BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah
satu kunci pokok kemajuan suatu bangsa dan negara adalah terletak pada bidang
pendidikan, walaupun dilihat dengan kasat mata dan dengan pemikiran yang awam
pendidikan tidaklah penting, namun sebenarnya pendidikan adalah penggerak dan
penentu kemajuan suatu bangsa dan negara. Hal ini sejalan dengan perkembangan
tuntutan dunia kerja yang tidak hanya membutuhkan SDM yang berorientasi untuk
kebutuhan dunia industri. SDM yang dibutuhkan saat ini adalah SDM yang memiliki
kompetensi unggulan terutama dalam hal kemampuan berpikir. Dengan demikian
kebutuhan SDM saat ini adalah SDM yang berorientasi kepada kerja pikiran.
Sejalan dengan pergerseran kebutuhan
tersebut, restrukturisasi pendidikan haruslah dilakukan. Pendidikan tidaklah
diarahkan hanya dalam mencetak tenaga kerja untuk industri melainkan juga
tenaga kerja yang mengoptimalkan kemampuan berpikir dalam menjalankan
pekerjaanya.
Pada dasarnya profesi guru adalah
profesi yang sedang tumbuh dan berkembang. Walaupun ada yang berpendapat bahwa
guru adalah jabatan semi profesional, namun sebenarnya lebih dari itu. Hal ini
dimungkinkan karena jabatan guru hanya dapat diperoleh pada lembaga pendidikan
yang lulusannya menyiapkan tenaga guru, adanya organisasi profesi, kode etik
dan ada aturan yang jelas tentang jabatan fungsional guru (SK Menpan No. 26/1989).
Jelas bahwa profesi adalah suatu
pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya memerlukan keahlian, menggunakan
teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang tinggi. Keahlian diperoleh dari
lembaga pendidikan yang khusus diperuntukkan untuk itu dengan kurikulum yang
jelas serta dapat dipertanggungjawabkan.
Semakin dituntutnya profesionalitas
seorang guru, maka guru sebagai tenaga pengajar dan pemberi informasi kepada
siswanya tentunya harus mengetahui bagaimana seorang guru yang professional
itu. Secara umum, sikap profesional seorang guru dilihat dari faktor luar. Akan
tetapi, hal tersebut belum mencerminkan seberapa baik potensi yang dimiliki
guru sebagai seorang tenaga pendidik.
B. Rumusan
Masalah
Adapun
Rumusan Masalah dalam makalah ini :
1.
Apa Pengertian
Sikap Profesional ?
2.
Apa Sasaran
Sikaf Profesional ?
3.
Bagaimana
Pengembangan Sikap Profesional ?
C. Tujuan
Adapun
Tujuan dari Makalah ini :
1.
Untuk mengetahui
Pengertian sikap profesional.
2.
Untuk mengetahui
sasaran sikap profesional.
3.
Untuk mengetahui
pengembanagan sikap profesional.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Sikap Profesional Keguruan
Sebelum
menguraikan definisi Sikap Profesional Guru, terlebih dahulu kita mengetahui
apa sebenarnya definisi dari ketiga kata tersebut,
Thursthoen dalam Walgito
(1990: 108) menjelaskan bahwa, “Sikap”
adalah gambaran kepribadian seseorang yang terlahir melalui gerakan fisik
dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau suatu objek.
Sedangkan Berkowitz,
dalam Azwar (2000:5) menerangkan Sikap seseorang pada suatu objek adalah Perasaan
atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi/respon atau kecenderungan untuk
bereaksi. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif,
yaitu senang (like) atau tidak senang (dislike), menurut dan melaksanakan atau
menjauhi/menghindari sesuatu.
“Profesional”
adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber
penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, atau kecakapan yang memiliki
standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi (UU
Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen).
“Pekerjaan
yang bersifat profesional” adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh
mereka khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh
mereka karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain (Nana Sudjana, 1988
dalam usman, 2005).
Menurut para ahli, profesionalisme menekankan
kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi
penerapannya. Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar
pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan
profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan
yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.
