Makalah
Dasar Hukum Perdilan Islam
Diajukan
guna memenuhi tugas terstruktur
Mata kuliah
Peradilan Islam
Dosen pengampu;
Bpk. Asep Saepullah
Disusun Oleh Kelompok 2 :
Siti
Mu’alifah
Siti Nur Ukhuwah
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NUR JATI CIREBON
FAKULTAS SYARI’AH
PROGRAM STUDY AL-AHWAL
ASY-SYAKHSIYAH (AAS)
2015
Kata Pengantar
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah
SWT, karena atas-Nya lah tugas ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang
telah direncanakan. Tidak lupa sholawat beriring salam tetap tercurah limpahkan
kepada Nabi besar Muhammad SAW, Keluarganya serta para sahabatnya dan umatnya
yang setia sampai akhir zaman.
Tugas ini guna melengkapi nilai dan materi yang telah di
tentukan pada semester dua ini, yang merupakan Mata kuliah Peradilan
Islam tentang penyusunan
Makalah mengenai Dasar Hukum.
Dalam penyusunan tugas ini, penulis banyak mendapatkan
petunjuk serta pelajaran yang bermanfaat bagi penulis. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan tugas ini.
Demikian Makalah
ini disusun mudah-mudahan berguna dan bermanfaat bagi kita semua dan penulis
selalu berharap agar Allah selalu meridhai kita semua.
Aamiin...
Cirebon, Februari
2015
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR
................................................................................................................ i
DAFTAR ISI
............................................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar
belakang
...................................................................................................................... 1
1.2Rumusan
Masalah ................................................................................................................ 1
1.3Tujuan
Penulisan .................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1Dasar
Peradilan Islam ……................................................................................................. 2
2.2kerangak dasar peradilan Islam ............................................................................................ 5
BAB III PENUTUP
3.1Kesimpulan
........................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA
................................................................................................................ 9
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Peradilan
Islam merupakan sebuah lembaga yang sampai saat ini masih dikategorikan dalam
khazanah siyasah syari’ah. Prinsip-prinsip keadilan dalam Islam menjadi
landasan pokok pelaksanaan syari’at Islam dalam peradilan Islam. Lembaga
peradilan sangat dibutuhkan dalam upaya menjawab dan menyelesaikan setiap
persoalan di kalangan umat Islam itu sendiri, seiring dengan perkembangan dan
dinamisasi yang terjadi di masyarakat.
Pertumbuhan dan
perkembangan peradilan islam merupakan produk interaksi
di dalam system social, termasuk dengan pranata peradilan yang “telah
tersedia”. Salah satu unsur yang paling menentukan dalam proses itu adalah
kemampuan dan peranan pendukungnya, yaitu ulama dan anggota masyarakat Islam
pada umumnya, dalam merumuskan dan menerapkan hokum Islam dalam peraturan
perundang-undangan (takhrij al-ahkam ‘ala al-nash al-qanun).
1.2
Rumusan Masalah
Dari uraian
yang telah dikemukakan yang akan
pemakalah bahas ialah:
1.2.1
Apa Saja Dasar Peradilan Islam ?
1.2.2
Apa yang menjadi kerangak dasar peradilan Islam?
1.2.3
Apa saja yang biasa fuqaha pakai untuk merumuskan suatu
permasalahan?
1.3 Tujuan
1.3.1
Agar dapat mengetahui apa saja dasar peradilan Islam.
1.3.2
Agar lebih memahami bagaimana peradilan Islam.
1.3.3 Untuk
menambah pengetahuan yang jauh lebih luas tentang peradilan.
BAB II
DASAR HUKUM
2.1 Dasar
Peradilan Islam
A.
