Blog Al Imam

  • Home
  • Kumpulan Makalah
  • 404
Home » Tanpa kategori » Materi Ulumul Qur'an Bab Mukjizat

Materi Ulumul Qur'an Bab Mukjizat





Nama                            : Imam Nurkholis
Fak/Jur                         : T.IPS/B Semester 2
Mata Kuliah                 : Pengantar Studi Al-Qur’an
Tugas Mandiri              : Meresume materi Bab Pembahasan Mukjizat
Dosen Pengampu          : Dr. Hj. Nunung Nuriyah, M.Ag.


1.     Pengertian I’jaz
I’jaz(kemukjizatan) adalah menetapkan kelemahan. Kelemahan menurut pengertian umum ialah ketidakmampuan mengerjakan sesuatu, lawan dari kemampuan. Apabila kemukjizatan telah terbukti, maka nampakklah kemampuan mu’jiz (sesuatau yang melemahkan). Yang dimaksud dengan i’jaz dalam pembicaraan kali ini ialah menampakkan kebenaran Nabi dalam pengakuannya sebagai seorang Rasul dengan menampakkan kelemahan orang arab untuk menghadapi mukjizatnya yang abadi, yaitu Al-qur’an, dan kelemahan generasi-generasi sesudah mereka. Dan mu’jizat adalah sesuatu hal luar biasa yang disertai tantangan dan selamat dari perlawanan.
Manna’ Al-Qhathan mendefinisikan mu’jizat yaitu:

“Suatu kejadian yang keluar dari kebiasaan, disertai dengan unsur tantangan, dan tidak akan dapat ditandingi.”

2.     Apa kemukjizatan Al-Qur’an?
          Al-Quranul Azhim adalah kalamullah yang bernilai mukjizat bagi makhluk, baik uslub dan nazhamnya, keindahan penjelasannya, ilmu-ilmu dan hukum yang terkandung didalamya, pengaruh petunjuknya, dan cermatnya menyebabkan hal-hal gaib yang sudah lampau atau yang akan datang. Para ulama telah datang membuktikan rahasia-rahasia menjelasan dari berbagai segi kemukjizatan Al-Quran setelah mereka mempunyai petunjuk dan bukti. Seluruh orang arab serta ahli bahasa dan bayan telah bersepakat bahwa Al-Qura itu sendiri telah merupakan mukjizat, yaitu bahwa kemukjizatan Al-Quran terletak pada kepasihan lafalnya, keindahan keterangannya, dan uslubnya yang mampunyai gaya tersendiri yang sama sekali tidak bisa di tiru baik dari bentuk prosa atau sair. Bahkan lebih dari itu, Al-Quran menyajikan lafal yang memikat yang nampak jelas pada aturan suara, bagusnya bahasa, dan keindahan yang menghanyutkan.