Menurut PP No. 74 Tahun 2008 pasal 1.1
Tentang Guru, Guru adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalan pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Selanjutnya dijelaskan menurut Arifin
(2000), bahwa guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai:
a. Dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan
terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21;
b. Penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset
dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya
merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di
lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada
praksis pendidikan masyarakat Indonesia;
c. Pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan,
profesi guru merupakan profesi yang
berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek
pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya
program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku
atau manajemen pendidikan yang lemah.
Apabila syarat-syarat profesionalisme
guru di atas itu terpenuhi akan mengubah peran guru yang tadinya pasif menjadi
guru yang kreatif dan dinamis. Hal ini sejalan dengan pendapat Semiawan (1991)
bahwa pemenuhan persyaratan guru profesional akan mengubah peran guru yang
semula sebagai orator yang verbalistis menjadi berkekuatan dinamis dalam
menciptakan suatu suasana dan lingkungan belajar yang invitation learning
environment. Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, guru memiliki multi
fungsi yaitu sebagai fasilitator, motivator, informator, komunikator,
transformator, change agent, inovator, konselor, evaluator, dan administrator (Soewondo,
1972 dalam Arifin 2000).
Berdasarkan
beberapa pengertian diatas ditambah dengan pendapat para ahli, dapat ditarik kesimpulan
bahwa, Sikap Guru Profesional adalah Suatu Kepribadian atau respon
yang menggambarkan kecenderungan untuk bereaksi sebagai seorang guru yang
memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan
pengajaran yang alhi dalam menyampaikannya.
Kompetensi
di sini meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan profesional, baik yang
bersifat pribadi, sosial, dan akademis. Dengan kata lain, Guru profesional
adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan
sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan
maksimal.
B. Sasaran
Sikap Profesional
Sikap dan Pola tingkah laku seorang guru
yang berhubungan dengan profesionalisme haruslah sesuai dengan sasarannya,
Sasaran Sikap Profesional Guru diantaranya:
1. Sikap
Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Pada butir
sembilan kode etik guru Indonesia disebutkan bahwa: “guru melaksanakan
segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan”. (PGRI, 1973).
Kebijaksanaan pendidikan dinegara kita dipegang oleh pemerintah, dalam hal departemen
pendidikan dan kebudayaan. Dalam rangka pembangunan dibidang pendidikan di
Indonesia, departemen pendidikan dan kebudayaan mengeluarkan
ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang merupakan kebijaksanaan yang
akan dilaksanakan oleh aparatnya, yang meliputi antara lain : Pembangunan
gedung-gedung pendidikan, pemerataan kesempatan belajar antara lain dengan
melalui kewajiban belajar, peningkatan mutu pendidikan, pembinaan generasi muda
dengan menggiatkan kegiatan karang taruna, dan lain-lain.
Guru merupakan
unsur aparatur negara dan abdi negara. Karena itu, guru mutlak perlu mengetahui
kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, sehingga
dapat melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijasanaan.
Kebijakan
pemerintah dalam bidang pendidikan ialah segala peraturan-peraturan pelaksanaan
baik yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, di pusat
maupun di daerah, maupun departemen lainnya dalam rangka pembinaan pendidikan
di negara. Contoh, peraturan tentang (
berlakunya) kurikulum sekolah tertentu, pembebasan uang sumbangan pembiayaan
pendidikan (SPP), ketentuan yentang penerimaan murid baru, penyelenggaraan
evaluasi belajar tahap akhir (EBTA) dan lain sebagainya.
Untuk menjaga
agar guru Indonesia tetap melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan
kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, Kode Etik Guru Indonesia mengatur
hal tersebut, seperti yang tertentu dalam dasar yang kesembilan dari kode etik
guru. Dasar ini juga menunjukkan bahwa guru indonesia harus tunduk dan taat
kepada pemerintah indonesia dalam menjalankan tugas pengabdiannya, sehingga
guru indonesia tidak mendapat pengaruh yang negatif dari pihak luar, yang ingin
memeksakan idenya melalui dunia pendidikan.