Al-Quran
Al-Qadha merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran Islam,
prinsip-prinsip keadilan dalam Islam menjadi landasan pokok pelaksanaan syariat
Islam, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an surah An-Nisa :135:
*$pkr'¯»ttûïÏ%©!$#(#qãYtB#uä(#qçRqä.tûüÏBº§qs%ÅÝó¡É)ø9$$Î/uä!#ypkà¬!öqs9ur#n?tãöNä3Å¡àÿRr&Írr&ÈûøïyÏ9ºuqø9$#tûüÎ/tø%F{$#ur4bÎ)ïÆä3t$ÏYxî÷rr&#ZÉ)sùª!$$sù4n<÷rr&$yJÍkÍ5(xsù(#qãèÎ7Fs?#uqolù;$#br&(#qä9Ï÷ès?4bÎ)ur(#ÿ¼âqù=s?÷rr&(#qàÊÌ÷èè?¨bÎ*sù©!$#tb%x.$yJÎ/tbqè=yJ÷ès?#ZÎ6yzÇÊÌÎÈ
“ Wahai orang-orang yang
beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi
karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu.
jika ia (orang yang tergugat atau yang terdakwa) Kaya ataupun miskin, Maka
Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan
(kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha
mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.
B.
Sunnah atau Hadits Nabi
وعن على رضي الله عنه قال: قال رسول الله ص.م: اذاتقاضى إليك رجلان
فلا تقض للاول حتى تسمع كلام الاخر , فسوف تدري كيف تقضي. قال علي : فما زلت قاضيا
بعد. رواه أحمد وأبو داود والترنذي وحسنه, وقواه ابن المديني, وصححه ابن حبان.
Dari Ali R.A dia berkata: Rasulullah
SAW bersabda: Apabila ada dua orang minta putusan hokum padamu, janganlah
engkau memberi putusan pada orang pertama sebelum engkau mendengar dua kedua.
(Dengan demikian) engkau akan mengerti bagaimana engkau akan menjatuhkan hokum.
Ali berkata: Setelah itu saya selalu menjadi hakim yang baik. ( H.R. Ahmad, Abu
Daud, dan Tirmidzi) Menurut dia hadits
tersebut hasan, dan dikuatkan pula oleh Ibnu Madini. Hadits tersebut sahih
menurut Ibnu Hibban.
C.
Qiyas
Qiyas adalah dalil
yang didukung jiwa yang sehat dan pemikiran yang benar yang dijadikan oleh para
pemikir dalam merumuskan hukum-hukumnya. Sebagai contoh seorang yang dilarang
meminum-minuman karena beracun,mereka qiyaskan dengan minuman beracun itu
segala sesuatu yang mengandung racun.
2.2 Dasar Kerangka Peradilan Islam
Kerangka dasar
pelaksanaan peradilan Islam dalam menagani perkara pernah dilakukan oleh Umar
bin Khattab. Kerangka tersebut termaktub dalam suratnya kepada Abu Musa
‘Al-‘Asy’ari, yang berbunyi:
اما بعد,
فإن القضاء فريضة محكمة و سنة متبعة, فافهم إذا ادلي اليك وانفذ اذا تبين لك فإنه
لا ينفع تكلم بحق لا نفاذ له. اس الناس فى مجلسك و فى وجهك وقضائك حتى لا يطمع
شريف فى حيفك و لا ييأس ضعيف من عدلك . البينة على المدعى و اليمين على من انكر, و
الصلح جائز بين المسلمين الا صلحا احل حراما او حرم حلالا, ومن ادعى حقا غائبا او
بينة فاضرب له امدا ينتهى اليه فإن بينه اعطيته بحقه وان اعجزه ذلك استحللت عليه
القضية. فإن ذلك هو ابلغ فى العذر واجلى للعماء , ولا يمنعنك قضاء قضيت فيه اليوم
فراجعت فيه رأيك فهديت فيه لرشدك ان تراجع فيه الحق, فإن الحق قديم لا يبطله شئ و
مراجعة الحق خير من التمادي فى الباطل. و المسلمون عدول بعضهم على بعض الا مجربا
عليه شهادة زور او مجلودا فى حد او ظنينا فى ولاء او قرابة فإن الله تعالى تولى من
العباد السرائر و ستر عليهم الحدود الا با البينات والأيما ن .ثم الفهم فيما ادلىي
اليك اليك مما ورد عليك مما ليس فى القران و لا سنة,ثم قايس الأمور عند ذلك, واعرف
الأمثال ثم اعمد فيما ترى الي احبهاالى الله و اشببها با الحق, و اياك والغضب
والقلق والضجر والتأذى با لناس والتنكر عند خصومة او الخصوم فإن القضاء فى مواطن
الحق مما يوجب الله به الاجر ويحسن به الذكرفمن خلصت نيته فى الحق ولو على نفسه
كفاه الله ما بينه و بين الناس ومن تزين بما ليس فى نفسه شانه الله تعالى لا يقبل
من العباد الا ماكان خالصا. والسلام عليكم ورحمه الله ....