3.     Bukti Historis Kegagalan Menandingi Al-Qur’an
            Belum ada dalam sejarah manusia, seorang penulis penuh kemampuan yang dimilikinya berani mengajukan tantangan seperti Al-Qur’an. Dan penulis manapun tidak mungkin dapat menghasilkan suatu karya yang tidak dapat ditantang oleh penulis lain, atau bahkan mungkin karya lain itu akan lebih baik. Dalam bidang apapun setiap produk manusia, mungkin saja ditandingi oleh manusia yang lain. Maka jika ada sesuatu yang tidak dapat ditandingi oleh manusia tentu bukan produk manusia dan sekaligus membuktikan bahwa sesuatu tersebut berasal dari Tuhan yang tidak mungkin ditandingi oleh siapapun.
            Dalam Al-Qur’an disebutkan adanya pernyataan tegas yang menyatakan tantangan kepada manusia yang meragukan akan kebenarannya untuk membuat yang serupa dengan Al-Qur’an, atau membuat 10 surat saja atau bahkan 1 surat saja.
            Untuk menjawab penolakan orang Quraisy terhadap Al-Qur’an sebagai wahyu Allah, Al-Qur’an menantang mereka dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
a.       Mendatangkan semisal Al-Qur’an
Firman Allah SWT :
قُلْ لَئِنِ اجْتَمَتِ اْلاِنْسُ وَالجِنُّ عَلى اَنْ يَاْتُوْابِمِثْلِ هَذَا الْقُرْاَنِ لَأَيَأْتُوْنَ بِمِثْلِهِ وَلَوْكَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيْرًا.
Artinya:
“Katakanlah, sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain”.
(Q.S. Al-Isra: 88).
            Pernyataan tersebut dibuktikan oleh fakta sejarah, yaitu peristiwa yang terjadi pada Ibnul Muqaffa, sebagaimana diungkapkan oleh seorang orientalis, Wallacestone, dalam bukunya Mohammad: His Life Doctrin. Peristiwa itu, demikian Wallacestone, terjadi ketika sekelompok orang Zindik dan tidak beragama tidak senang melihat pengaruh Al-Qur’an terhadap masyarakat. Mereka memutuskan untuk menjawab tantangan-tantangan Al-Qur’an. Untuk itu, mereka menawarkan kepada Abdullah Ibnul Muqaffa (wafat 727 M), seorang sastrawan besar dan penulis terkenal agar bersedia membuat karya tulis semacam tawaran tersebut. Ia berjanji akan menyelesaikan tugas itu dalam waktu satu tahun. Sebagai imbalannya, mereka harus menanggung semua biaya Abdullah selama setahun itu.
            Setelah berjalan setengah tahun, kaum atheis dan Zindik itu mendatangi Ibnul Muqaffa, mereka ingin mengetahui sampai sejauh mana hasil yang dicapai sastrawan tersebut dalam menghadapi tantangan Al-Qur’an. Pada waktu memasuki kamar sastrawan asal Persia ini, mereka menemukan Ibnul Muqaffa sedang duduk memegang pena, tenggelam dalam alam pikirannya. Kertas-kertas tulis yang telah ditulisi.
            Penulis terkenal ini telah mencurahkan segenap kemampuannya untuk menjawab tantangan Al-Qur’an, tapi ia tidak berhasil dan menemui jalan buntu. Akhirnya ia mengakui kegagalannya. Rasa malu dan kesan menguasai dirinya, sebab lebih dari setengah tahun
Ia berusaha keras menulis semisal Al-Qur’an, namun tidak satu ayat pun yang dihasilkannya. Ibnul Muqaffa akhirnya memutuskan perjanjian dan menyerah kalah.
b.      Mendatangkan sepuluh surat yang menyamai surat-surat yang ada dalam Al-Qur’an
Firman Allah SWT :

اَمْ يَقُوْلُوْنَ افْتَرَاهُ  قُلْ فَأْتُوْابِعَشْرِسُوَرٍمِثْلِهِ مُفْتَرَيَتٍ وَادْعُوْامَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُوْنِ اللهِ اِنْ كُنْتُمْ صَدِقِيْنَ.
Artinya :
“Bahkan mereka mengatakan “Muhammad telah membuat-buat Al-Qur’an itu”. Katakanlah (“Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat yang dibuat-buat untuk menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu anggap sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar”.(QS. Hud: 13).

            Meskipun hanya sepuluh surat, namun ternyata tak ada seorang pun yang dapat melakukannya. Peristiwa Abdullah bin Al-Muqaffa di atas merupakan salah satu contoh ketidak mampuan manusia tersebut.

c.       Mendatangkan satu surat
Firman Allah SWT :

اَمَ يَقُوْنَ افْتَرَهُ قُلْ فَأْتُوْابِسُوْرَةٍ مِّثْلِهِ وَادْعُوْامَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُوْنِ اللهِ اِنْ كُنْتُمْ صَدِقِيْنَ.
Artinya:
“Atau (patutkah) mereka mengatakan, “Muhammad membuat-buatnya”. Katakanlah, “(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuat-buatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar”. (QS. Yunus: 38).

            Memang banyak di antara pemimpin-pemimpin dan ahli sastra Arab yang mencoba dan meniru Al-Qur’an bahkan kadang-kadang ada yang mendakwahkan dirinya jadi Nabi seperti Musailamah Al-kazzab, Thulaihah, Habalah bin Ka’ab dan lain-lain. Tetapi mereka itu semuanya menemui kegagalan, bahkan mendapat cemooh dan hinaan dari masyarakat. Sebagai contoh kami nukilkan di bawah ini kata-kata Musailamah Al-Kazzab yang dianggapnya dapat menandingi sebagian ayat-ayat Al-Qur’an:

يَاضِفْدَعُ بِنْتَ ضِفْدَعَيْنِ نَقِّيْ مَا تُنَقِّيْنَ اَعْلاَ كِ فِي الْمَاءِ وَاَسْفَلَكِ فِي الطِّيْنِ

