua terhadap anak serta sebaliknya ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulis dari penyusunan makalah ini adalah ;
1. Sebagai salah satu syarat guna untuk memenuhi tugas mandiri mata kuliah Konsep Dasar Ips
2.Menambah pengetahuan dan wawasan tentang Lembaga Keluarga.
3.Mendiskripsikan mengenai lembaga keluarga.

D.  Manfaat Penulis
1. Untuk mengetahui bagaimana penjelasan apakah Lembaga Keluarga itu.
2. Untuk mengetahui dari fungsi-fungsi keluarga itu.
3. Untuk mengetahui bentuk-bentuk dari lembaga keluarga.
4. Untuk mengetahui peran dari orang tua terhadap anak.

E. Metode Penulis
Dalam penulisan makalah, penulis menggunakan beberapa metode yakni wawancara, observasi, dan telaah pustaka.



BAB II
KAJIAN TEORI

Ilmu sosiologi telah mengalami perkembangan pesat beberapa dekade terakhir. Perkembangan ini mengakibatkan semakin luasnya ruang lingkup pembahasan masalah-masalah sosial yang terjadi di era sekarang.
individu artinya tidak terbagi, atau suatu kesatuan. Namun individu bukan berarti manusia sebagai suatu keseluruhan yang tak dapat dibagi, melainkan sebagai kesatuan yang terbatas, yaitu sebagai manusia perseorangan (Setiadi dkk, 2008).
Adapun lembaga keluarga didefinisikan oleh Giddens (1993) sebagai kelompok yang secara langsung dihubungkan oleh hubungan-hubungan kekeluargaan, di mana anggota dewasa memiliki tanggung jawab untuk memelihara anak-anak. [1]
Johnson (1986) lebih menekankan pada aspek, kelompok, di mana menurutnya keluarga adalah kelompok yang terdiri atas orang tua dan anak-anak.
Sedangkan Horton & Hunt (1984) menyatakan bahwa suatu keluarga mungkin merupakan : (1) suatu kelompok yang memiliki nenek-moyang yang sama; (2) suatu kelompok kekerabatan yang disatukan oleh darah atau perkawinan; (3) pasangan perkawinan dengan atau tanpa anak; (4) pasangan tanpa nikah (zina, pen.) yang mempunyai anak; (5) satu orang dengan beberapa anak. Mengenai poin (4), agama Islam telah dengan jelas melarang hal tersebut dan menganggap bahwa masalah tersebut adalah zina1.
Keluarga merupakan lembaga sosial yang penting dalam pembentukan kepribadian seseorang, di mana keluarga memberikan pengaruh penting pada pembentukan dasar kepribadian di usia muda (Polak, 1960).
Keluarga, dalam sudut pandang yang lebih normatif diterjemahkan sebagai kelompok kekerabatan yang menyelenggarakan pemeliharaan anak dan kebutuhan manusiawi tertentu lainnya (Horton & Hunt, 1984). Ini artinya, ada kewajiban dari kepala keluarga untuk mengayomi anggota-anggota keluarganya.
Dalam sudut pandang psikologi, keluarga juga memegang peranan yang sangat krusial dalam perkembangan seorang anak. Menurut Setiawan (2007), keluarga yang harmonis biasanya akan dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan anak.
Para sosiolog pada dasarnya menggolongkan sistem keluarga menjadi dua, yaitu keluarga dengan sistem konsanguinal dan keluarga dengan sistem konjugal (Sunarto, 2004; Suteng & Saptono, 2007; Polak, 1960; Horton & Hunt, 1984).[2]

