Blog Al Imam

  • Home
  • Kumpulan Makalah
  • 404
Home » Kumpulan Makalah » Makalah Dasar Hukum Perdilan Islam

Makalah Dasar Hukum Perdilan Islam



Makalah
Dasar Hukum Perdilan Islam

Diajukan guna memenuhi tugas terstruktur

Mata kuliah Peradilan Islam

Dosen pengampu; Bpk. Asep Saepullah














Disusun Oleh Kelompok 2 :

Siti Mu’alifah
Siti Nur Ukhuwah


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NUR JATI CIREBON

FAKULTAS SYARI’AH

PROGRAM STUDY AL-AHWAL ASY-SYAKHSIYAH (AAS)

2015
Kata Pengantar
                                                                                  
       Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, karena atas-Nya lah tugas ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Tidak lupa sholawat beriring salam tetap tercurah limpahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, Keluarganya serta para sahabatnya dan umatnya yang setia sampai akhir zaman.
Tugas ini guna melengkapi nilai dan materi yang telah di tentukan pada semester dua ini, yang merupakan Mata kuliah Peradilan Islam  tentang penyusunan Makalah mengenai Dasar Hukum.
Dalam penyusunan tugas ini, penulis banyak mendapatkan petunjuk serta pelajaran yang bermanfaat bagi penulis. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan tugas ini.
Demikian  Makalah ini disusun mudah­-mudahan berguna dan bermanfaat bagi kita semua dan penulis selalu berharap agar Allah selalu meridhai kita semua.
Aamiin...

                                                                         Cirebon,    Februari  2015
Penulis                                                                                                                              

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR................................................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar belakang ...................................................................................................................... 1
1.2Rumusan Masalah ................................................................................................................ 1
1.3Tujuan Penulisan .................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1Dasar Peradilan Islam ……................................................................................................. 2
2.2kerangak dasar peradilan Islam ............................................................................................ 5
BAB III PENUTUP                                                        
3.1Kesimpulan ........................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................ 9


BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Peradilan Islam merupakan sebuah lembaga yang sampai saat ini masih dikategorikan dalam khazanah siyasah syari’ah. Prinsip-prinsip keadilan dalam Islam menjadi landasan pokok pelaksanaan syari’at Islam dalam peradilan Islam. Lembaga peradilan sangat dibutuhkan dalam upaya menjawab dan menyelesaikan setiap persoalan di kalangan umat Islam itu sendiri, seiring dengan perkembangan dan dinamisasi yang terjadi di masyarakat.[1]
Pertumbuhan dan perkembangan peradilan islam merupakan produk interaksi di dalam system social, termasuk dengan pranata peradilan yang “telah tersedia”. Salah satu unsur yang paling menentukan dalam proses itu adalah kemampuan dan peranan pendukungnya, yaitu ulama dan anggota masyarakat Islam pada umumnya, dalam merumuskan dan menerapkan hokum Islam dalam peraturan perundang-undangan (takhrij al-ahkam ‘ala al-nash al-qanun).[2]
1.2Rumusan Masalah
Dari uraian yang telah  dikemukakan yang akan pemakalah bahas ialah:
1.2.1        Apa Saja Dasar Peradilan Islam ?
1.2.2        Apa yang menjadi kerangak dasar peradilan Islam?
1.2.3        Apa saja yang biasa fuqaha pakai untuk merumuskan suatu permasalahan?

1.3 Tujuan
1.3.1 Agar dapat mengetahui apa saja dasar peradilan Islam.
1.3.2 Agar lebih memahami bagaimana peradilan Islam.
1.3.3 Untuk menambah pengetahuan yang jauh lebih luas tentang peradilan.



