Nama
: Imam
Nurkholis
Fak/Jur : T.IPS/B Semester 2
Mata
Kuliah : Pengantar Studi
Al-Qur’an
Tugas Mandiri :
Meresume materi Bab Pembahasan Mukjizat
Dosen
Pengampu : Dr. Hj. Nunung
Nuriyah, M.Ag.
1.
Pengertian
I’jaz
I’jaz
(kemukjizatan) adalah menetapkan kelemahan. Kelemahan menurut pengertian umum
ialah ketidakmampuan mengerjakan sesuatu, lawan dari kemampuan. Apabila
kemukjizatan telah terbukti, maka nampakklah kemampuan mu’jiz (sesuatau yang melemahkan). Yang dimaksud dengan i’jaz dalam pembicaraan kali ini ialah
menampakkan kebenaran Nabi dalam pengakuannya sebagai seorang Rasul dengan
menampakkan kelemahan orang arab untuk menghadapi mukjizatnya yang abadi, yaitu
Al-qur’an, dan kelemahan generasi-generasi sesudah mereka. Dan mu’jizat adalah sesuatu hal luar biasa
yang disertai tantangan dan selamat dari perlawanan.
Manna’ Al-Qhathan
mendefinisikan mu’jizat yaitu:
“Suatu kejadian yang keluar dari kebiasaan, disertai dengan unsur tantangan,
dan tidak akan dapat ditandingi.”
2. Apa kemukjizatan
Al-Qur’an?
Al-Quranul Azhim
adalah kalamullah yang bernilai mukjizat bagi makhluk, baik uslub dan
nazhamnya, keindahan penjelasannya, ilmu-ilmu dan hukum yang terkandung
didalamya, pengaruh petunjuknya, dan cermatnya menyebabkan hal-hal gaib yang
sudah lampau atau yang akan datang. Para ulama telah datang membuktikan
rahasia-rahasia menjelasan dari berbagai segi kemukjizatan Al-Quran setelah
mereka mempunyai petunjuk dan bukti. Seluruh orang arab serta ahli bahasa dan
bayan telah bersepakat bahwa Al-Qura itu sendiri telah merupakan mukjizat,
yaitu bahwa kemukjizatan Al-Quran terletak pada kepasihan lafalnya, keindahan
keterangannya, dan uslubnya yang mampunyai gaya tersendiri yang sama sekali tidak
bisa di tiru baik dari bentuk prosa atau sair. Bahkan lebih dari itu, Al-Quran
menyajikan lafal yang memikat yang nampak jelas pada aturan suara, bagusnya
bahasa, dan keindahan yang menghanyutkan.
3. Bukti Historis
Kegagalan Menandingi Al-Qur’an
Belum ada dalam sejarah manusia, seorang penulis penuh
kemampuan yang dimilikinya berani mengajukan tantangan seperti Al-Qur’an. Dan
penulis manapun tidak mungkin dapat menghasilkan suatu karya yang tidak dapat
ditantang oleh penulis lain, atau bahkan mungkin karya lain itu akan lebih
baik. Dalam bidang apapun setiap produk manusia, mungkin saja ditandingi oleh
manusia yang lain. Maka jika ada sesuatu yang tidak dapat ditandingi oleh
manusia tentu bukan produk manusia dan sekaligus membuktikan bahwa sesuatu
tersebut berasal dari Tuhan yang tidak mungkin ditandingi oleh siapapun.
Dalam Al-Qur’an disebutkan adanya pernyataan tegas yang
menyatakan tantangan kepada manusia yang meragukan akan kebenarannya untuk
membuat yang serupa dengan Al-Qur’an, atau membuat 10 surat saja atau bahkan 1
surat saja.
Untuk menjawab penolakan orang Quraisy terhadap Al-Qur’an
sebagai wahyu Allah, Al-Qur’an menantang mereka dengan tahapan-tahapan sebagai
berikut:
a. Mendatangkan
semisal Al-Qur’an
Firman
Allah SWT :
قُلْ لَئِنِ اجْتَمَتِ اْلاِنْسُ وَالجِنُّ عَلى اَنْ
يَاْتُوْابِمِثْلِ هَذَا الْقُرْاَنِ لَأَيَأْتُوْنَ بِمِثْلِهِ وَلَوْكَانَ
بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيْرًا.
Artinya:
“Katakanlah,
sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur’an
ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun
sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain”.
(Q.S. Al-Isra: 88).