Akan tetapi, muncul penggolongan di luar dua jenis keluarga tersebut, yaitu keluarga batih (nuclear family) dan keluarga luas atau extended family (Horton & Hunt, 1984; Suteng & Saptono, 2007). Di luar itu, ada keluarga virilokal atau keluarga batih ditambah keluarga batih para putra dalam keluarga batih senior tersebut. Sistem keluarga ini ada pada masyarakat Nias (Suteng & Saptono, 2007).
Keluarga konjugal menurut Horton & Hunt (1984) adalah keluarga yang didasarkan pada pertalian perkawinan atau kehidupan suami-isteri. Adapun keluarga konsanguinal lebih menitikberatkan pada ikatan keturunan dan hubungan sedarah pada sejumlah orang kerabat (Horton & Hunt, 1984; Polak, 1960).
Suteng & Saptono (2007) mencontohkan keluarga dengan sistem konsanguinal ini pada keluarga Jepang dan Tionghoa tradisional, di mana seorang anak lelaki akan lebih memihak orang tuanya ketika ada perselisihan antara isteri dan mertua. Di sini, hubungan emosional atas kaitan darah dianggap lebih penting. Sebaliknya, keluarga dengan sistem konjugal cenderung menafikan peran orang tua dan lebih mengedepankan cinta kasih dengan isteri (Suteng & Saptono, 2007). Selain tipe keluarga di atas, ada pula sistem keluarga batih dan keluarga luas. Keluarga batih (nuclear family). Keluarga batih, atau yang diistilahkan oleh Prof. Djojodigoeno sebagai brajat mandiri, adalah satuan keluarga terkecil yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak (Polak, 1960; Suteng & Saptono, 2007). Sementara keluarga luas (extended family) adalah keluarga batih ditambah kerabat lain dengan siapa hubungan baik dipertahankan (Horton & Hunt, 1984). Salah satu tupe keluarga luas ini adalah joint family, di mana ada beberapa orang anggota keluarga lelaki kakak beradik deserta anak-anak mereka dan saudara perempuan yang belum menikah (Suteng & Saptono, 2007)2.
Dalam perspektif antropologi budaya, ada enam kelompok kekerabatan yang sering muncul di Indonesia, antara lain keluarga ambilineal kecil, keluarga ambilineal besar, klan kecil, klan besar, frater, dan moety. Kekerabatan ini muncul dengan dua sistem perkawinan, yaitu sistem perkawinan eksogami dan endogami (Mu’in, 2004).
Sistem perkawinan ini menandai keberadaan tiga mazhab besar kekerabatan di Indonesia, yaitu sistem keluarga patrilineal, matrilineal, dan bilateral. Sistem patrilineal secara genealogis
berarti semua kekerabatan dinisbatkan kepada ayah. Di sini, jika seorang anak perempuan menikah berarti ia melepaskan diri dari kekerab[3]atan ayahnya dan pindah ke garis kekerabatan suaminya. Adapun secara kultural sistem patrilineal berarti kepemimpinan total berada pada pihak ayah. Sebaliknya, sistem matrilineal menisbatkan kekerabatan pada ibu, dan secara kultural kewajiban untuk membayar mas kawin dan nafkah adalah kewajiban isteri. Sistem matrilineal ini diterapkan pada struktur masyarakat Minang (Mu’in, 2004).
keluarga terdiri atas banyak jenis. Selain kekerasan pada anak, juga ada kekerasan terhadap isteri dan perceraian. Akan tetapi, kami akan mengetengahkan permasalahan kekerasan terhadap anak ini mengingat kasus-kasus ini cukup terselubung dikarenakan adanya paradigma pada orang tua yang memosisikan anak sebagai “beban” dan adanya pemahaman yang cenderung menganggap persoalan anak sebagai kasus domestik (local case) yang tidak memerlukan intervensi hukum dalam penyelesaiannya (Mulyadi, 2006; Suryadi, 2007).
Berdasarkan UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Anak didefinisikan sebagai seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak dalam kerangka UU tersebut harus mendapatkan hak-hak berupa hak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Hak tersebut harus dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara.
Adapun kekerasan dikenal dalam bahasa Inggris sebagai violence (Shadily,1984). Kekerasan merupakan bagian dari konflik sosial yang tak terkendali oleh masyarakat atau mengabaikan sama sekali norma dan nilai-nilai sosial yang ada sehingga berwujud pada tindakan destruktif (Muin,2004)3. Sementara kekerasan terhadap anak dalam Bahasa Inggris dikenal dengan istilah Child Abuse. Istilah ini didefinisikan oleh Gill (1973) sebagai tindakan yang memengaruhi perkembangan anak sehingga perkembangannya menjadi tidak optimal lagi. Adapun menurut Snyder (1983), child abuse didefinisikan sebagai perlakuan salah terhadap fisik dan emosi anak, menelantarkan pendidikan dan kesehatannya dan juga penyalahgunaan seksual.


Secara umum kehadiran anak dalam keluarga dapat dilihat sebagai faktor yang menguntungkan orang tua dari segi psikologis, ekonomis dan sosial (Horowirz, 1985; Suparlan, 1989; Zinn dan Eitzen, 1990).

Dalam perkembangan sejarah, hubungan antar suami-istri pada kelas menengah berubah dari hubungan yang ada pada keluarga yang institusional ke hubungan yang ada pada keluarga yang companionship (Burges dan Locke, 1960)[4].

Hubungan antar saudara bisa dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur,jumlah, jarak kelahiran, rasio saudara laki terhadap saudara perempuan,umur orang tua pada saat mempunyai anak pertama, dan umur anak mereka keluar dari rumah (Schvaneveldt dan Ihinger, 1979).

Kedekatan emosi, harapan akan adanya tanggung jawab saudara,dan konflik antar saudara (siblings), dianggap sebagai faktor yang penting dalam interaksi antar mereka (Lee, Mancini dan Maxwell, 1990).

BAB III
PEMBAHASAN

Dari beberapa teori di atas, Penulis akan menjelaskan beberapa poin yang dikembangkan dari teori di atas. Beberapa gambaran bahwa lembaga keluarga merupakan suatu lembaga sosial yang menekankan terhadap aturan-aturan atau perspektif dalam keluarga yang merupakan anggota terkecil dari masyarakat. Dengan demikian, penulis akan menjelaskan dalam pembahasan ini.