Inilah yang menjadi
kerangka dasar peradilan dunia modern saat ini. Dari surat Umar di atas
terdapat delapan penggalan dan menjadi kerangka dasar.
Pertama “sesungguhnya
peradilan itu adalah suatu kewajiban yang ditetapkan oleh Allah SWT dan sunnah
Rasul yang wajib diikuti. Maka, pahamilah bener-benar jika ada suatu perkara
yang dibentangkan kepadamu dan laksanakanlah jika benar.”
Jadi, yang dimaksud
oleh Saidina Umar dengan perkataan Faridhah Muhkamatun
(فريضة محكمة) ialah
peradilan yang norma-normanya bersendikan kitab Allah, dan yang dimaksud dengan
perkataan Sunnah Muttaba’ah (سنة متبع ) ialah
peradilan yang norma-normanya bersendikan sunnah Rasul, dan yang dimaksud
dengan فافهم اذا ادلى
اليك ialah agar suatu perkara
dipelajari dan teliti, setelah itu hukumnya disesuaikan menurut norma-norma
dalam kitab Allah dan Sunnah Rasul.
Kedua,” sesungguhnya tidaklah berguna pembicaraantentang kebenaran
yang tidak ada pengaruhnya (tidak dapat dijalankan). Persamakanlah kedudukan
manusia di dalam majlismu, pandanganmu, dan keputusanmu sehingga orangbangsawan
tidak dapat menarik kamu kepada kecurangan dan orang yang lemah pun tidak
berputus harapan dari keadilan.
Saidina Umar bermaksud
menjelaskan kewajiban utama seorang hakim melalui poin kedua ini, dengan
menandaskan bahwa perlakuan seorang hakim yang tidak membeda-bedakan manusia yang
sedang diadili adalah lambang keadilan dari suatu pemerintahan.
Ketiga,” keterangan berupa bukti atau saksi hendaklah dikemukakan
oleh orang yang mendakwa dan sumpah hendaklah dilakukan oleh orang yang mungkin
(terdakwa).
Menurut apa yang
tersurat dari kata-kata Umar ini, mazhab Hanafi berpendirian, meskipun orang
yang mendakwah sudah menunjukkan bukti-bukti dan terdakwah masih mengingkari
maka kepadanya diminta bersumpah. Tetapi mazhab Maliki, Syafi’I, dan Hambali berpendirian
bahwa apabila orang maka tidaklah perlu terdakwa yang ingkar diminta sumpahnya,
dan apabila yang mendakwa hanya dapat menunjukkan seorang saksi maka ia dapat
diminta sumpahnya untuk memperkuat dakwaannya. Demikianlah pandangan para
mujtahid dalam menganalisis fatwa Umar. Menurut suatu riwayat kata-kata Saidina
Umar berasal dari hadis Nabi, dan menurut suatu riwayat pula kata-kata tersebut
berasal dari Quds bin Sa’idah al-Ajadi, salah seorang hakim Arab pada masa sebelum
Islam.