BAB II
DASAR HUKUM
2.1 Dasar Peradilan Islam
A.     Al-Quran
Al-Qadha merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran Islam, prinsip-prinsip keadilan dalam Islam menjadi landasan pokok pelaksanaan syariat Islam, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an surah An-Nisa :135:
*$pkš‰r'¯»tƒtûïÏ%©!$#(#qãYtB#uä(#qçRqä.tûüÏBº§qs%ÅÝó¡É)ø9$$Î/uä!#y‰pkà­¬!öqs9ur#’n?tãöNä3Å¡àÿRr&Írr&Èûøïy‰Ï9ºuqø9$#tûüÎ/tø%F{$#ur4bÎ)ïÆä3tƒ$†‹ÏYxî÷rr&#ZŽÉ)sùª!$$sù4’n<÷rr&$yJÍkÍ5(Ÿxsù(#qãèÎ7­Fs?#“uqolù;$#br&(#qä9ω÷ès?4bÎ)ur(#ÿ¼âqù=s?÷rr&(#qàÊ̍÷èè?¨bÎ*sù©!$#tb%x.$yJÎ/tbqè=yJ÷ès?#ZŽÎ6yzÇÊÌÎÈ
 “ Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia (orang yang tergugat atau yang terdakwa) Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.
B.     Sunnah atau Hadits Nabi
وعن على رضي الله عنه قال: قال رسول الله ص.م: اذاتقاضى إليك رجلان فلا تقض للاول حتى تسمع كلام الاخر , فسوف تدري كيف تقضي. قال علي : فما زلت قاضيا بعد. رواه أحمد وأبو داود والترنذي وحسنه, وقواه ابن المديني, وصححه ابن حبان.
Dari Ali R.A dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Apabila ada dua orang minta putusan hokum padamu, janganlah engkau memberi putusan pada orang pertama sebelum engkau mendengar dua kedua. (Dengan demikian) engkau akan mengerti bagaimana engkau akan menjatuhkan hokum. Ali berkata: Setelah itu saya selalu menjadi hakim yang baik. ( H.R. Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi)  Menurut dia hadits tersebut hasan, dan dikuatkan pula oleh Ibnu Madini. Hadits tersebut sahih menurut Ibnu Hibban. 

C.    Qiyas
Qiyas adalah dalil yang didukung jiwa yang sehat dan pemikiran yang benar yang dijadikan oleh para pemikir dalam merumuskan hukum-hukumnya. Sebagai contoh seorang yang dilarang meminum-minuman karena beracun,mereka qiyaskan dengan minuman beracun itu segala sesuatu yang mengandung racun.