A.    Penjelasan Lembaga Keluarga
Terdapat beragam  istilah yang bias di pergunakan untuk menyebut keluarga. Keluarga bisa berarti ibu,bapak,anak-anaknya atau seisi rumah. Bisa juga disebut batih yaitu seisi rumah yang menjadi tanggungan dan dapat pula berarti kaum yaitu sanak saudara serta kaum kerabat. Definisi lainnya keluarga adalah suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang direkat oleh ikatan darah,perkawinan,atau adopsi serta tinggal bersama.
Para sosiologi berpendapat bahwa asal usul pengelompokkkan keluarga bermula dari peristiwa perkawinan. Dari sinilah pengertian keluarga dapat dipahami dari berbagai segi. Pertama, dari segi orang melangsungkan perkawinan yang sah serta di karuniai anak. Kedua, lelaki dan perempuan yang hidup bersama serta memiliki seorang anak namun tidak pernah menikah. Ketiga dari segi hubungan jauh antar anggota keluarga, namun masih memilki ikatan darah. Keempat,keluarga yang mengadopsi anak dari orang lain.
Beberapa pengertian keluarga di atas secara sosiologis menunjukkan bahwa dalam keluarga itu terjalin suatu hubungan yang sangat mendalam dan kuat, bahkan hubungan tersebut bisa disebut dengan hubungan lahir batin. Adanya hubungan ikatan darah menunjukkan kuatnya hubungan yang dimaksud. Hubungan antara keluarga tidak saja berlangsung selama mereka masih hidup tetapi setelah mereka meninggal dunia pun masing-masing individu. Individu masih memiliki keterkaitan satu dengan lainnya.
Horton dan Hurt memberikan beberapa pilihan dalam mendefinisikan keluarga yaitu:
1. Suatu kelompok yang mempunyai nenek moyang yang sama
2. Suatu kelompok kekerabatan yang disatukan oleh darah dan perkawinan.
3. Pasangan perkawinan dengan atau tanpa anak
4. Pasangan tanpa nikah yang mempunyai anak
5. Para anggota suatu komunitas yangf biasanya mereka ingin disebut sebagai keluarga
Keluarga merupakan lembaga yang memiliki peranan penting dalam proses alih kebudayaan, di mana keluarga adalah elemen terkecil dan fundamental dalm pendidikan seorang individu. Keluarga, baik ditinjau secara genetis maupun secara kultural, memiliki sistem interaksi tersendiri yang membuat keluarga sebagai lembaga dapat memasuki struktur dan lapisan sosial di masyarakat.

B. Fungsi-Fungsi Keluarga
Setelah sebuah keluarga terbentuk ,anggota keluarga yang ada di dalamnya memiliki tugas masing-masing. Suatu pekerjaan yang harus dilakukan dalam kehidupan keluarga inilah yang di sebut fungsi. Jadi,fungsi keluarga adalah suatu pekerjaan atau tugas yang harus dilakukan didalam atau di luar keluarga. Fungsi keluarga terdiri dari:

1. Fungsi biologis
Fungsi ini berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan seksual suami istri. Keluarga ialah lembaga pokok yang secara abash memberikan uang bagi pengaturan dan pengorganisasian kepuasan seksual. Kelangsungan sebuah keluarga, banyak di tentukan oleh keberhasilan dalam menjalani fungsi biologis ini. Apabila salah satu pasangan kemudian tidak berhasil menjalankan fungsi biologisnya, dimungkinkan akan terjadinya gangguan dalam keluarga yang biasanya berujung pada perceraian dan poligami.
Inti dari fungsi biologis ini yaitu bahwa funsi keluarga yaitu untuk memperkembangkan keturunan.
2. Fungsi Sosialisasi Anak
Fungsi sosialisasi menunjuk pada peranan keluarga dalam membentuk kepribadian anak. Melalui fungsi ini keluarga berusaha mempersiapkan bekal selengkap-lengkapnya kepada anak dengan memperkenalkan pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita dan nilai-nilai yang di anut oleh masyarakat serta mempelajari peranan yang diharapkan akan dijalankan mereka. Sosialisasi berarti melakukan proses pembelajaran terhadap seorang anak.
3. Fungsi Afeksi
Salah satu kebutuhan dasar manusia ialah kebutuhan kasih sayang atau rasa di cinta. Kebutuhan kasih sayang merupakan kebutuhan yang sanga penting bagi seseorang yang diharapkan bisa di perankan oleh keluarga. Kecenderungan dewasa ini menunjukkan fungsi afeksi telah bergeser kepada orang lain, terutama bagi mereka yang orang tuanya bekerja diluar rumah. Konskuensinya anak tidak lagi dekat secara psikologis karena anak akan menganggap orang tuanya tidak memiliki perhatian. Sehingga dengan fungsi ini akan menjalin keharmonisan dalam keluarga.
4. Fungsi Edukatif
Keluarga merupakan guru pertama dalam mendidik manusia. Dalam hal itu dapat dilihat dari pertumbuhan seorang anak dimulai dari bayi,belajar jalan-jlan hingga mampu berjalan. Semuanya diajari oleh keluarga. Tanggung jawab keluarga untuk mendidik anak-anaknya sebagian besar atau bahkan mungkin seluruhnya telah diambil oleh lembaga pendidikan formal maupun non formal.
Oleh karena itu, muncul fungsi laten pendidikan terhadap anak yaitu melemahnya pengawasan dari orang tua.
5. Fungsi Religius
Dalam masyarakat Indonesia dewasa ini fungsi keluarga semakin berkembang, diantaranya fungsi keagamaan yang mendorong dikembangkannya keluarga dan seluruh aggotanya menjadi insan-insan agama yang penuh keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Fungsi Religius dalam keluarga merupakan salah satu indicator keluarga sejahtera.
Model pendidikan agama dalam keluarga dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu:
1.      Cara hidup yang sungguh-sungguh dengan menampilan penghayatan dan perilaku keagamaan dalam keluarga
2.      Menampilkan aspek fisik berupa sarana ibadah dalam keluarga berupa hubungan social antara anggota keluarga dan lembaga-lembaga keagamaan.
Pendidikan agama dalam keluarga, tidak saja bisa dijalankan dalam keluarga,akan tetapi dapat pula dengan menawarkan pendidikan agama, seperti pesantren,tempat pengajian,majelis taklim,dan sebagainya.
6. Fungsi Protektif
Keluarga merupakan tempat yang nyaman bagi para anggotanya. Fungsi ini bertujuan agar para anggota keluarga dapat terhindar dari hal-hal yang negatif. Dalam setiap masyarakat, keluarga memberikan perlindungan fisik, ekonomi, dan psikologis bagi seluruh anggotanya. Sebagian masyarakat memandang bahwa serangan terhadap salah seorang keluarga berarti serangan bagi seluruh keluarga dan semua anggota keluarga wajib membela atau membalaskan penghinaan itu. Namun demikian, Fungsi perlindungan dalam keluarga itu lambat laun bergeser dan sebagian telah diambil alih oleh lembaga lainnya seperti tempat perawatan anak, anak cacat tubuh dan mental,anak nakal,anak yatim piatu, orang-orang lanjut usia.
7. Fungsi Rekreatif
Fungsi ini bertujuan untuk memberikan suasana yang segar dan gembira dalam lingkungan. Fungsi Rekreatif dijalankan untuk mencari hiburan. Dewasa ini tempat-tempat hiburan banyak berkembang di luar rumah karena berbagai fasilitas dan aktivitas rekreasi berkembang dengan pesatnya. Media TV termasuk dalam keluarga sebagai sarana hiburan bagi anggota keluarga.
8. Fungsi Ekonomis
Keluarga berusaha menyelenggarakan kebutuhan pokok, seperti :
a.       Kebutuhan akan makanan dan minuman
b.      Pakaian untuk menutupi tubuhnya
c.       Kebutuhan akan tempat tinggal.
Pada masa lau keluarga di Amerika berusaha memproduksi beberapa unit kebutuhan rumah tangga dan menjualnya sendiri.Keperluan rumah tangga itu, seperti seni membuat kursi, makanan dan pakaian di kerajakan sendiri ayah, ibu, anak, dan sanak saudara yang lain untuk menjalankan fungsi ekonominya sehingga mereka mampu mempertahankan hidupnya.
Seiring dengan perubahan waktu dan pertumbuhan perusahaan serta mesin-mesin canggih, peran keluarga yang dulu sebagai lembaga ekonomi secara perlahan-lahan hilang. Bahkan keluarga yang ada pada mulanya disatukan dengan pekerjaan yang mampu memenuhi kebutuhan sendiri dalam rumah tangganya. Kini keluarga merupakan suatu kesatuan konsumsi ekonomis yang di persatukan oleh persahabatan.
9. Fungsi Penentuan Status
Dalam sebuah keluarga, seseorang menerima serangkaian status berdasarkan umur, urutan kelahiran, dan sbagainya. Status/kedudukan ialah suatu peringkat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok atau posisi kelompok dalam hubungannya dengan kelompok lainnya. Status tidak dapat di pisahkan dari peran.
Peran adalah perilaku yang diharapkan dari seorang yang mempunyai status. Status dan peran terdiri atas dua macam yaitu status dan peran yang ditentukan oleh masyarakat dan status dan peran yang diperjuangkan oleh usaha-usaha manusia. Misalnya wanita adalah status yang ditentukan (ascribed), seseorang mencapai status melalui tahapan tersendiri yang di usahakan (achieved).