Keempat,” perdamaian diizinkan hanya antara orang-orang yang
bersengketa yang dari kalangan muslim, kecuali perdamaian yang menghalalkan
barang yang haram atau mengharamkan barang yang halal,”
Perkataan ini berasal dari hadits Nabi, sebagai berikut:
والمسلمون على شروطهم الا حلال او حراما
Kaum Muslimin itu wajib mengkuti segala syarat yang mereka buat,
kecuali syarat yang mengharamkan barang yang halal atau menghalalkan yang
haram. (HR.At-Tirmidzi).
Dalam Al-Qur’an banyak
ayat-ayat yang menganjurkan perdamaiannya, baik secara umum ataupun khusus,
seperti perselisihan antara suami istri, peperangan antara dua pasukan muslim.
Perdamaian berarti masing-masing dari kedua belah pihak bersedia menerima
syarat-syarat yang telah mereka sepakati.
Islam membenarkan setiap perdamaian yang diridhai oleh Allah dan Islam
mewajibkan supaya mematuhi segala syarat-syarat atau perjanjian-perjanjian yang
telah disepakati oleh kedua belah pihak. Atas dasar inilah segala keputusan
yang diambil oleh DPR yang dipatuhi, selama keputusan itu tidak membawa kepada
jalan maksiat terhadap Allah.
Kelima, “barangsiapa mengaku suatu hak dengan bukti-bukti yang
belum terkumpul di tangannya maka berikanlah kepada orang itu yang ditentukan.
Jika ia dapat mengemukakan bukti-bukti tersebut berikanlah haknya, dan jika ia
tidak sanggup maka selesailah persoalannya. Cara memberikan waktu yang
ditentukan itu adalah sebaik-baik penangguhan dan lebih menjelaskan keadaan
yang samar.”
Untuk kesempurnaan
keadilan, hendaklah hakim memberikan kesempatan dalam waktu terbatas kepada
orang yang mendakwa, yang meminta guna mengumpulkan bukti-bukti yang
diperlukan. Sangatlah tercela apabila hakim mempergunakan kesempatan untuk
maksud tertentu saat keadaan yang mendakwa seperti ini.
Keenam, “Tidaklah
akan menghalangimu suatu keputusan yang engkau ambil pada suatu hari kemudian
engkau meninjau kembali kepada kebenaran karena kebenaran itu qadim yang tidak
dapat dibatalkan oleh sesuatu, dan kembali kepada kebenaran itu adalah lebih
baik dari pada terus-menerus di dalam kesesatan.”
Saidina Umar
menjelaskan bahwa seorang hakim tidak harus terikat dengan sistem hukum precedent,
manakala ijtihadnya yang baru menghendaki keputusan lain yang berlawanan dengan
keputusan yang pernah terjadi.
Menurut riwayat,
Umar pernah memutuskan perkara pusaka seorang perempuan yang mati meninggalkan
suami, ibu, dua saudara laki-laki seibu sebapak, dan dua saudara laki-laki
seibu. Dalam perkara ini, saidina Umar memutuskan 1/3 dari harta pusaka adalah
semua saudara lelaki (termasuk seibu sebapak) dengan pembagian sama rata. Maka
berkatalah seorang lelaki kepada saidina Umar, “pada tahun anu engkau tidak
mempersekutukan antara saudara-saudara seperti ini (di mana dua saudara yang
seibu sebapak tidak mendapat bagian?)” jawab saidina Umar,..”itu menurut
keputusan kami pada dewasa ini.”
Dengan fatwa dan
tindakan saidina Umar ini dapatlah diketahui bahwa tidaklah setiap precedent
dapat dijadikan dasar manakala berlawanan dengan ijtihad baru. Hal ini
menunjukkan pula bahwa hokum yang ditetapkan oleh hakim adalah berubah-berubah
atau berlainan dengan sebab perubahan atau berlainan ijtihad. Atas dasar ini
pula, keputusan hakim yang bersendikan ijtihad tidak dapat diganggu gugat,
kecuali jika berlawanan dengan nash.