2.2 Dasar Kerangka Peradilan Islam
        Kerangka dasar pelaksanaan peradilan Islam dalam menagani perkara pernah dilakukan oleh Umar bin Khattab. Kerangka tersebut termaktub dalam suratnya kepada Abu Musa ‘Al-‘Asy’ari, yang berbunyi:
 اما بعد, فإن القضاء فريضة محكمة و سنة متبعة, فافهم إذا ادلي اليك وانفذ اذا تبين لك فإنه لا ينفع تكلم بحق لا نفاذ له. اس الناس فى مجلسك و فى وجهك وقضائك حتى لا يطمع شريف فى حيفك و لا ييأس ضعيف من عدلك . البينة على المدعى و اليمين على من انكر, و الصلح جائز بين المسلمين الا صلحا احل حراما او حرم حلالا, ومن ادعى حقا غائبا او بينة فاضرب له امدا ينتهى اليه فإن بينه اعطيته بحقه وان اعجزه ذلك استحللت عليه القضية. فإن ذلك هو ابلغ فى العذر واجلى للعماء , ولا يمنعنك قضاء قضيت فيه اليوم فراجعت فيه رأيك فهديت فيه لرشدك ان تراجع فيه الحق, فإن الحق قديم لا يبطله شئ و مراجعة الحق خير من التمادي فى الباطل. و المسلمون عدول بعضهم على بعض الا مجربا عليه شهادة زور او مجلودا فى حد او ظنينا فى ولاء او قرابة فإن الله تعالى تولى من العباد السرائر و ستر عليهم الحدود الا با البينات والأيما ن .ثم الفهم فيما ادلىي اليك اليك مما ورد عليك مما ليس فى القران و لا سنة,ثم قايس الأمور عند ذلك, واعرف الأمثال ثم اعمد فيما ترى الي احبهاالى الله و اشببها با الحق, و اياك والغضب والقلق والضجر والتأذى با لناس والتنكر عند خصومة او الخصوم فإن القضاء فى مواطن الحق مما يوجب الله به الاجر ويحسن به الذكرفمن خلصت نيته فى الحق ولو على نفسه كفاه الله ما بينه و بين الناس ومن تزين بما ليس فى نفسه شانه الله تعالى لا يقبل من العباد الا ماكان خالصا. والسلام عليكم ورحمه الله ....
       Inilah yang menjadi kerangka dasar peradilan dunia modern saat ini. Dari surat Umar di atas terdapat delapan penggalan dan menjadi kerangka dasar.
 Pertama “sesungguhnya peradilan itu adalah suatu kewajiban yang ditetapkan oleh Allah SWT dan sunnah Rasul yang wajib diikuti. Maka, pahamilah bener-benar jika ada suatu perkara yang dibentangkan kepadamu dan laksanakanlah jika benar.”
        Jadi, yang dimaksud oleh Saidina Umar dengan perkataan Faridhah Muhkamatun
(فريضة محكمة) ialah peradilan yang norma-normanya bersendikan kitab Allah, dan yang dimaksud dengan perkataan Sunnah  Muttaba’ah (سنة متبع  ) ialah peradilan yang norma-normanya bersendikan sunnah Rasul, dan yang dimaksud dengan فافهم اذا ادلى اليك  ialah agar suatu perkara dipelajari dan teliti, setelah itu hukumnya disesuaikan menurut norma-norma dalam kitab Allah dan Sunnah Rasul.
Kedua,” sesungguhnya tidaklah berguna pembicaraantentang kebenaran yang tidak ada pengaruhnya (tidak dapat dijalankan). Persamakanlah kedudukan manusia di dalam majlismu, pandanganmu, dan keputusanmu sehingga orangbangsawan tidak dapat menarik kamu kepada kecurangan dan orang yang lemah pun tidak berputus harapan dari keadilan.
       Saidina Umar bermaksud menjelaskan kewajiban utama seorang hakim melalui poin kedua ini, dengan menandaskan bahwa perlakuan seorang hakim yang tidak membeda-bedakan manusia yang sedang diadili adalah lambang keadilan dari suatu pemerintahan.
Ketiga,” keterangan berupa bukti atau saksi hendaklah dikemukakan oleh orang yang mendakwa dan sumpah hendaklah dilakukan oleh orang yang mungkin (terdakwa).
       Menurut apa yang tersurat dari kata-kata Umar ini, mazhab Hanafi berpendirian, meskipun orang yang mendakwah sudah menunjukkan bukti-bukti dan terdakwah masih mengingkari maka kepadanya diminta bersumpah. Tetapi mazhab Maliki, Syafi’I, dan Hambali berpendirian bahwa apabila orang maka tidaklah perlu terdakwa yang ingkar diminta sumpahnya, dan apabila yang mendakwa hanya dapat menunjukkan seorang saksi maka ia dapat diminta sumpahnya untuk memperkuat dakwaannya. Demikianlah pandangan para mujtahid dalam menganalisis fatwa Umar. Menurut suatu riwayat kata-kata Saidina Umar berasal dari hadis Nabi, dan menurut suatu riwayat pula kata-kata tersebut berasal dari Quds bin Sa’idah al-Ajadi, salah seorang hakim Arab pada masa sebelum Islam.