Dengan demikian,
setiap guru indonesia wajib tunduk dan taat kepada segala ketentuan-ketentuan
pemerintah. Dalam bidang pendidikan ia harus taat kepada kebijakan dan
peraturan, baik yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
maupun departemen lain yang berwenang mengatur pendidikan, di pusat dan di
daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan-kebijakan pendidikan di Indonesia.
2. Sikap
Terhadap Organisasi Profesi
Guru secara
bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana
perjuangan dan pengabdian. Dasar ini menunjukan kepada kita betapa pentingnya
peranan organisasi profesi sebagai wadah dan sarana pengabdian. PGRI sebagai
organisasi profesi memerlukan pembinaan, agar lebih berdayaguna dan berhasil
guna sebagai wadah usaha untuk membawakan misi dan memantapkan profesi guru.
Keberhasilan usaha tersebut sangat bergantung kepada kesadaran para anggotanya,
rasa tanggung jawab dan kewajiban para anggotanya. Organisasi PGRI merupakan
suatu sistem, dimana unsur pembentuknya adalah guru-guru.
Organisasi harus
membina mengawasi para anggotanya, yang dimaksud dengan organisasi adalah semua
anggota dengan seluruh pengurus dan segala perangkat dan alat-alat
perlengkapannya. Setiap anggota harus memberikan sebagian waktunya untuk
kepentingan pembinaan profesinya, dan semua waktu dan tenaga yang diberikan oeh
para anggota ini dikoordinasikan oleh para pejabat organisasi tersebut,
sehingga permanfaatanya menjadi efektif dan efisien.
Dalam dasar keenam kode etik itu dengan
gamblang juga dituliskan, bahwa guru secara pribadi dan bersama-sama,
mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
Untuk meningkatkan mutu suatu profesi,
khususnya profesi keguruan, dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya
dengan melakukan penataran, lokakarya, pendidikan lanjutan, pendidikan dalam
jabatan, study perbandingan, dan berbagai bidang akademik lainya. Peningkatan
mutu profesi keguruan dapat telah direncanakan dan dilakukan secara bersamaan
atau berkelompok. Kalau sekararang kita lihat kebanyakan dari usaha peningkatan
mutu profesi diprakarsai dan dilakukan oleh yang dilakukan oleh pemerintah,
maka diwaktu mendatang diharapkan organisasi profesionallah yang seharusnya
merencanakan dan melaksanakanya, sesuai dengan fungsi dan peran organisasi itu
sendiri.
3. Sikap Terhadap Teman Sejawat
Dalam ayat 7
kode etik guru disebutkan bahwa “Guru memelihara hubungan seprofesi,
semangat kekeluargaan, kekeluargaan dan kesetikawanan sosial”. Ini berarti
bahwa :
1. Guru hendaknya menciptakn dan
memelihara hubungan sesama guru dalam lingkungan kerjanya.
2. Guru hendaknya
menciptakan dan memlihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial di
dalam dan di luar lingkungan kerjanya.
Dalam hal ini Kode Etik Guru Indonesia
menunjukan betapa pentingnya hubungan yang harmonis perlu diciptakan dengan
mewujudkan perasaan bersaudara yang mendalam antara sesama anggota profesi.
Hubungan sesama anggota profesi dapat dilihat dari dua segi, yakni hubungan
formal dan hubungan kekeluargaan.
4. Hubungan
Guru Berdasarkan Lingkungan Kerja
Agar setiap personel
sekolah dapat berfungsi sebagaimana mestinya, mutlak adanya hubungan yang baik dan harmonis
diantara sesama personal yaitu hubungan baik anatara kepala sekolah dengan
guru, guru dengan guru, dan kepala sekolah ataupun guru dengan semua personal
sekolah lainya. Semua personal sekolah ini harus dapat menciptakan hubungan
baik dengan anak didik disekolah tersebut. Sikap
profesional lain yang perlu ditumbuhkan oleh guru adalah sikap ingin bekerja
sama, saling harga menghargai, saling pengertian, dan rasa tanggung jawab. Jika
ini sudah berkembang, akan tumbuh rasa senasib sepenanggungan serta menyadari
akan kepentingan bersama, tidak mementingkan kepentingan diri sendiri dengan
mengorbanakan kepentingan orang lain (Hermawan,1979).