Pernyataan tersebut dibuktikan oleh
fakta sejarah, yaitu peristiwa yang terjadi pada Ibnul Muqaffa,
sebagaimana diungkapkan oleh seorang orientalis, Wallacestone, dalam
bukunya Mohammad: His Life Doctrin. Peristiwa itu, demikian Wallacestone,
terjadi ketika sekelompok orang Zindik dan tidak beragama tidak senang melihat
pengaruh Al-Qur’an terhadap masyarakat. Mereka memutuskan untuk menjawab
tantangan-tantangan Al-Qur’an. Untuk itu, mereka menawarkan kepada Abdullah
Ibnul Muqaffa (wafat 727 M), seorang sastrawan besar dan penulis terkenal
agar bersedia membuat karya tulis semacam tawaran tersebut. Ia berjanji akan
menyelesaikan tugas itu dalam waktu satu tahun. Sebagai imbalannya, mereka
harus menanggung semua biaya Abdullah selama setahun itu.
Setelah berjalan setengah tahun,
kaum atheis dan Zindik itu mendatangi Ibnul Muqaffa,
mereka ingin mengetahui sampai sejauh mana hasil yang dicapai sastrawan
tersebut dalam menghadapi tantangan Al-Qur’an. Pada waktu memasuki kamar
sastrawan asal Persia ini, mereka menemukan Ibnul Muqaffa sedang duduk
memegang pena, tenggelam dalam alam pikirannya. Kertas-kertas tulis yang telah
ditulisi.
Penulis terkenal ini telah
mencurahkan segenap kemampuannya untuk menjawab tantangan Al-Qur’an, tapi ia
tidak berhasil dan menemui jalan buntu. Akhirnya ia mengakui kegagalannya. Rasa
malu dan kesan menguasai dirinya, sebab lebih dari setengah tahun
Ia
berusaha keras menulis semisal Al-Qur’an, namun tidak satu ayat pun yang
dihasilkannya. Ibnul Muqaffa akhirnya memutuskan perjanjian dan menyerah
kalah.
b. Mendatangkan
sepuluh surat yang menyamai surat-surat yang ada dalam Al-Qur’an
Firman
Allah SWT :
اَمْ يَقُوْلُوْنَ
افْتَرَاهُ قُلْ
فَأْتُوْابِعَشْرِسُوَرٍمِثْلِهِ مُفْتَرَيَتٍ وَادْعُوْامَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ
دُوْنِ اللهِ اِنْ كُنْتُمْ صَدِقِيْنَ.
Artinya
:
“Bahkan mereka mengatakan “Muhammad
telah membuat-buat Al-Qur’an itu”. Katakanlah (“Kalau demikian), maka
datangkanlah sepuluh surat yang dibuat-buat untuk menyamainya, dan panggillah
orang-orang yang kamu anggap sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu
memang orang-orang yang benar”.(QS. Hud: 13).
Meskipun hanya sepuluh surat, namun
ternyata tak ada seorang pun yang dapat melakukannya. Peristiwa Abdullah bin
Al-Muqaffa di atas merupakan salah satu contoh ketidak mampuan manusia
tersebut.
c. Mendatangkan
satu surat
Firman
Allah SWT :
اَمَ يَقُوْنَ افْتَرَهُ
قُلْ فَأْتُوْابِسُوْرَةٍ مِّثْلِهِ وَادْعُوْامَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُوْنِ
اللهِ اِنْ كُنْتُمْ صَدِقِيْنَ.
Artinya:
“Atau (patutkah) mereka mengatakan,
“Muhammad membuat-buatnya”. Katakanlah, “(Kalau benar yang kamu katakan itu),
maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang
dapat kamu panggil (untuk membuat-buatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang
yang benar”. (QS. Yunus:
38).
Memang banyak di antara
pemimpin-pemimpin dan ahli sastra Arab yang mencoba dan meniru Al-Qur’an bahkan
kadang-kadang ada yang mendakwahkan dirinya jadi Nabi seperti Musailamah
Al-kazzab, Thulaihah, Habalah bin Ka’ab dan lain-lain. Tetapi mereka itu
semuanya menemui kegagalan, bahkan mendapat cemooh dan hinaan dari masyarakat.