Keempat,” perdamaian diizinkan hanya antara orang-orang yang bersengketa yang dari kalangan muslim, kecuali perdamaian yang menghalalkan barang yang haram atau mengharamkan barang yang halal,”
Perkataan ini berasal dari hadits Nabi, sebagai berikut:
  والمسلمون على شروطهم الا حلال او حراما
Kaum Muslimin itu wajib mengkuti segala syarat yang mereka buat, kecuali syarat yang mengharamkan barang yang halal atau menghalalkan yang haram. (HR.At-Tirmidzi).
       Dalam Al-Qur’an banyak ayat-ayat yang menganjurkan perdamaiannya, baik secara umum ataupun khusus, seperti perselisihan antara suami istri, peperangan antara dua pasukan muslim. Perdamaian berarti masing-masing dari kedua belah pihak bersedia menerima syarat-syarat yang telah mereka sepakati.  Islam membenarkan setiap perdamaian yang diridhai oleh Allah dan Islam mewajibkan supaya mematuhi segala syarat-syarat atau perjanjian-perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Atas dasar inilah segala keputusan yang diambil oleh DPR yang dipatuhi, selama keputusan itu tidak membawa kepada jalan maksiat terhadap Allah.
Kelima, “barangsiapa mengaku suatu hak dengan bukti-bukti yang belum terkumpul di tangannya maka berikanlah kepada orang itu yang ditentukan. Jika ia dapat mengemukakan bukti-bukti tersebut berikanlah haknya, dan jika ia tidak sanggup maka selesailah persoalannya. Cara memberikan waktu yang ditentukan itu adalah sebaik-baik penangguhan dan lebih menjelaskan keadaan yang samar.”
            Untuk kesempurnaan keadilan, hendaklah hakim memberikan kesempatan dalam waktu terbatas kepada orang yang mendakwa, yang meminta guna mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan. Sangatlah tercela apabila hakim mempergunakan kesempatan untuk maksud tertentu saat keadaan yang mendakwa seperti ini.
            Keenam, “Tidaklah akan menghalangimu suatu keputusan yang engkau ambil pada suatu hari kemudian engkau meninjau kembali kepada kebenaran karena kebenaran itu qadim yang tidak dapat dibatalkan oleh sesuatu, dan kembali kepada kebenaran itu adalah lebih baik dari pada terus-menerus di dalam kesesatan.”
            Saidina Umar menjelaskan bahwa seorang hakim tidak harus terikat dengan sistem hukum precedent, manakala ijtihadnya yang baru menghendaki keputusan lain yang berlawanan dengan keputusan yang pernah terjadi.
            Menurut riwayat, Umar pernah memutuskan perkara pusaka seorang perempuan yang mati meninggalkan suami, ibu, dua saudara laki-laki seibu sebapak, dan dua saudara laki-laki seibu. Dalam perkara ini, saidina Umar memutuskan 1/3 dari harta pusaka adalah semua saudara lelaki (termasuk seibu sebapak) dengan pembagian sama rata. Maka berkatalah seorang lelaki kepada saidina Umar, “pada tahun anu engkau tidak mempersekutukan antara saudara-saudara seperti ini (di mana dua saudara yang seibu sebapak tidak mendapat bagian?)” jawab saidina Umar,..”itu menurut keputusan kami pada dewasa ini.”
            Dengan fatwa dan tindakan saidina Umar ini dapatlah diketahui bahwa tidaklah setiap precedent dapat dijadikan dasar manakala berlawanan dengan ijtihad baru. Hal ini menunjukkan pula bahwa hokum yang ditetapkan oleh hakim adalah berubah-berubah atau berlainan dengan sebab perubahan atau berlainan ijtihad. Atas dasar ini pula, keputusan hakim yang bersendikan ijtihad tidak dapat diganggu gugat, kecuali jika berlawanan dengan nash.
            Ketujuh, “kaum muslim adalah orang-orang yang adil terhadap sesama mereka, kecuali orang orang yang pernah bersumpah palsu atau orang yang pernah dikenakan hokum jilid (dera) atau orang yang tertuduh dalam kesaksiannya karena kerabat. Hanyalah Allah s.w.t. yang menguasai rahasia hati hamba-hambanya dan melindungi mereka dari hukuman-Nya, kecuali ternyata dengan bukti-bukti yang sah atau sumpah.”