C. Bentuk-Bentuk Keluarga
Bentuk-bentuk keluarga sangatlah berbeda antara satu masyarakat dan masyarakat lainnya. Bentuk ini juga merupakan salah satu keberagaman dalam rumah tangga atau keluarga. Dari hal ini, penulis akan menerangkan mengenai bentuk-bentuk keluarga diantaranya yaitu :
1. Bentuk keluarga di lihat dari jumlah anggota keluarga:
a. Keluarga Batih (Nuclear family)
Keluarga Batih adalah kelompok orang yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anaknya yang belum memisahkan diri dan membentuk keluarga tersendiri. Keluarga ini bisa juga disebut keluarga conjugal (conjugal family), yaitu keluarga yang terdiri dari pasangan suami istri bersama anak-anaknya. Keluarga Batih (keluarga inti) terdapat pada masyarakat praindustri.
Meskipun keluarga lain tidak lepas dari perhatian tekanan pada hubungan antar keluarga rumah tangga tempat dia tinggal. Pola keluarganya berupa pada keluarga inti ialah tempat tinggal yang sama dengan jumlah anggota terbatas.
b. Keluarga Luas (Extended family)
Keluarga luas yaitu keluarga yang terdiri dari semua orang yang berketurunan dari kakek dan nenek yang sama termasuk keturunan masing-masing istri dan suami. Dengan kata lain keluarga luas ialah keluarga batih ditambah kerabat lain yang memiliki hubungan erat dan senantiasa di pertahankan. Sebutan keluarga yang diperluas digunakan bagi suatu system yang masyarakatnya mengiginkan beberapa generasi yang hidup dalam suatu atap rumah tangga.
Istilah keluarga luas seringkali digunakan untuk mengacu pada keluarga batih berikut keluarga lain yang memilki hubungan baik dengannya dan tetap memelihara dan mempertahankan hubungan tersebut. Keuntungan keluarga luas yaitu pertama:keluarga luas banyak ditemukan di desa-desa dan bukan pada daerah industry. Keluarga luas sangat cocok dengan kehidupan desa, yang dapat memberikan pelayanan sosial bagi  anggota-anggotanya. Kedua, keluarga luas mampu mengumpulkan modal ekonomi secara besar.
2. Bentuk Keluarga dilihat dari Sistem yang digunakan
a. Keluarga Pangkal (Steam Family)
Keluarga Pangkal yaitu sejenis keluarga yang menggunakan system pewarisan kekayaan pada satu anak yang paling tua.Keluarga pangkal ini banyak terdapat di Eropa zaman feudal. Para petani imigran AS dan di zaman Tokugawa Jepang. Pada masa tersebut seorang anak yang paling tua bertanggung jawab terhadap adik-adiknya yang perempuan sampai ia menikah, begitu pula terhadap saudara laki-lakinya yang lainnya. Dengan demikian, pada jenis keluarga ini pemusatan kekayaan hanya pada satu orang.
b. Keluarga Gabungan (Joint family)
Keluarga Gabungan yaitu keluarga yang terdiri atas orang-orang yang berhak atas hasil milik keluarga antara lain saudara laki-laki pada setiap generasi. Disini tekananya hanya pada saudara laki-laki karena menurut adat Hindu anak laki-laki sejak kelahirannya mempunyai hak atas kekayaan keluarga. Kendatipun antar saudara laki-laki itu tinggal terpisah mereka menganggap dirinya sebagai suatu keluarga gabungan dan tetap menghormati kewajiban mereka bersama termasuk membuat anggran perawatan harta keluarga dan menetapkan anggaran belanja.
Disini terlihat bahwa keluarga gabungan didasarkan atas hubungan antara laki-laki yang telah dewasa dan bukan padahubungan suami istri.
3.Bentuk Keluarga dilihat dari status individu dalam keluarga
a. Keluarga Prokreasi dan Keluarga Orientasi
Keluarga Prokreasi adalah sebuah keluarga yang individunya merupakan orang tua. Adapun orientasi adalah keluarga yang individunya merupakan salah seorang keturunan. Ikatan pernikahan ini tidak dengan sendirinya  perkawinan merupakan dasar bagi terbentuknya suatu keluarga baru (keluarga prokreasi) sebagai unit terkecil dalam masyarakat.
Namun demikian, perkawinan ini tidak dengan sendirinya menjadi sarana bagi penerimaan anggota dalam keluarga asal (orientasi). Hubungan suami dan istri dengan keluarga orientasinya sangat erat dan kuat. Otonomi dalam mengatur keluarga kadang-kadang berbenturan dengan kepentingan keluarga orientasi bahkan dalam batas-batas tertentu, keluarga orientasi bisa ikut campur dalam mengatur rumah tangga yang mengakibatkan putus ikatan perkawinan

D. Peranan Keluarga
Keluarga memiliki suatu tugas yang mana dalam tugas ini merupakan sebagai salah satu peran yang memang dibutuhkan dalam keluarga. Baik bersifat khusus maupun umum. Dalam hal ini, penulis akan mengutarakan peranan keluarga baik kepada masyarakat maupun bagi keluarga itu sendiri. Dengan demikian penulis mengklasifikasikan keluarga sebagai berikut :
1. Keluarga Sebagai Lembaga Sosial
Konsep sosiologis mengenai lembaga berbeda dengan konsep yang umum digunakan. Sebuah lembaga bukanlah sebuah bangunan sekelompok orang dan bukan juga sebuah organisasi. Lembaga (institution) adalah suatu system norma untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dianggap penting.
Dalam masyarakat yang paling sederhana, keluarga adalah lembaga sosial satu-satunya. Pekerjaan diatur oleh unit-unit keluarga, sedangkan anak-anak dididik oleh anggota keluarga. Dalam masyarakat seperti ini, tidak dibutuhkan struktur lain diluar keluarga.
Suatu lembaga tidak lagi memiliki anggota, melainkan pengikut. Perbedaan anggota dan pengikut sangatlah tipis, misalnya lembaga perbankan adalah prosedur yang dibekukan untuk mengelola transaksi keuntungan tertentu. Bankir adalah orang yang memimpin transaksi tersebut. Bank adalah sekelompok bankir yang terorganisasi. Pendidikan adalah lembaga yang berupaya mengatur mekanisme pendidikan. Dalam bentuknya yang kongkrit pendidikan berwujud sebagai universitas, sekolah dasar dan sebagainya.
Proses terjadinya suatu lembaga sangatlah panjang. Mula-mula orang mencari cara praktis dalam memenuhi kebutuhannya. Dalam pemenuhan kebutuhan itu, dibuatlah norma dan aturan. Dalam terbentuknya aturan bisa tertulis atau tidak tertulis. Aturan itu ada yang mengikat para anggota masyarakat dan ada yang tidak. Kekuatan sebuah aturan dapat diketahui dari acaranya (usage) masyarakat memperlakukannya, kebiasaan (folkways) dan adai istiadat (custom). Bila sudah dilakukan oleh masyarakat, norma tersebut telah melembaga.
Norma yang telah melembaga itu pada akhirnya tumbuh dan berkembang dimasyarakat kemudian membentuk intitusi atau pranata. Terbentuknya pranata dalam sebuah masyarakat, pada dasarnya mempunyai tiga fungsi, yaitu untuk memberikan pedoman pada anggota masyarakat untuk bertindak, menjaga keutuhan masyarakat, dan mengadakan system pengendalian social (social control) Akhirnya, muncullah lembaga keluarga dalam masyarakat sebagai bagian dari pemenuhan kebutuhan seksual, perlindungan, kasih sayang dsb. Lembaga keluarga ini kemudian memberikan pengaturan tertentu yang dapat diikuti manusia.