Sebagai contoh kami nukilkan di bawah ini kata-kata Musailamah Al-Kazzab yang
dianggapnya dapat menandingi sebagian ayat-ayat Al-Qur’an:
يَاضِفْدَعُ بِنْتَ
ضِفْدَعَيْنِ نَقِّيْ مَا تُنَقِّيْنَ اَعْلاَ كِ فِي الْمَاءِ وَاَسْفَلَكِ فِي
الطِّيْنِ
Artinya:
“Hai katak(kodok) anak dari dua katak. Bersihkanlah
apa-apa yang akan engkau bersihkan, bagian atas engkau di air dan bagian bawah
engkau di tanah”.
Syekh
Muhammad Abduh dalam kitabnya “Rasalatut-Tauhid” menerangkan bagaimana
ketinggian dan kemajuan bahasa di masa turunnya Al-Qur’an: “Al-Quran diturunkan
pada masa yang telah sepakat ahli-ahli riwayat mengatakan, bahwa masa itu
adalah masa yang amat itu banyak sekali terdapat ahli sastra dan ahli-ahli
pidato”.
Berikut
ini beberapa ulama berpendapat tentang segi-segi kemukjizatan Al-Qur’an:
Ø Menurut
Al-Jahidz, Al-Jurjarni, dan Abd. Qahir Al-Jurjani,bahwa kemukjizatan Al-Qur’an
hanya pada susunan lafal-lafalnya saja.
Ø Menurut
Muh. Ismail Ibrahim, Az-Zamakhsyari dan Fahnur Razi, bahwa kemukjizatan
Al-Qur’an hanya pada keilmiahannya saja.
Ø Menurut
Imam Qurtubi, bahwa kemukjizatan Al-Qur’an karena uslubnya lain dari yang lain,
susunannya indah, adanya berita kejadian-kejadian yang akan terjadi dan lain
sebagainya.
Ø Menurut
Ar-Zarqani, bahwa kemukjizatan Al-Qur’an ada pada keindahan bahasa dan
uslub-uslubnya, berisi beberapa ilmu pengetahuan, memenuhi semua hajat manusia,
adanya berita gaib dan lain-lainnya.
4.
Aspek-Aspek
Kemukjizatan Al-Qur’an
Berikut ini adalah
beberapa pendapat dan pandangan para ulama mengenai kemukjizatan Al-Qur’an
yaitu:
1.
Abu Ishaq
Ibrahiman-nizam dan pengikutnya dari kaum syi’ah seperti al-murtada
berpendapat, kemukjizatan al-qur’an adalh dengan cara sirfah (pemalingan). Arti dari sirfah
dalam pandangan an-nizam yaitu bahwa Allah memalingkan orang-orang arab untuk
menantang al-qur’an padahal sebenarnya
mereka mampu menghadapinya. Sedang sirfah
menurut pandangan al-murtada yaitu bahwa Allah telah mencabut dari mereka
ilmu-ilmu yang diperlukan untuk menghadapi al-qur’an agar mereka tidak mampu
membuat yang seperti al-qur’an.
2.
Satu golongan
ulama berpendapat, al-qur’an itu mukjizat dengan balagah-nya yang mencapai tingkat tinggi dan tidak ada
bandingannya.
3.
Sebagian mereka
berpendapat, segi kemukjizatan al-qur’an itu ialah mengandung badi’ yang sangat unik dan berbeda
dengan apa yang telah dikenal dalam perkataan orang arab, seperti fasilah dan maqta.
4.
Golongan lain
berpendapat kemukjizatan al-qur’an itu terletak pada pemberitaannya tentang
hal-hal yang ghaib yang akan datang yang tidak dapat diketahui kecuali dengn
wahyu, dan pada penberitaannya tentang hal-hal yang sudah terjadi sejak masa
penciptaan makhluk.
5.
Satu golongan
berpendapat, al-qur’an itu berpendapat karena ia mengandung bermacam-macam ilmu
dan hikmah yang sangat dalam.
5.