Artinya:
“Hai katak(kodok) anak dari dua katak. Bersihkanlah apa-apa yang akan engkau bersihkan, bagian atas engkau di air dan bagian bawah engkau di tanah”.
Syekh Muhammad Abduh dalam kitabnya “Rasalatut-Tauhid” menerangkan bagaimana ketinggian dan kemajuan bahasa di masa turunnya Al-Qur’an: “Al-Quran diturunkan pada masa yang telah sepakat ahli-ahli riwayat mengatakan, bahwa masa itu adalah masa yang amat itu banyak sekali terdapat ahli sastra dan ahli-ahli pidato”.
Berikut ini beberapa ulama berpendapat tentang segi-segi kemukjizatan Al-Qur’an:
Ø  Menurut Al-Jahidz, Al-Jurjarni, dan Abd. Qahir Al-Jurjani,bahwa kemukjizatan Al-Qur’an hanya pada susunan lafal-lafalnya saja.
Ø  Menurut Muh. Ismail Ibrahim, Az-Zamakhsyari dan Fahnur Razi, bahwa kemukjizatan Al-Qur’an hanya pada keilmiahannya saja.
Ø  Menurut Imam Qurtubi, bahwa kemukjizatan Al-Qur’an karena uslubnya lain dari yang lain, susunannya indah, adanya berita kejadian-kejadian yang akan terjadi dan lain sebagainya.
Ø  Menurut Ar-Zarqani, bahwa kemukjizatan Al-Qur’an ada pada keindahan bahasa dan uslub-uslubnya, berisi beberapa ilmu pengetahuan, memenuhi semua hajat manusia, adanya berita gaib dan lain-lainnya.

4.     Aspek-Aspek Kemukjizatan Al-Qur’an
Berikut ini adalah beberapa pendapat dan pandangan para ulama mengenai kemukjizatan Al-Qur’an yaitu:
1.      Abu Ishaq Ibrahiman-nizam dan pengikutnya dari kaum syi’ah seperti al-murtada berpendapat, kemukjizatan al-qur’an adalh dengan cara sirfah (pemalingan). Arti dari sirfahdalam pandangan an-nizam yaitu bahwa Allah memalingkan orang-orang arab untuk menantang al-qur’an padahal sebenarnya  mereka mampu menghadapinya. Sedang sirfahmenurut pandangan al-murtada yaitu bahwa Allah telah mencabut dari mereka ilmu-ilmu yang diperlukan untuk menghadapi al-qur’an agar mereka tidak mampu membuat yang seperti al-qur’an.
2.      Satu golongan ulama berpendapat, al-qur’an itu mukjizat dengan balagah-nya yang mencapai tingkat tinggi dan tidak ada bandingannya.
3.      Sebagian mereka berpendapat, segi kemukjizatan al-qur’an itu ialah mengandung badi’ yang sangat unik dan berbeda dengan apa yang telah dikenal dalam perkataan orang arab, seperti fasilah dan maqta.
4.      Golongan lain berpendapat kemukjizatan al-qur’an itu terletak pada pemberitaannya tentang hal-hal yang ghaib yang akan datang yang tidak dapat diketahui kecuali dengn wahyu, dan pada penberitaannya tentang hal-hal yang sudah terjadi sejak masa penciptaan makhluk.
5.      Satu golongan berpendapat, al-qur’an itu berpendapat karena ia mengandung bermacam-macam ilmu dan hikmah yang sangat dalam.