Ketujuh, “kaum
muslim adalah orang-orang yang adil terhadap sesama mereka, kecuali orang orang
yang pernah bersumpah palsu atau orang yang pernah dikenakan hokum jilid (dera)
atau orang yang tertuduh dalam kesaksiannya karena kerabat. Hanyalah Allah
s.w.t. yang menguasai rahasia hati hamba-hambanya dan melindungi mereka dari
hukuman-Nya, kecuali ternyata dengan bukti-bukti yang sah atau sumpah.”
Saidina Umar menandaskan kewajiban orang yang mendakwa, yaitu
mengemukakan bukti-bukti yang sah atau saksi, beliau menerangkan pula bahwa
tiap-tiap muslim dapat dijadikan saksi karena orang muslim dipandang adil
terhadap sesamanya, sesuai dengan firman Allah SWT yang berbunyi:
y7Ï9ºxx.uröNä3»oYù=yèy_Zp¨Bé&$VÜyur(#qçRqà6tGÏj9uä!#ypkàn?tãĨ$¨Y9$#tbqä3turãAqß§9$#öNä3øn=tæ#YÎgx©3$tBur$oYù=yèy_s's#ö7É)ø9$#ÓÉL©9$#|MZä.!$pkön=tæwÎ)zNn=÷èuZÏ9`tBßìÎ6®KttAqß§9$#`£JÏBÜ=Î=s)Zt4n?tãÏmøt7É)tã4bÎ)urôMtR%x.¸ouÎ7s3s9wÎ)n?tãtûïÏ%©!$#yydª!$#3$tBurtb%x.ª!$#yìÅÒãÏ9öNä3oY»yJÎ)4cÎ)©!$#Ĩ$¨Y9$$Î/Ô$râäts9ÒOÏm§ÇÊÍÌÈ
Artinya: Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam),
umat yang adil dan pilihan (Umat Islam dijadikan umat yang adil dan pilihan,
karena mereka akan menjadi saksi atas perbuatan orang yang menyimpang dari
kebenaran baik di dunia maupun di akhirat) agar kamu menjadi saksi atas
(perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan)
kamu. dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang)
melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan
siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa Amat berat,
kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak
akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang kepada manusia.(QS.Al-Baqarah:143)
Namun, manakala sifat keadilan
seorang muslim hilang maka tertolaklah kesaksiannya, seperti orang yang pernah
dihukum lecut (dera) karena eminum khamar atau menuduh orang muslim atau
muslimah berzina tanpa saksi yang sah. Fatwa saidina Umar ini sesuai dengan
hadis nabidan kitab Allah. Sangat tepat islam memberatkan atau mempersulit
sifat- sifat keadilan agar tidak mudah diperalat oleh seseorang, seperti firman
Allah SWT yang berbunyi:
*$pkr'¯»ttûïÏ%©!$#(#qãYtB#uä(#qçRqä.tûüÏBº§qs%ÅÝó¡É)ø9$$Î/uä!#ypkà¬!öqs9ur#n?tãöNä3Å¡àÿRr&Írr&ÈûøïyÏ9ºuqø9$#tûüÎ/tø%F{$#ur4bÎ)ïÆä3t$ÏYxî÷rr&#ZÉ)sùª!$$sù4n<÷rr&$yJÍkÍ5(xsù(#qãèÎ7Fs?#uqolù;$#br&(#qä9Ï÷ès?4bÎ)ur(#ÿ¼âqù=s?÷rr&(#qàÊÌ÷èè?¨bÎ*sù©!$#tb%x.$yJÎ/tbqè=yJ÷ès?#ZÎ6yzÇÊÌÎÈ
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang
benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap
dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia(orang yang tergugat
atau yang terdakwa ) Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu
kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin
menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau
enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa
yang kamu kerjakan.(QS.An-Nisa: 135)
Adapun seorang
saksi yang mempunyai hubungan keluarga dengan yang bersangkutan maka para ahli
hokum islam berselisih pendapat. Diantaranya madhab Zahiri memandang boleh
menerima saksi tersebut berdasarkan umumnya nash. Menurut madhab Syafi’i dan
Hanbali, kebolehan tersebut terbatas pada hubungan darah yang bukan garis
lurus, seperti kakak atau paman.