5. Hubungan
Guru Berdasarkan Lingkungan Keseluruhan
Dalam hal ini kita
harus mengakui dengan jujur bahwa sejauh ini profesi keguruan masih memerlukan
pembinaan yang sungguh-sungguh. Rasa persaudaraan seperti tersebut, bagi kita
masih perlu di tumbuhkan sehingga kelak akan dapat kita lihat bahwa hubungan
guru dengan teman sejawatnya berlangsung seperti halnya dengan profesi
kedokteran.
6. Sikap
Terhadap Anak Didik
Dalam kode etik
guru indonesia dengan jelas dituliskan bahwa : Guru berbakti membimbing
peserta didik untuk membentuk manusia seutuhnya yang berjiwa pancasila, dasar ini mengandung beberapa prinsip yang harus
dipahami oleh seorang guru dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, yakni : Tujuan
pendidikan nasional, prinsip membimbing, dan prinsip pembentukan manusia
Indonesia seutuhnya.
Tujuan
pendidikan nasional dengan jelas dapat dibaca dalam (UU No. 2/1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional), yakni membentuk manusia Indonesia seutuhnya
yang berjiwa pancasila. Prinsip yang lain adalah membimbing peserta didik,
bukan mengajar, atau mendidik saja.
Pengertian
seperti yang dikekmukakan oleh Ki Hajar Dewantara dalam sistem amongnya.
Tiga kalimat padat yang terkenal dari sistem itu adalah “ing angarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani”.
Ketiga kalimat
itu mempunyai arti bahwa pendidikan harus dapat memberi contoh, harus
dapat memberikan pengaruh dan harus dapat mengendalikan peserta
didik. Dalam tut wuri terkundung maksud membiarkan peserta didik menuruti bakat
dan kodratnya dan guru memperhatikannya. Dalam handayani berati guru
mempengaruhi peserta didik, dalam arti membimbing atau mengajarnya.
Dengan demikian
membimbing mengandung arti bersikap menentukan kearah pembentukan manusia yang
seutuhnya yang berjiwa pancasila, dan bukanlah mendikte peserta didik, apalagi
memaksanya menurut kehendak sang pendidik.
Motto tut
wuri handayani sekarang telah diambil menjadi motto dari departemen
pendidikan dan kebudayaan RI.
Prinsip manusia
seutuhnya dalam kode etik ini memandang manusia sebagai kesatuan yang bulat,
utuh, baik jasmani maupun rohani tidak hanya berilu tinggi tetapi juga bermoral
tinggi pula. Oleh Karenanya, Guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya
mengutamakan pengetahuan atau perkembangan intelektual saja.
Tetapi juga
harus memperhatikan perkembangan seluruh pribadi peserta didik, baik jasmani,
rohani dan sosial sesuai dengan dimaksudkan agar peserta didik pada akhirnya
akan dapat menjadi manusia yang mampu menghadapi tantangan tantangan dalam
kehidupannya sebagi insan dewasa. Peserta didik tidak dapat dipandang sebagai
objek semata yang harus patuh kepada kehendak dan kemauan guru.
7. Sikap Terhadap Tempat Kerja
Sudah menjadi
perkembangan umum bahwa suasana yang baik ditempat kerja akan meningkatkan
produktifitas. Hal ini disadari dengan sebaik-baiknya oleh setiap guru, dan
guru berkewajiban menciptakan suasana yang demikian dalam lingkungannya. Untuk
menciptakan suasana kerja yang bauk ini ada dua hal yang harus diperhatikan,
yaitu:
a. Guru
sendiri
b. Hubungan
guru dengan orang tua dan masyarakat sekeliling
Terhadap guru
sendiri dengan jelas juga dituliskan dalam salah satu butir dari kode etik yang
berbunyi : “Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang
keberhasilan proses belajar mengajar”.