2. Keluarga sebagai inti masyarakat
Keluarga sebagai inti masyarakat dapat dilihat dari dua segi yaitu:
a. Dari urgensi keluarga itu sendiri di tengah-tengah masyarakat. Pada bagian ini keluarga di temapatkan sebagai lembaga sosial yang sangat penting dibandingkan dengan lembaga lainnya. Penjelasannya mengarah pada argumen-argumen yang menempatkan keluarga sebagai lembaga yang tiada bandingannya.
b. Dapat juga di jelaskan melalui sejarah keluarga. Pada bagian ini peran keluarga di tengah-tengah masyarakat memiliki kontribusi penting bagi terbentuknya lembaga-lembaga social pada umumnya.
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan sosial. Didalam kelompok primer ini terbentuklah norma-norma sosial berupa frame of reference  dan sense of belonging. Didalam keluarga manusia pertama kali memperhatikan keinginan orang lain, belajar sama dan belajar membantu orang lain.
Para sosiolog keluarga meyakini, meskipun perubahan besar terjadi pada setiap lapisan masyarakat, keluarga mendapat tugas penting untuk ikut ambil bagian di dalamnya. Bahkan, keluarga menjadi sumber kepuasan emosional yang terbesar. Secara historis, peran keluarga di tengah-tengah masyarakat jauh lebih penting dari pada lembaga sosial lainnya.
Keluarga merupakan kelompok primer dalam masyarakat. Kelompok primer adalah suatu kelompok yang menyebabkan dapat mengenal orang lain sebagai suatu pribadi secara akrab. Hal tersebut dilakukan melalui suatu hubungan social yang bersifat informal, akrab, personal, dan total yang mencakup banyak aspek dari pengalaman hidup seseorang.
Kelompok primer dipandang penting karena perasaan dan perilaku yang dijalankannya memiliki arti tersendiri. Dalam kelompok primer, seseorang mengemukakan keakraban, simpati dan rasa kebersamaan yang menyenangkan.