Kemukjizatan
Bahasa
Para
ahli bahasa Arab telah menekuni ilmu bahasa ini dengan segala variasinya sejak
bahasa itu tumbuh sampai remaja dan mekar dan menjadi raksasa perkasa yang
tegar dalam masa kemudaannya. Mereka mengubah puisi dan prosa, kata-kata bijak
dan masal yang tunduk pada aturan bayan dan diekspresikan dalam
ushlub-ushlubnyayang memukau, dalam gaya hakiki dan majazi (metafora), itnab,
dan ijaz, serta tutur dan ucapanya. Meskipun bahasa itu telah meningkat dan
tinggi tetapi dihadapan Al-Qur’an, dengan mukjizat bahasanya, ia menjadi
pecahan-pecahan kecil yang tunduk dn menghormat dan takut terhadap uslub
Qur’an. Sejarah bahasa arab tidak pernah mengenal suatu masa dimana bahasa berkembang
dengan pesatnya melainkan tokoh-tokoh dan guru-gurunya bertekuk lutut di
hadapan bayan qur’ani, sebagai manifestasi pengakuan akan ketinggiannya dan
mengenali misteri-misterinya. Hal ini tidaklah mengherankan, sebab “itulah
sunnah Allah dalam ayat-ayat yang dibuat dengan kedua tangan-Nya. Semakin anada
mengenali dan mengetahui rahasia-rahasianya, akan semakin tunduk pula pada
kebesarannya dan semakin yakin akan kemukjizatannya. Ini sangat berbeda dengan
karya-karya makhluk. Pengetahuan tentang rahasia-rahasianya akan menjadikan
anda menguasainya dan membukakan bagi anda jalan untuk menambahnya. Atas dasar
itulah tukang-tukang sihir fir’aun adalah orang yang pertama-tama beriman
kepada Tuhan Musa dan Harun.”
Kurun
waktu terus silih berganti melewati ahli-ahli bahasa arab, tetapi kemukjizatan
al-qur’an tetap segar bagai gunung yang menjulang tinggi. Di hadapannya semua
kepala bertekuk lutut dan tunduk, tidak terpikirkan untuk mengimbanginya,
apalagi mengunggulinya, karena terlalu lemah dan tidak bergairah menghadapi
tantangan berat ini, dan senantiasa akan tetap demikian keadaannya sampai hari
kiamat.
Orang
Arab tidak mempunyai kalam yang mencakup fasahah, garabah (keanehan), rekayasa
yang indah, makna yang halus, faedah yang melimpah, hikmah yang meruah,
keserasian balagah dan keterampilan bara’ah sebanyak dan dalam kadar seperti
itu. Kata-kata hikmah (bijak) mereka hanyalah beberapa patah kata dan sejumlah
lafaz. Dan para penyairnya pun hanya mampu menggubah beberapabuah sidah. Itu
pun mengandung kerancuan dan kontradiksi serta pemaksaan dan kekaburan.
Sedangkan al-qur’an yang sedemikian banyak dan panjang ke-fasahah-annya
senantiasa indah dan serasi, sesuai dengan apa yang digambarkan Allah :
اللَّهُ
نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُتَشَابِهًا مَثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ
جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ
إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ ذَلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ
يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ
Artinya
: “Allah telah menurunkan perkataan yang
paling baik (yaitu) Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang,
gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian
menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah.” (QS.
Az-Zumar: 23). Dan
أَفَلَا
يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآَنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا
فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
Artinya : “Dan
sekiranya Qur’an bukan dari Allah tentulahmereka mendapatkan pertentangan yang
banyak di dalamnya.” (An-Nisa: 82).
Dalam
ayat ini Allah memberitahukan bahwa perkataan manusia itu jika banyak, maka
akan terjadi kontradiktif di dalamnya dan akan nampak pula kekacauannya.
Betapa
menakjuban rangkaian Qur’an dan betapa indah susunannya. Tak ada kontradiksi
dan perbedaan di dalamnya, padahal ia membeberkan banyak segi yang dicakupnya,
seperti kisah dan nasihat, argumentasi, hikmah dan hukum, tuntutan dan
peringatan, janji dan ancaman, kabar gembira dan berita duka, serta akhlak
mulia, pekerti tinggi, prilaku baik, dan sebagainya.
6.
Kemukjizatan
Ilmiah
Kemukjizatan
ilmiah Qur’an bukanlah terletak pada pencakupannya akan teori-teori ilmiah yang
selalu baru dan berubah serta merupakan hasil usaha manusia dalam penelitian
dan pengamatan. Tetapi ia terletak pada dorongannya untuk bepikir dan
menggunakan akal. Qur’an mendorong manusia agar memperhatikan dan memikirkan
alam. Ia tidak mengebiri aktivitas dan kreatifitas akal dalam memikirkan alam
semesta, atau menghalanginya dari penambahan ilmu pengetahuan yang dapat
dicapainya, dan tidak ada sebuah pun dari kitab-kitab agama terdahulu
memberikan jaminan demikian seperti yang diberikan oleh Al-Qur’an.