Oleh sebab itu,
guru harus aktif mengusahakan suasana yang baik itu dengan berbagai cara, baik
dengan penggunaan metode mengajar sesuai, maupun dengan penyediaan alat belajar
yang cukup, serta pengaturan organisasi kelas yang mantap, ataupun pendektan
lainnya yang diperlukan.
8. Sikap Terhadap Pemimpin
Sebagai salah
seorang anggota organisasi, baik organisasi guru maupun organisasi yang lebih
besar, guru akan selalu berada dalam bimbingan dan pengawasan pihak atasan.
Dari organisasi guru, ada strata kepemimpinan mulai dari pegurus cabang,
daerah, sampai kepusat. Begitu juga sebagai anggota keluarga besar DEPDIKBUD
(Departement Pendidikan dan Kebudayaan), ada pembagian pengawasan mulai dari
kepala sekolah dan seterusnya sampai kementri pendidikan dan kebudayaan.
9. Sikap
Terhadap Pekerjaan
Profesi guru
berhubungan dengan anak didik, yang secara alami mempunyai persamaan dan
perbedaan. Tugas melayani orang yang beragam sangat memerlukan kesabaran dan
ketelatenan yang tinggi, terutama bila berhubungan dengan peserta didik yang
masih kecil. Barang kali tidak semua orang dikarunia sifat seperti itu, namun
bila seseorang telah memilih untuk memasuki profesi guru, ia dituntut untuk
belajar dan berlaku seperti itu.
Untuk
meningkatkan mutu profesi secara sendiri-sendiri, guru dapat melakukannya
secara formal maupun informal. Secara formal, artinya guru mengikuti berbagai
pendidikan lanjutan atau kursus yang sesuai dengan bidang tugas, keinginan,
waktu, dan kemmapuannya, Secara informal guru dapat meningkatkan pengetahuan
dan ketrampilannya melalui media masa seperti televisi, radio, majalah ilmiah,
Koran, dan sebagainya.
Didalam Kode
Etik Guru Indonesia butir keenam ditujukan kepada guru, baik secara pribadi
maupun secara kelompok, untuk selalu meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
Guru sebagaimana juga dengan profesi lainnya, tidak mungkin dapat meningkatkan
mutu dan martabat profesinya bila guru itu tidak meningkatkan atau menambah
pengetahuan dan keterampilannya, karena ilmu dan pengetahuan yang menunjang
profesi itu selalu berkembang sesuai dengan kemajuan zaman.
C. Pengembangan Sikap Profesional Guru
Seperti yang
telah dijelaskan, bahwa dalam rangka meningkatkan mutu, baik mutu professional,
maupun mutu layanan, guru harus pula meningkatkan sikap professionalnya. Ini
jelas berarti bahwa ketujuh sasaran penyikapan yang telah dibicarakan harus
selalu dipupuk dan dikembangakan. Pengembangan sikap profesional ini dapat
dilakukan baik selagi dalam pendidikan prajabatan maupun setelah bertugas
(dalam jabatan).
1. Pengembangan
Sikap Selama Pendidikan Prajabatan
Dalam pendidikan
prajabatan seorang guru harus dididik dalam segala hal (ilmu, pengetahuan,
sikap dan keterampilan) karena tugasya bersifat unik, guru selalu menjadi
panutan sekelilingnya. Oleh sebab itu, bagaimana guru bersikap terhadap
pekerjaan dan jabatannya selalu menjadi perhatian siswa dan masyarakat.
Pembentukan sifat
yang baik tidak mungkin muncul begitu saja, tetapi harus dibina sejak calon
guru memulai pendidikannya dilembaga pendidikan perguruan tinggi. Berbagai
usaha dan latihan, contoh-contoh dan aplikasi penerapan ilmu, keterampilan dan
bahkan sikap profesional di rancang dan dilaksanakan selama calon guru berada
dalam pendidikan prajabatan. Sering juga pembentukan sikap tertentu terjadi
sebagai hasil sampingan (by-product) dari pengetahuan yang di peroleh calon
guru. Sikap teliti dan disiplin, misalnya dapat terbentuk sebagai hasil
sampingan dari hasil belajar matematika yang benar, karena belajar matematika
selalu menuntut ketelitian dan kedisiplinan penggunaan aturan dan prosedur yang
telah di tentukan.