3. Keluarga Sebagai Sumber Nilai,sikap,dan Norma
Keluarga merupakan sumber utama dan pertama dalam proses penanaman nilai dan norma. Penanaman ini dilakukakan lewat interaksi sosial. Nilai ialah  gagasan mengenai suatu perbuatan atau pengalaman yang mempunyai arti atau tidak. Seseorang yang telah melakukan interaksi dengan berbagai pengaruhnya akan memberikan kesadaran mengenai adanya nilai-nilai yang ada di sekitarnya. Nilai itu dapat diartikan sebagai sikap dan perasaan yang diperlihatkan oleh seseorang  tentang baik-buruk, benar-salah, suka-tidak suak terhadap objek material maupun non material.
Setelah seseorang mengetahui adanya tata nilai disekelilingnyayang positif dan negative dia akan berfikir dan mengetahui nilai-nilai yang perlu ia kerjakan. Dalam proses berfikir ia kemudian memahami nilai-nilai itu sehingga tertanam (internalisasi) dalam dirinya. Selanjutnya ia mempraktekkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai yang sudah dipraktekkan itu lama kelamaan berubah menjadi norma-norma. Norma adalah aturan yang mengandung sanksi untuk mendorong bahkan menekankan orang perongan secara keseluruhan.
Norma-norma dibedakan dalam 4 macam yaitu berikut ini:
a.  Norma agama,yaitu norma yang berasal dari Tuhan melalui para nabi untuk disampaikan kepada umat manusia.
b. Norma Kesusilaan,yaitu norma yang berasal dari hati nurani manusia yang biasanya ditampakkan orang sesuai dengan keyakinan terhadap agama.
c.  Norma kesopanan,yaitu norma yang berasal dari pergaulan masyarakat.
d. Norma Hukum,yaitu norma yang dibuat oleh pemerintah demi terciptanya kehidupan bermasyarakat.
4. Sosialisasi Dalam Keluarga
Sosialisasi bagi manusia berlangsung terus selama dia hidup yaitu sejak ia dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Setidaknya siklus kehidupan manusia ditentuka oleh beberapa masa yaitu masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa, masa tua, dan masa kematian.
a. Sosialisasi pada masa kanak-kanak
Orang tua memilki kewajiban kepada anak-anaknya tentang segala hal. Kewajiban ini merupakan bentuk peran orang tua merupakan bentuk peran orang tua dalam sosialisasi. Pada masa kanak-kanak orang tua merupakan agen tunggal bagi anak dalam bersosialisasi.Proses sosialisasi pada tahap ini digambarkan melalui konsep A-G-I-L yang diperkenalkan Talcott Parsons dalam menganalisis tindakan sosial. (adaption), (goal attainment), (integration), dan (latent).
b. Sosialisasi pada masa remaja
Pada masa ini seseorang berada pada masa transisi,yaitu meninggalkan masa kanak-kanak dan memasuki usia remaja. Masa ini disebut juga sebagai reverse socialization, yaitu orang lebih muda dapat menggunakan pengaruh mereka kepad orang yang lebih tua. Dengan kata lain recerse socialization berarti orang yang seharusnya disosialisasikan tetapi justru menyosialisasikan. Agen sosialisasi pada masa remaja bukan lagi orang tua melainkan bteman sebaya,kelompok sepermainan dan mungkin juga lawan jenisnya.
c. Sosialisasi pada Masa Dewasa
Proses sosialisasi dialami oleh orang dewasa pada saat mereka mendapatkan peran yang baru, bagi orang dewasa, peran baru itu dapat berupa mendapatkan pekerjaan, menikah, peran baru itu dapat berupa mendapatkan pekerjaan, menikah, dan memilki anak. Tiga bentuk peran itu menuntut seseorang melakukan pembelanjaran.Semua peran baru ini menuntut orang dewasa memulainya lagi dari nol sebab ia belajar bersosialisasi kembali.
d. Sosialisasi pada Masa Tua
Orang lanjut usia sama seperti seorang remaja yang mengalami transisi, yaitu  dari masa orang tua yang produktif ke masa menuju kematian. Pada masa ini ia juga banyak bergantung dengan anak atau saudara-saudaranya. Proses sosialisasi bagi mereka dilakukan secara bertahap.
Peran Orang Tua dalam sosialisasi, dalam situasi normal pihak pertama yang dihubungi seorang anak adalah ibunya. Hubungan denga ibu pada tahun pertama lebih erat dibandingkan dengan hubungan terhadap ayah. Semakin anak tumbuh besar pengendalian atau pengawasan dari orang tua perlu semakin ditingkatkan. Pertama-tama perlu disadari bahwa cara pengendalian diri tidak semata-mata terdiri dari paksaan, hukuman, dan seterusnya.
Arti sesungguhnya pengendalian sosial adalah jauh lebih luas yaitu meliputi segala proses baik yang direncanakan atau tidak yang bersifat mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga masyarakatagar mematuhi kaidah dan nilai sosial yang berlaku. Wujud pengendalian sosial dalam keluarga dapat berupa terapi ataupun konsiliasi. Adapun wujudnya dalam masyarakat adalah konsiliasi ditambah dengan pemidanaan dan kompensasi. Terapi dan konsiliasi sifatnya remedial, artinya bertujuan mengembalikan situasi pada keadaan semula yakni sebelum terjadinya perkara atau sengketa.
Hubungan sosial dalam sosiologi senantiasa menggunakan konsep interaksi sosial. Interaksi memegang peranan penting buntuk mengetahui hubungan individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan individu, dan kelompok dengan kelompok. Hubungan suatu individu dan kelompok biasanya dialakukan dengan kontak sosial dan komunikasi. karena kedua hal itu adalah syarat terjadinya interaksi social.
Uraian mengenai hubungan dalam keluarga dalam bagian ini menggunakan pendekatan interaksionisme melalui suati konsep  interaksi sosial dan dampak yang ditimbulkannya.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari analisis di atas, dapat penulis simpulkan beberapa hal, antara lain :
1. Keluarga merupakan lembaga yang memiliki peranan penting dalam proses alih kebudayaan, di mana keluarga adalah elemen terkecil dan fundamental dalm pendidikan seorang individu. Serta memiliki fungsi yang sangat baik.
2. Keluarga, baik ditinjau secara genetis maupun secara kultural, memiliki sistem interaksi tersendiri yang membuat keluarga sebagai lembaga dapat memasuki struktur dan lapisan sosial di masyarakat.
3. Masalah keluarga, seperti kekerasan terhadap anak dan kekerasan terhadap isteri yang dikategorikan sebagai perilaku kriminal sudah seharusnya dijadikan isu publik sehingga persoalan kekerasan dalam keluarga ini jika telah melampaui batas dapat memasuki ranah hukum. Akan tetapi, perlu diingat bahwa kemelut internal keluarga sebaiknya tidak dimasukkan ke ranah hukum secara terburu-buru, namun harus diselesaikan dulu secara internal dalam keluarga itu sendiri.
Fungsi keluarga sebagaimana yang disebutkan oleh Horton & Hunt (1984), seyogianya diperhatikan oleh keluarga beserta aturan-aturan yang mengkhususkannya.
B. Saran Penulis
Dari beberapa penjelasan serta landasan teoritis mengenai keluarga, maka penulis menyarankan kepada pembaca, bahwa suatu lembaga keluarga adalah lembaga sosial yang lebih baik dari pada lembaga lainnya. Karena didalamnya memiliki manfaat yang sangat baik.
Oleh karena itu, maka kita sebagai anggota keluarga yang termasuk kedalam unit terkecil dari masyarakat harus mampu dalam memanfaatkan lembaga keluarga dengan baik serta mengatur berbagai penyimpangan seperti perceraian dsb.





DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahnya. Madinah : Khadim al-Haramain asy-Syarifain Raja Fahd.

Dirdjosisworo, Soedjono, 1973. Pengantar Sosiologi. Bandung : Penerbit Alumni.

Echols, John M. dan Hassan Shadily, 1989. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: Gramedia.

_________________________________, 1989. Kamus Indonesia-Inggris. Jakarta: Gramedia.

Giddens, Anthony. 2000. The Third Way: Jalan Ketiga Pembaruan Demokrasi Sosial. Jakarta: Gramedia.

Horton, Paul B. dan Chester L. Hunt, 1996. Sosiologi Edisi Keenam (Alih bahasa oleh Aminudin Rahman dan Tito Sobari). Jakarta : Penerbit Erlangga.

Mu’in, Idianto, 2004, Sosiologi SMA Kelas X. Jakarta : Erlangga.

________________, Sosiologi SMA Kelas XI. Jakarta : Erlangga.

Mulyadi, Seto, 2006. Kekerasan Pada Anak. Artikel dimuat di Kompas, 14 Januari 2006.

Polak, J.B.A.F Mayor, 1960, Sosiologi Suatu Buku Pengantar Ringkas. Malang : Ichtiar.

Saptono dan Bambang Suteng. 2007. Sosiologi untuk SMA Kelas XII.Jakarta: Phibeta.

Setiawan, Benni, 2003. Hentikan Tindak Kekerasan Terhadap Anak. Artikel dimuat di Koran Surya, 24 Maret 2007.

Shadily, Hassan. 1993. Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Sitohang, Nur Asnah, 2004. Asuhan Keperawatan Pada Anak Child Abuse.Medan : USU Digital Library.

Soekanto, Soerjono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT. Raja Grafindo.

Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Indonesia.

Suryadi, 2007. Kekerasan Pada Anak, Kapan Berakhir? Artikel dimuat di Banjarmasin Post.

Pikiran Rakyat, 24 Maret 2006

Undang-Undang RI No. 23 Th. 2002


LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA
Wawancara ini penulis menyediakan lima pertanyaan yang ditanyakan langsung kepada keluarga Bapak Omon Sulaeman di kota Cirebon.
1.      Apakah bapak sudah menikah?
2.      Bagaimana menurut bapak tentang keluarga bapak ?
3.      Bagaimana menurut bapak mengenai kondisi anak-anak bapak yang semakin dewasa?
4.      Bagaimana menurut bapak mengenai fungsi dari adanya lembaga keluarga?
5.      Adakah impian bapak terhadap keluarga bapak ?

HASIL WAWANCARA
Nama narasumber       :           Bapak Omon Sulaeman
Tanggal wawancara    :           Rabu, 19 Mei 2015
Tempat wawancara     :           Di tempat kediaman bapak Omon Sulaeman
Pewawancara              :           Imam Nurkholis
Topik Wawancara       :           Pencemaran Udara
1.      Ya, saya sudah menikah dari sejak tahun 1992
2.      Mengenai keluarga saya sendiri, saya berkeluarga dengan keadaan yang baik dan berkecukupan, baik dari peran istri saya juga dari anak-anak saya.
3.      Menurut saya keadaan anak saya yang semakin dewasa ini, saya merasa bangga ketika anak-anak menuruti orang tuanya. Selain itu, khawatir juga dengan lingkungan yang takutnya membawa kepada hal yang tidak baik pada anak-anak saya.
4.      Menurut saya bahwa lembaga keluarga ini merupakan bagian dari lembaga sosial yang fungsinya mengatur dalam keluarga. Lembaga ini menurut saya baik, karna dapat membantu kepada orang yang berkeluarga dalam menjalankan keluarganya.
5.      Impianya ingin menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, dan warohmah begitupun kepada anak-anak kelak berkeluarga.
LAMPIRAN
KISI – KISI PENELITIAN
PENCEMARAN UDARA AKIBAT ASAP KENDARAAN
( Study lapangan jalan CSB kota Cirebon )


No
Masalah
Sub Masalah
Responden
Keterangan
1
Lembaga Keluarga
1.      Penjelasan tentang lembaga keluarga
2.      Fungsi-fungsi dari keluarga
3.      Bentuk-bentuk dari lembaga keluarga
keluarga (Bpk. Omon Sulaeman)


Kepala keluarga












[1] Ibid. Hal 45
[2] Saptono dan Bambang Suteng. 2007. Sosiologi untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Phibeta.hal56
3Mu’in, Idianto, 2004, Sosiologi SMA Kelas X. Jakarta : Erlangga.hal 70
[4] Ibid. Hal 34
makalah Lembaga keluarga , Pada: 14:38



Share to

Facebook Google+ Twitter

Related with makalah Lembaga keluarga :

Tags: #Kumpulan Makalah Posted by Anonymous at 14:38

0 comments :

Post a Comment

« Next Prev »
  • Beranda

Labels

  • KUMPULAN LAPORAN PPL
  • Kumpulan Makalah
  • kumpulan proposal
  • Kumpulan Proposal Skripsi
Copyright © 2016 Blog Al Imam All Rights Reserved | Sonic SEO Template