5.     Kemukjizatan Bahasa
Para ahli bahasa Arab telah menekuni ilmu bahasa ini dengan segala variasinya sejak bahasa itu tumbuh sampai remaja dan mekar dan menjadi raksasa perkasa yang tegar dalam masa kemudaannya. Mereka mengubah puisi dan prosa, kata-kata bijak dan masal yang tunduk pada aturan bayan dan diekspresikan dalam ushlub-ushlubnyayang memukau, dalam gaya hakiki dan majazi (metafora), itnab, dan ijaz, serta tutur dan ucapanya. Meskipun bahasa itu telah meningkat dan tinggi tetapi dihadapan Al-Qur’an, dengan mukjizat bahasanya, ia menjadi pecahan-pecahan kecil yang tunduk dn menghormat dan takut terhadap uslub Qur’an. Sejarah bahasa arab tidak pernah mengenal suatu masa dimana bahasa berkembang dengan pesatnya melainkan tokoh-tokoh dan guru-gurunya bertekuk lutut di hadapan bayan qur’ani, sebagai manifestasi pengakuan akan ketinggiannya dan mengenali misteri-misterinya. Hal ini tidaklah mengherankan, sebab “itulah sunnah Allah dalam ayat-ayat yang dibuat dengan kedua tangan-Nya. Semakin anada mengenali dan mengetahui rahasia-rahasianya, akan semakin tunduk pula pada kebesarannya dan semakin yakin akan kemukjizatannya. Ini sangat berbeda dengan karya-karya makhluk. Pengetahuan tentang rahasia-rahasianya akan menjadikan anda menguasainya dan membukakan bagi anda jalan untuk menambahnya. Atas dasar itulah tukang-tukang sihir fir’aun adalah orang yang pertama-tama beriman kepada Tuhan Musa dan Harun.”[1]
Kurun waktu terus silih berganti melewati ahli-ahli bahasa arab, tetapi kemukjizatan al-qur’an tetap segar bagai gunung yang menjulang tinggi. Di hadapannya semua kepala bertekuk lutut dan tunduk, tidak terpikirkan untuk mengimbanginya, apalagi mengunggulinya, karena terlalu lemah dan tidak bergairah menghadapi tantangan berat ini, dan senantiasa akan tetap demikian keadaannya sampai hari kiamat.
Orang Arab tidak mempunyai kalam yang mencakup fasahah, garabah (keanehan), rekayasa yang indah, makna yang halus, faedah yang melimpah, hikmah yang meruah, keserasian balagah dan keterampilan bara’ah sebanyak dan dalam kadar seperti itu. Kata-kata hikmah (bijak) mereka hanyalah beberapa patah kata dan sejumlah lafaz. Dan para penyairnya pun hanya mampu menggubah beberapabuah sidah. Itu pun mengandung kerancuan dan kontradiksi serta pemaksaan dan kekaburan. Sedangkan al-qur’an yang sedemikian banyak dan panjang ke-fasahah-annya senantiasa indah dan serasi, sesuai dengan apa yang digambarkan Allah :
اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُتَشَابِهًا مَثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ ذَلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ
Artinya : “Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah.” (QS. Az-Zumar: 23). Dan
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآَنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
Artinya : “Dan sekiranya Qur’an bukan dari Allah tentulahmereka mendapatkan pertentangan yang banyak di dalamnya.” (An-Nisa: 82).
Dalam ayat ini Allah memberitahukan bahwa perkataan manusia itu jika banyak, maka akan terjadi kontradiktif di dalamnya dan akan nampak pula kekacauannya.
Betapa menakjuban rangkaian Qur’an dan betapa indah susunannya. Tak ada kontradiksi dan perbedaan di dalamnya, padahal ia membeberkan banyak segi yang dicakupnya, seperti kisah dan nasihat, argumentasi, hikmah dan hukum, tuntutan dan peringatan, janji dan ancaman, kabar gembira dan berita duka, serta akhlak mulia, pekerti tinggi, prilaku baik, dan sebagainya.

6.     Kemukjizatan Ilmiah
Kemukjizatan ilmiah Qur’an bukanlah terletak pada pencakupannya akan teori-teori ilmiah yang selalu baru dan berubah serta merupakan hasil usaha manusia dalam penelitian dan pengamatan. Tetapi ia terletak pada dorongannya untuk bepikir dan menggunakan akal. Qur’an mendorong manusia agar memperhatikan dan memikirkan alam. Ia tidak mengebiri aktivitas dan kreatifitas akal dalam memikirkan alam semesta, atau menghalanginya dari penambahan ilmu pengetahuan yang dapat dicapainya, dan tidak ada sebuah pun dari kitab-kitab agama terdahulu memberikan jaminan demikian seperti yang diberikan oleh Al-Qur’an.
Semua persoalan atau kaidah ilmu pengetahuan yang telah mantap dan menyakinkan, merupakan manifestasi dari pemikiran valid yang dianjurkan al-qur’an, tidak ada pertentangan sedikitpun dengannya. Ilmu pengetahuan telah maju dan telah banyak pula masalah-masalahnya, namun apa yang telah tetap dan mantap daripadanya tidak bertentangan dengan salah satu ayat-ayat al-qur’an dan ini saja telah menampakkan kemukjizatan.
Dalam al-qur’an terdapat isyarat ilmiah yang diungkapkan dalam konteks hidayah. Misalnya perkawinan tumbuhan itu ada yang zati dan ada yang khalti. Yang pertama, ialah tumbuh-tumbuhan yang bunganya telah mengandung organ jantan dan betina. Dan yang kedua ialah tumbuh-tumbuhan yang organ jantannya terpisah dari organ betina, seperti pohon kurma, sehingga perkawinannya melalui perpindahan. Dan di antara sarana pemindahannya adalah angin. Penjelasannya terdapat dalam QS. Al-Hijr: 22
وَأَرْسَلْنَا الرِّيَاحَ لَوَاقِحَ فَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَسْقَيْنَاكُمُوهُ وَمَا أَنْتُمْ لَهُ بِخَازِنِينَ
Artinya:Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan)”.