            Saidina Umar menandaskan kewajiban orang yang mendakwa, yaitu mengemukakan bukti-bukti yang sah atau saksi, beliau menerangkan pula bahwa tiap-tiap muslim dapat dijadikan saksi karena orang muslim dipandang adil terhadap sesamanya, sesuai dengan firman Allah SWT yang berbunyi:
y7Ï9ºx‹x.uröNä3»oYù=yèy_Zp¨Bé&$VÜy™ur(#qçRqà6tGÏj9uä!#y‰pkà­’n?tãĨ$¨Y9$#tbqä3tƒurãAqß™§9$#öNä3ø‹n=tæ#Y‰‹Îgx©3$tBur$oYù=yèy_s's#ö7É)ø9$#ÓÉL©9$#|MZä.!$pköŽn=tæžwÎ)zNn=÷èuZÏ9`tBßìÎ6®KtƒtAqß™§9$#`£JÏBÜ=Î=s)Ztƒ4’n?tãÏmø‹t7É)tã4bÎ)urôMtR%x.¸ouŽÎ7s3s9žwÎ)’n?tãtûïÏ%©!$#“y‰ydª!$#3$tBurtb%x.ª!$#yì‹ÅÒã‹Ï9öNä3oY»yJƒÎ)4žcÎ)©!$#Ĩ$¨Y9$$Î/Ô$râäts9ÒOŠÏm§‘ÇÊÍÌÈ
Artinya: Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan (Umat Islam dijadikan umat yang adil dan pilihan, karena mereka akan menjadi saksi atas perbuatan orang yang menyimpang dari kebenaran baik di dunia maupun di akhirat) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa Amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.(QS.Al-Baqarah:143)
            Namun, manakala sifat keadilan seorang muslim hilang maka tertolaklah kesaksiannya, seperti orang yang pernah dihukum lecut (dera) karena eminum khamar atau menuduh orang muslim atau muslimah berzina tanpa saksi yang sah. Fatwa saidina Umar ini sesuai dengan hadis nabidan kitab Allah. Sangat tepat islam memberatkan atau mempersulit sifat- sifat keadilan agar tidak mudah diperalat oleh seseorang, seperti firman Allah SWT yang berbunyi:
*$pkš‰r'¯»tƒtûïÏ%©!$#(#qãYtB#uä(#qçRqä.tûüÏBº§qs%ÅÝó¡É)ø9$$Î/uä!#y‰pkà­¬!öqs9ur#’n?tãöNä3Å¡àÿRr&Írr&Èûøïy‰Ï9ºuqø9$#tûüÎ/tø%F{$#ur4bÎ)ïÆä3tƒ$†‹ÏYxî÷rr&#ZŽÉ)sùª!$$sù4’n<÷rr&$yJÍkÍ5(Ÿxsù(#qãèÎ7­Fs?#“uqolù;$#br&(#qä9ω÷ès?4bÎ)ur(#ÿ¼âqù=s?÷rr&(#qàÊ̍÷èè?¨bÎ*sù©!$#tb%x.$yJÎ/tbqè=yJ÷ès?#ZŽÎ6yzÇÊÌÎÈ
    Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia(orang yang tergugat atau yang terdakwa ) Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.(QS.An-Nisa: 135)
            Adapun seorang saksi yang mempunyai hubungan keluarga dengan yang bersangkutan maka para ahli hokum islam berselisih pendapat. Diantaranya madhab Zahiri memandang boleh menerima saksi tersebut berdasarkan umumnya nash. Menurut madhab Syafi’i dan Hanbali, kebolehan tersebut terbatas pada hubungan darah yang bukan garis lurus, seperti kakak atau paman.
            Kedelapan, “pahamilah dengan benar persolan yang dipaparkan kepadamu tentang perkara yang tidak terdapat di dalam al-qur’an atau sunnah Nabi, kemudian pergunakanlah qiyas terhadap perkara-perkara tersebut dan cari pula contoh-contohnya, kemudian berpeganglah menurut pandanganmu kepada hal yang terbaik di sisi Allah dan yang terbanyak miripnya kepada yang benar.”
            Fatwa saidina Umar ini dijadikan salah satu dalil oleh golongan yang berpegang dengan qiyas, hal ini karena tidak seorangpun dari kalangan sahabat Nabi yang mengingkarinya. Ini suatu tanda bahwa qiyas adalah salah satu sumber hukum islam yang dibutuhkan oleh setiap ahli hukum islam.
            Fatwa saidina Umar tentang qiyassebagai dalil hukum sesuai dengan riwayat Mu’az dan sejalandengan ajaran Nabi secara langsung. Sebagaimana kita ketahui bahwa qiyas yang digunakan oleh fuqaha terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1.      Qiyas Illat, yaitu qiyas yang terdapat persamaan pengertian (illat) yang mengikat antara cabang dan pokok.
2.      Qiyas Dhalalah, yaitu qiyas antara pokok dan cabang diikat oleh dalil illat dan malzum-nya.
3.      Qiyas Syabah, yaitu menghubungi hokum cabang kepada hokum pokok karena adanya segi yang dapat dianggap sama (yang bukan illat).