Semua
persoalan atau kaidah ilmu pengetahuan yang telah mantap dan menyakinkan,
merupakan manifestasi dari pemikiran valid yang dianjurkan al-qur’an, tidak ada
pertentangan sedikitpun dengannya. Ilmu pengetahuan telah maju dan telah banyak
pula masalah-masalahnya, namun apa yang telah tetap dan mantap daripadanya
tidak bertentangan dengan salah satu ayat-ayat al-qur’an dan ini saja telah menampakkan
kemukjizatan.
Dalam
al-qur’an terdapat isyarat ilmiah yang diungkapkan dalam konteks hidayah.
Misalnya perkawinan tumbuhan itu ada yang zati dan ada yang khalti. Yang
pertama, ialah tumbuh-tumbuhan yang bunganya telah mengandung organ jantan dan
betina. Dan yang kedua ialah tumbuh-tumbuhan yang organ jantannya terpisah dari
organ betina, seperti pohon kurma, sehingga perkawinannya melalui perpindahan.
Dan di antara sarana pemindahannya adalah angin. Penjelasannya terdapat dalam
QS. Al-Hijr: 22
وَأَرْسَلْنَا
الرِّيَاحَ لَوَاقِحَ فَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَسْقَيْنَاكُمُوهُ
وَمَا أَنْتُمْ لَهُ بِخَازِنِينَ
Artinya:Dan
Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan)”.
7.
Kemukjizatan
Tasyri’
Allah meletakan dalam diri manusia banyak garizah (naluri) yang bekerja di dalam
jiwa dan mempengaruhi kecenderungan-kecenderungan hidupnya. Jika akal sehat
dapat menjaka pemiliknya dari ketergelinciran, maka arus kejiwaan yang
menyimpang akan mengalahkan kekuasaan akal, sehingga akal bagaimanapun tidak
akan sanggup menahan luapnya. Oleh karena itu untuk meluruskan manusia di
perlukan pendidikan khusus bagi garizah-garizah-nya,
yang dapat mendidik, mengembangkan serta membimbingnya kearah kebaikan dan
keberuntungan.
Manusia pada dasarnya dalah makhluk social. Dalam
memenuhi kebutuhannya ia memerlukan orang lain dan orang lain pun
memerlukannya. Kerjasama antarsesama manusi merupakan tuntunan yang diharuskan
oleh peradaban manusia. Akan tetapi sering kali manusia berlaku zalim terhadap
sesamanya, terdorong oleh kecintaan diri dan rasa ingi berkuasa.
Antara pendidikan individu dengan kebaikan kelompok
terdapat hubungan kuat yang tidak dapat dipisahkan, karena keduanya saling
berkaitan. Kebaikan individu tercapai karena kebaikan kelompok dan kebaikan
kelompok pun terpenuhi di sebabkan kebaikan individu. Umat manusia telah
mengenal di sepanjang masa sejarah berbagai macam doktrin, pandangan, system
dan tasyri (perundang-undangan) yang bertujuan tercapainya kebahagiaan individu
didalam masyarakat yang utama, namuntidak satupun daripadanya yang mencapai
keindahan dan kebesaran seperti yang dicapai Quran dalam kemujizatan tasyri-nya.
Quran memulai dengan pendidikan individu karena
individu merupakan batu-batu masyarakat dan menegakan pendidikan individu di
atas penyucian jiwa dan rasa pemikulan tanggung jawab. Quran menyucikan jiwa
seorang muslim dengan akidah tauhid yang menyelamatkannya dari kekuasaan khurafatdan wahab dan memecahkan belenggu hawa nafsu dan syahwat, agar ia
menjadi hamba Allah yang ikhlas yang hanya tunduk kepada Tuhan, pencipta yang
disembah. Quran juga menanamkan rasa tinggi hati kepada selain dia, sehingga
tidak membutuhkan makhluk nelainkan khalik yang mempunyai kesempurnaan mutlak
dan telah memberikan kebaikan kepada seluruh makhluk-Nya.seperti dalam firman
Allah :
قُلْ
هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2)
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا
أَحَدٌ (4)
Artinya :“Dialah
khalik yang tunggal, Tuhan yang maha Esa, Yang pertama dan Yang Terakhir, Mahakuasa
atas segala sesuatu, Maha tau dan meliputi segalanya, serta tidak ada sesuatu
pun serupa dengan-Nya.” (Q.S. Al-Ikhlas ayat, 1-4)
8.