7.     Kemukjizatan Tasyri’
Allah meletakan dalam diri manusia banyak garizah (naluri) yang bekerja di dalam jiwa dan mempengaruhi kecenderungan-kecenderungan hidupnya. Jika akal sehat dapat menjaka pemiliknya dari ketergelinciran, maka arus kejiwaan yang menyimpang akan mengalahkan kekuasaan akal, sehingga akal bagaimanapun tidak akan sanggup menahan luapnya. Oleh karena itu untuk meluruskan manusia di perlukan pendidikan khusus bagi garizah-garizah-nya, yang dapat mendidik, mengembangkan serta membimbingnya kearah kebaikan dan keberuntungan.
Manusia pada dasarnya dalah makhluk social. Dalam memenuhi kebutuhannya ia memerlukan orang lain dan orang lain pun memerlukannya. Kerjasama antarsesama manusi merupakan tuntunan yang diharuskan oleh peradaban manusia. Akan tetapi sering kali manusia berlaku zalim terhadap sesamanya, terdorong oleh kecintaan diri dan rasa ingi berkuasa.
Antara pendidikan individu dengan kebaikan kelompok terdapat hubungan kuat yang tidak dapat dipisahkan, karena keduanya saling berkaitan. Kebaikan individu tercapai karena kebaikan kelompok dan kebaikan kelompok pun terpenuhi di sebabkan kebaikan individu. Umat manusia telah mengenal di sepanjang masa sejarah berbagai macam doktrin, pandangan, system dan tasyri (perundang-undangan) yang bertujuan tercapainya kebahagiaan individu didalam masyarakat yang utama, namuntidak satupun daripadanya yang mencapai keindahan dan kebesaran seperti yang dicapai Quran dalam kemujizatan tasyri-nya.
Quran memulai dengan pendidikan individu karena individu merupakan batu-batu masyarakat dan menegakan pendidikan individu di atas penyucian jiwa dan rasa pemikulan tanggung jawab. Quran menyucikan jiwa seorang muslim dengan akidah tauhid yang menyelamatkannya dari kekuasaan khurafatdan wahab dan memecahkan belenggu hawa nafsu dan syahwat, agar ia menjadi hamba Allah yang ikhlas yang hanya tunduk kepada Tuhan, pencipta yang disembah. Quran juga menanamkan rasa tinggi hati kepada selain dia, sehingga tidak membutuhkan makhluk nelainkan khalik yang mempunyai kesempurnaan mutlak dan telah memberikan kebaikan kepada seluruh makhluk-Nya.seperti dalam firman Allah :   
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2)لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4)
Artinya :“Dialah khalik yang tunggal, Tuhan yang maha Esa, Yang pertama dan Yang Terakhir, Mahakuasa atas segala sesuatu, Maha tau dan meliputi segalanya, serta tidak ada sesuatu pun serupa dengan-Nya.” (Q.S. Al-Ikhlas ayat, 1-4)