BAB III
KESIMPULAN
1.1KESIMPULAN
Dasar hokum peradilan islam, prinsip-prinsip keadilan dalam Islam menjadi landasan pokok pelaksanaan syariat Islam, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’ansurah An-Nisa :135.
*$pkš‰r'¯»tƒtûïÏ%©!$#(#qãYtB#uä(#qçRqä.tûüÏBº§qs%ÅÝó¡É)ø9$$Î/uä!#y‰pkà­¬!öqs9ur#’n?tãöNä3Å¡àÿRr&Írr&Èûøïy‰Ï9ºuqø9$#tûüÎ/tø%F{$#ur4bÎ)ïÆä3tƒ$†‹ÏYxî÷rr&#ZŽÉ)sùª!$$sù4’n<÷rr&$yJÍkÍ5(Ÿxsù(#qãèÎ7­Fs?#“uqolù;$#br&(#qä9ω÷ès?4bÎ)ur(#ÿ¼âqù=s?÷rr&(#qàÊ̍÷èè?¨bÎ*sù©!$#tb%x.$yJÎ/tbqè=yJ÷ès?#ZŽÎ6yzÇÊÌÎÈ

Sunnah Nabi
وعن على رضي الله عنه قال: قال رسول الله ص.م: اذاتقاضى إليك رجلان فلا تقض للاول حتى تسمع كلام الاخر , فسوف تدري كيف تقضي. قال علي : فما زلت قاضيا بعد. رواه أحمد وأبو داود والترنذي وحسنه, وقواه ابن المديني, وصححه ابن حبان.
Qiyas
           Qiyas adalah dalil yang didukung jiwa yang sehat dan pemikiran yang benar yang dijadikan oleh para pemikir dalam merumuskan hukum-hukumnya. Sebagai contoh seorang yang dilarang meminum-minuman karena beracun,mereka qiyaskan dengan minuman beracun itu segala sesuatu yang mengandung racun.