Syarat-syarat
mukjizat Tuhan
Para ulama telah memperingatkan bahwa setiap mukjizat
pasti mempunyai lima syarat. Jika tidak mempenuhi satu syarat saja, tidak bisa
dinamakan mukjizat adapun syarat tersebut adalah :
a. Berupa
sesuatu yang hanya mampu diciptakan Allah SWT.
b. Berupa
sesuatu yang aneh dan keluar dari hukum alam.
c. Merupakan
saksi kebenaran pengkuan orang yang mengaku dirinya sebagai Rasul.
d. Ia
bersetuju dengan seruan atau pengakuan seorang Nabi yang menantang dengan
mukjizat itu.
e. Tidak
seorangpun mampu menciptakan serupa mukjizat itu sebagai tandingan.
Jika
lima syarat itu terpenuhi, maka perkara yang luar biasa itu adalah mukjizat dan
sekaligus menunjukan kenenaran orang yang menyeri dimana ia mampu mneciptakan
mukjizat itu. Jika tidak terpenuhi, berarti bukan mukjizat dan tidak menunjukan
kebenaran orang yang mengaku.
Mengenai
syarat yang pertama, jika ada seseorang datang pada zaman yang mukngkin
kedatangan Rasul, ia mengaku dirinya sebagai Rasul dan menjadikan kemampuannya
makan, minum, duduk dan berdiri, serta berpidah dari satu tempat ke tempat lain
sebagai mukjizat, ,aka itu bukan mukjizat dan tidak menunjukan kebenaran
pengakuannya. Karena ada mkhluk yang mampu berbuat seperti itu. Sedangkan
dinamakan mikjizat harus dari sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh manusia,
seperti membelah lautan, membelah bulan, dan menghidupkan orang mati atau
semacamnya.
Mengenai
syarat yang kedua, harus berupa sesuatu yang luar biasa, kalau ada seorang mengaku
sebagai Naabi ddan berkata: “Mukjizatku adalah menerbitkan matahari dari timur,
mebenamkannya di barat dan disiang datang setelah malam”. Maka pengakuannya itu
tidak benar. Karena meskipun hal itu termasuk sesuatu yang hanya mampu
dilakukan oleh Allah SWT. Namun Allah SWT tidak menciptakannya untuk maksud itu
bahkan telah ada sebelumya. Maka di situ tidak menunjukan kebenarannya
pengakuannya.
Mengenai
syarat yang ketiga harus berupa sesuatu yang bisa di jadikan sebagai saksi
seseorang yang mengaku Nabi dan bisa di dapat sewaktu-waktu di minta untuk
membenarkan pengakuannya. Kalau seseorang mengaku Nabi dan mukjizatnya adaah
mengubah benda menjadi hewan atau manusia, tapi dia tidak bisa membalikannya,
maka tidak menunjukan kebenaran pengakuannya.
Mengenai
syarat yang keempat mikjizat itu terjadi sesua dan menguatkan seruan, bukan
menyimpan atau mendustakankepadanya. Diceritakan: Musailamatul kadzdzab pernah
diminta oleh para sahabatnya untuk meludah disumur agar airnya bertambah
banyak. Tapi justru sebaliknya, sumur itu mongering. Makah al itu menunjukan
kebohongannya.
Adapun
syarat yang kelima, mukjizat itu tidak tertandingi jika tertandingi, berarti
tidak mukjizat dan tidak menunjukan kebenaranya orang yang memilikinya. Jadi,
seandainya ada orang mampu membelah lautan atau membelah bulan, itu tidak
termasuk mukjizat. Oleh sebab itu, Allah ‘Azza wa jalla berfirman :
فَلْيَأْتُوا
بِحَدِيثٍ مِثْلِهِ إِنْ كَانُوا صَادِقِينَ (34)
Artinya : “Hendaklah
mereka mendapatkan berita semisal Al-Quran jika mereka orang-orang yang benar
(Q.S Ath-Thur ayat, 34).
Daftar
Pustaka
Hermawan, Acep. 2011. Ulumul Quran. Cet. I; Bandung: Remaja Rosdakarya.
Yusuf, Kadar M. 2009. Studi Al-Quran. Cet. I; Jakarta: Amzah.
Anwar, Abu. 2002. Ulumul Quran SebuahPengantar. Cet. I; Jakarta: Amzah.
Ali Ash-Shabuni, Muhammad. 2001. Ikhtisar Ulumul QuranPraktis. Cet. I;
Jakarta: Pustaka Amani.
Anwar, Rosihon. 2013. Ulum Al-Quran. Cet. V; Bandung: Pustaka Setia.