8.     Syarat-syarat mukjizat Tuhan
            Para ulama telah memperingatkan bahwa setiap mukjizat pasti mempunyai lima syarat. Jika tidak mempenuhi satu syarat saja, tidak bisa dinamakan mukjizat adapun syarat tersebut adalah :
a.       Berupa sesuatu yang hanya mampu diciptakan Allah SWT.
b.      Berupa sesuatu yang aneh dan keluar dari hukum alam.
c.       Merupakan saksi kebenaran pengkuan orang yang mengaku dirinya sebagai Rasul.
d.      Ia bersetuju dengan seruan atau pengakuan seorang Nabi yang menantang dengan mukjizat itu.
e.       Tidak seorangpun mampu menciptakan serupa mukjizat itu sebagai tandingan.
Jika lima syarat itu terpenuhi, maka perkara yang luar biasa itu adalah mukjizat dan sekaligus menunjukan kenenaran orang yang menyeri dimana ia mampu mneciptakan mukjizat itu. Jika tidak terpenuhi, berarti bukan mukjizat dan tidak menunjukan kebenaran orang yang mengaku.
Mengenai syarat yang pertama, jika ada seseorang datang pada zaman yang mukngkin kedatangan Rasul, ia mengaku dirinya sebagai Rasul dan menjadikan kemampuannya makan, minum, duduk dan berdiri, serta berpidah dari satu tempat ke tempat lain sebagai mukjizat, ,aka itu bukan mukjizat dan tidak menunjukan kebenaran pengakuannya. Karena ada mkhluk yang mampu berbuat seperti itu. Sedangkan dinamakan mikjizat harus dari sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh manusia, seperti membelah lautan, membelah bulan, dan menghidupkan orang mati atau semacamnya.
Mengenai syarat yang kedua, harus berupa sesuatu yang luar biasa, kalau ada seorang mengaku sebagai Naabi ddan berkata: “Mukjizatku adalah menerbitkan matahari dari timur, mebenamkannya di barat dan disiang datang setelah malam”. Maka pengakuannya itu tidak benar. Karena meskipun hal itu termasuk sesuatu yang hanya mampu dilakukan oleh Allah SWT. Namun Allah SWT tidak menciptakannya untuk maksud itu bahkan telah ada sebelumya. Maka di situ tidak menunjukan kebenarannya pengakuannya.
Mengenai syarat yang ketiga harus berupa sesuatu yang bisa di jadikan sebagai saksi seseorang yang mengaku Nabi dan bisa di dapat sewaktu-waktu di minta untuk membenarkan pengakuannya. Kalau seseorang mengaku Nabi dan mukjizatnya adaah mengubah benda menjadi hewan atau manusia, tapi dia tidak bisa membalikannya, maka tidak menunjukan kebenaran pengakuannya.
Mengenai syarat yang keempat mikjizat itu terjadi sesua dan menguatkan seruan, bukan menyimpan atau mendustakankepadanya. Diceritakan: Musailamatul kadzdzab pernah diminta oleh para sahabatnya untuk meludah disumur agar airnya bertambah banyak. Tapi justru sebaliknya, sumur itu mongering. Makah al itu menunjukan kebohongannya.
Adapun syarat yang kelima, mukjizat itu tidak tertandingi jika tertandingi, berarti tidak mukjizat dan tidak menunjukan kebenaranya orang yang memilikinya. Jadi, seandainya ada orang mampu membelah lautan atau membelah bulan, itu tidak termasuk mukjizat. Oleh sebab itu, Allah ‘Azza wa jalla berfirman :
فَلْيَأْتُوا بِحَدِيثٍ مِثْلِهِ إِنْ كَانُوا صَادِقِينَ (34)
Artinya : “Hendaklah mereka mendapatkan berita semisal Al-Quran jika mereka orang-orang yang benar (Q.S Ath-Thur ayat, 34).
 
 
Daftar Pustaka

Hermawan, Acep. 2011. Ulumul Quran. Cet. I; Bandung: Remaja Rosdakarya.
Yusuf, Kadar M. 2009. Studi Al-Quran. Cet. I; Jakarta: Amzah.
Anwar, Abu. 2002. Ulumul Quran SebuahPengantar. Cet. I; Jakarta: Amzah.
Ali Ash-Shabuni, Muhammad. 2001. Ikhtisar Ulumul QuranPraktis. Cet. I; Jakarta: Pustaka Amani.
Anwar, Rosihon. 2013. Ulum Al-Quran. Cet. V; Bandung: Pustaka Setia.



[1] Studi ilmu-ilmu Qur’an hal. 380
Materi Ulumul Qur'an Bab Mukjizat , Pada: 01:42



Share to

Facebook Google+ Twitter

Related with Materi Ulumul Qur'an Bab Mukjizat :

Posted by Anonymous at 01:42

0 comments :

Post a Comment

« Next Prev »
  • Beranda

Labels

  • KUMPULAN LAPORAN PPL
  • Kumpulan Makalah
  • kumpulan proposal
  • Kumpulan Proposal Skripsi
Copyright © 2016 Blog Al Imam All Rights Reserved | Sonic SEO Template