Kedelapan,
“pahamilah dengan benar persolan yang dipaparkan kepadamu tentang perkara yang
tidak terdapat di dalam al-qur’an atau sunnah Nabi, kemudian pergunakanlah
qiyas terhadap perkara-perkara tersebut dan cari pula contoh-contohnya,
kemudian berpeganglah menurut pandanganmu kepada hal yang terbaik di sisi Allah
dan yang terbanyak miripnya kepada yang benar.”
Fatwa saidina Umar ini dijadikan salah satu dalil oleh golongan
yang berpegang dengan qiyas, hal ini karena tidak seorangpun dari kalangan
sahabat Nabi yang mengingkarinya. Ini suatu tanda bahwa qiyas adalah salah satu
sumber hukum islam yang dibutuhkan oleh setiap ahli hukum islam.
Fatwa saidina Umar
tentang qiyassebagai dalil hukum sesuai dengan riwayat Mu’az dan sejalandengan
ajaran Nabi secara langsung. Sebagaimana kita ketahui bahwa qiyas yang
digunakan oleh fuqaha terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1.
Qiyas Illat,
yaitu qiyas yang terdapat persamaan pengertian (illat) yang mengikat
antara cabang dan pokok.
2.
Qiyas Dhalalah,
yaitu qiyas antara pokok dan cabang diikat oleh dalil illat dan malzum-nya.
3.
Qiyas Syabah,
yaitu menghubungi hokum cabang kepada hokum pokok karena adanya segi yang dapat
dianggap sama (yang bukan illat).
BAB III
KESIMPULAN
1.1
KESIMPULAN
Dasar hokum peradilan islam, prinsip-prinsip keadilan dalam Islam
menjadi landasan pokok pelaksanaan syariat Islam, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an
surah An-Nisa :135.
*$pkr'¯»ttûïÏ%©!$#(#qãYtB#uä(#qçRqä.tûüÏBº§qs%ÅÝó¡É)ø9$$Î/uä!#ypkà¬!öqs9ur#n?tãöNä3Å¡àÿRr&Írr&ÈûøïyÏ9ºuqø9$#tûüÎ/tø%F{$#ur4bÎ)ïÆä3t$ÏYxî÷rr&#ZÉ)sùª!$$sù4n<÷rr&$yJÍkÍ5(xsù(#qãèÎ7Fs?#uqolù;$#br&(#qä9Ï÷ès?4bÎ)ur(#ÿ¼âqù=s?÷rr&(#qàÊÌ÷èè?¨bÎ*sù©!$#tb%x.$yJÎ/tbqè=yJ÷ès?#ZÎ6yzÇÊÌÎÈ
Sunnah Nabi
وعن على رضي الله عنه قال: قال رسول الله ص.م: اذاتقاضى إليك رجلان
فلا تقض للاول حتى تسمع كلام الاخر , فسوف تدري كيف تقضي. قال علي : فما زلت قاضيا
بعد. رواه أحمد وأبو داود والترنذي وحسنه, وقواه ابن المديني, وصححه ابن حبان.
Qiyas
Qiyas adalah dalil yang didukung jiwa yang sehat dan
pemikiran yang benar yang dijadikan oleh para pemikir dalam merumuskan
hukum-hukumnya. Sebagai contoh seorang yang dilarang meminum-minuman karena
beracun,mereka qiyaskan dengan minuman beracun itu segala sesuatu yang mengandung
racun.
Inilah yang menjadi kerangka dasar peradilan dunia modern saat ini. Dari
surat Umar di atas terdapat delapan penggalan dan menjadi kerangka dasar.
Pertama “sesungguhnya
peradilan itu adalah suatu kewajiban yang ditetapkan oleh Allah SWT dan sunnah
Rasul yang wajib diikuti. Maka, pahamilah bener-benar jika ada suatu perkara
yang dibentangkan kepadamu dan laksanakanlah jika benar.”