Sementara itu
tentu saja pembentukan sikap dpat di berikan dengan memberikan pengetahuan,
pemahaman, dan penghayatan khusus yang di rencanakan, sebagaimana halnya
mempelajari pedoman pengahayatan dan pengalaman pancasila (P4) yang diberikan
kepada seluruh siswa sejak dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
2. Pengembangan Sikap Selama Dalam Jabatan
Pengembangan
sikap profesional tidak berhenti apabila calon guru selesai mendapatkan
pendidikan prajabatan. Akan tetapi peningkatan harus terus dilakukan dengan
cara formal seperti mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan
ilmiah lainnya.
Memperhatikan
kualitas guru di Indonesia memang jauh berbeda dengan dengan guru-guru yang ada
di Amerika Serikat atau Inggris. Di Amerika Serikat pengembangan profesional
guru harus memenuhi standar sebagaimana yang dikemukakan Stiles dan Horsley
(1998) dan NRC (1996) bahwa ada empat standar standar pengembangan profesi
guru yaitu:
a). Standar pengembangan profesi A adalah
pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembelajaran isi sains yang
diperlukan melalui perspektif-perspektif dan men ntode-metode inquiri. Para
guru dalam sketsa ini melalui sebuah proses observasi fenomena alam, membuat
penjelasan-penjelasan dan menguji penjelasan-penjelasan tersebut berdasarkan
fenomena alam;
b). Standar pengembangan profesi B adalah
pengembangan profesi untuk guru sains memerlukan pengintegrasian pengetahuan
sains, pembelajaran, pendidikan, dan siswa, juga menerapkan pengetahuan
tersebut ke pengajaran sains. Pada guru yang efektif tidak hanya tahu sains
namun mereka juga tahu bagaimana mengajarkannya. Guru yang efektif dapat
memahami bagaimana siswa mempelajari konsep-konsep yang penting, konsep-konsep
apa yang mampu dipahami siswa pada tahap-tahap pengembangan, profesi yang
berbeda, dan pengalaman, contoh dan representasi apa yang bisa membantu siswa
belajar;
c). Standar pengembangan profesi C adalah
pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembentukan pemahaman dan
kemampuan untuk pembelajaran sepanjang masa. Guru yang baik biasanya tahu bahwa
dengan memilih profesi guru, mereka telah berkomitmen untuk belajar sepanjang
masa. Pengetahuan baru selalu dihasilkan sehingga guru berkesempatan terus
untuk belajar;
d). Standar pengembangan profesi D adalah
program-program profesi untuk guru sains harus koheren (berkaitan) dan terpadu.
Standar ini dimaksudkan untuk menangkal kecenderungan kesempatan-kesempatan
pengembangan profesi terfragmentasi dan tidak berkelanjutan.
Apabila guru di
Indonesia telah memenuhi standar profesional guru sebagaimana yang berlaku di
Amerika Serikat maka kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia semakin baik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai guru yang profesional, guru harus selalu
meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara terus menerus.
Sasaran
penyikapan itu meliputi penyikapan terhadap perundang-undangan, organisasi
profesi, teman sejawat, peserta didik, tempat kerja, pemimpin dan pekerjaan.
Sebagai jabatan yang harus menjawab
tantangan perkembangan masyarakat, jabatan guru harus selalu di kembangkan dan
dimutakhirkan. Dalam bersikap juga guru harus selalu mengadakan pembaruan
sesuai tuntutan tugasnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Soetjipto dan Raflis K osasi. 2011. Profesi Keguruan. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Asmani Jamal Ma’mur. 2010. Tips Menjadi Guru. Yogyakarta : Diva
Press.
Hermawan S,R. 1979. Etika Keguruan:
Suatu Pendekatan Terhadap Kode Etik Guru
Indonesia. Jakarta : PT.Margi Wahyu.
Sanusi, Achmad, et al. 1991. Studi
Pengembangan Model Pendidikan Profesional Tenaga Kependidikan. Bandung : IKIP
Bandung Departemen P dan K.