Kedua,” sesungguhnya tidaklah berguna pembicaraan tentang kebenaran
yang tidak ada pengaruhnya (tidak dapat dijalankan). Persamakanlah kedudukan
manusia di dalam majlismu, pandanganmu, dan keputusanmu sehingga orang
bangsawan tidak dapat menarik kamu kepada kecurangan dan orang yang lemah pun
tidak berputus harapan dari keadilan.
Ketiga,” keterangan berupa bukti atau saksi hendaklah dikemukakan
oleh orang yang mendakwa dan sumpah hendaklah dilakukan oleh orang yang mungkin
(terdakwa).
Keempat,” perdamaian diizinkan hanya antara orang-orang yang
bersengketa yang dari kalangan muslim, kecuali perdamaian yang menghalalkan
barang yang haram atau mengharamkan barang yang halal,”
Perkataan ini berasal
dari hadits Nabi, sebagai berikut:
والمسلمون على شروطهم الا حلال او حراما
Kaum Muslimin itu wajib mengkuti segala syarat yang mereka buat,
kecuali syarat yang mengharamkan barang yang halal atau menghalalkan yang
haram. (HR.At-Tirmidzi).
Kelima, “barangsiapa mengaku suatu hak dengan bukti-bukti yang
belum terkumpul di tangannya maka berikanlah kepada orang itu yang ditentukan.
Jika ia dapat mengemukakan bukti-bukti tersebut berikanlah haknya, dan jika ia
tidak sanggup maka selesailah persoalannya. Cara memberikan waktu yang
ditentukan itu adalah sebaik-baik penangguhan dan lebih menjelaskan keadaan
yang samar.”
Keenam,
“Tidaklah akan menghalangimu suatu keputusan yang engkau ambil pada suatu hari
kemudian engkau meninjau kembali kepada kebenaran karena kebenaran itu qadim
yang tidak dapat dibatalkan oleh sesuatu, dan kembali kepada kebenaran itu
adalah lebih baik dari pada terus-menerus di dalam kesesatan.”
Ketujuh, “kaum
muslim adalah orang-orang yang adil terhadap sesama mereka, kecuali orang orang
yang pernah bersumpah palsu atau orang yang pernah dikenakan hokum jilid (dera)
atau orang yang tertuduh dalam kesaksiannya karena kerabat. Hanyalah Allah
s.w.t. yang menguasai rahasia hati hamba-hambanya dan melindungi mereka dari
hukuman-Nya, kecuali ternyata dengan bukti-bukti yang sah atau sumpah.”
Kedelapan,
“pahamilah dengan benar persolan yang dipaparkan kepadamu tentang perkara yang
tidak terdapat di dalam al-qur’an atau sunnah Nabi, kemudian pergunakanlah
qiyas terhadap perkara-perkara tersebut dan cari pula contoh-contohnya,
kemudian berpeganglah menurut pandanganmu kepada hal yang terbaik di sisi Allah
dan yang terbanyak miripnya kepada yang benar.”
Fatwa saidina Umar
tentang qiyas sebagai dalil hukum sesuai dengan riwayat Mu’az dan sejalandengan
ajaran Nabi secara langsung. Sebagaimana kita ketahui bahwa qiyas yang digunakan
oleh fuqaha terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1.
Qiyas Illat,
yaitu qiyas yang terdapat persamaan pengertian (illat) yang mengikat
antara cabang dan pokok.
2.
Qiyas Dhalalah,
yaitu qiyas antara pokok dan cabang diikat oleh dalil illat dan malzum-nya.
3.
Qiyas Syabah,
yaitu menghubungi hokum cabang kepada hokum pokok karena adanya segi yang dapat
dianggap sama (yang bukan illat).
DAFTAR PUSTAKA
Djalil,Basiq.
2012. Peradilan Islam. jakarta: Amzah.
Al-Hafidz Ibnu
Hajar Al-‘Asqolani. 2002. Bulughul Maram.jakarta: Dar Al-Kutub
Al-Islamiyah.
Cik Hasan
Bisri. 1998. Peradilan Agama Di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.