       Inilah yang menjadi kerangka dasar peradilan dunia modern saat ini. Dari surat Umar di atas terdapat delapan penggalan dan menjadi kerangka dasar.
 Pertama “sesungguhnya peradilan itu adalah suatu kewajiban yang ditetapkan oleh Allah SWT dan sunnah Rasul yang wajib diikuti. Maka, pahamilah bener-benar jika ada suatu perkara yang dibentangkan kepadamu dan laksanakanlah jika benar.”
Kedua,” sesungguhnya tidaklah berguna pembicaraan tentang kebenaran yang tidak ada pengaruhnya (tidak dapat dijalankan). Persamakanlah kedudukan manusia di dalam majlismu, pandanganmu, dan keputusanmu sehingga orang bangsawan tidak dapat menarik kamu kepada kecurangan dan orang yang lemah pun tidak berputus harapan dari keadilan.
Ketiga,” keterangan berupa bukti atau saksi hendaklah dikemukakan oleh orang yang mendakwa dan sumpah hendaklah dilakukan oleh orang yang mungkin (terdakwa).
Keempat,” perdamaian diizinkan hanya antara orang-orang yang bersengketa yang dari kalangan muslim, kecuali perdamaian yang menghalalkan barang yang haram atau mengharamkan barang yang halal,”
      Perkataan ini berasal dari hadits Nabi, sebagai berikut:
  والمسلمون على شروطهم الا حلال او حراما
Kaum Muslimin itu wajib mengkuti segala syarat yang mereka buat, kecuali syarat yang mengharamkan barang yang halal atau menghalalkan yang haram. (HR.At-Tirmidzi).
Kelima, “barangsiapa mengaku suatu hak dengan bukti-bukti yang belum terkumpul di tangannya maka berikanlah kepada orang itu yang ditentukan. Jika ia dapat mengemukakan bukti-bukti tersebut berikanlah haknya, dan jika ia tidak sanggup maka selesailah persoalannya. Cara memberikan waktu yang ditentukan itu adalah sebaik-baik penangguhan dan lebih menjelaskan keadaan yang samar.”
            Keenam, “Tidaklah akan menghalangimu suatu keputusan yang engkau ambil pada suatu hari kemudian engkau meninjau kembali kepada kebenaran karena kebenaran itu qadim yang tidak dapat dibatalkan oleh sesuatu, dan kembali kepada kebenaran itu adalah lebih baik dari pada terus-menerus di dalam kesesatan.”
            Ketujuh, “kaum muslim adalah orang-orang yang adil terhadap sesama mereka, kecuali orang orang yang pernah bersumpah palsu atau orang yang pernah dikenakan hokum jilid (dera) atau orang yang tertuduh dalam kesaksiannya karena kerabat. Hanyalah Allah s.w.t. yang menguasai rahasia hati hamba-hambanya dan melindungi mereka dari hukuman-Nya, kecuali ternyata dengan bukti-bukti yang sah atau sumpah.”
            Kedelapan, “pahamilah dengan benar persolan yang dipaparkan kepadamu tentang perkara yang tidak terdapat di dalam al-qur’an atau sunnah Nabi, kemudian pergunakanlah qiyas terhadap perkara-perkara tersebut dan cari pula contoh-contohnya, kemudian berpeganglah menurut pandanganmu kepada hal yang terbaik di sisi Allah dan yang terbanyak miripnya kepada yang benar.”
            Fatwa saidina Umar tentang qiyas sebagai dalil hukum sesuai dengan riwayat Mu’az dan sejalandengan ajaran Nabi secara langsung. Sebagaimana kita ketahui bahwa qiyas yang digunakan oleh fuqaha terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1.      Qiyas Illat, yaitu qiyas yang terdapat persamaan pengertian (illat) yang mengikat antara cabang dan pokok.
2.      Qiyas Dhalalah, yaitu qiyas antara pokok dan cabang diikat oleh dalil illat dan malzum-nya.
3.      Qiyas Syabah, yaitu menghubungi hokum cabang kepada hokum pokok karena adanya segi yang dapat dianggap sama (yang bukan illat).



DAFTAR PUSTAKA
Djalil,Basiq. 2012. Peradilan Islam. jakarta: Amzah.
Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-‘Asqolani. 2002. Bulughul Maram.jakarta: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah.
Cik Hasan Bisri. 1998. Peradilan Agama Di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.





[1]Basiq Jalil, S.H., M.A. Peradilan Islam .Amzah:Ciputat. 2011. Hlm. 7
[2]Cik Hasan Bisri, Peradilan Islam Di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998. Hlm.23
Makalah Dasar Hukum Perdilan Islam , Pada: 04:52



Share to

Facebook Google+ Twitter

Related with Makalah Dasar Hukum Perdilan Islam :

Tags: #Kumpulan Makalah Posted by Anonymous at 04:52

0 comments :

Post a Comment

« Next Prev »
  • Beranda

Labels

  • KUMPULAN LAPORAN PPL
  • Kumpulan Makalah
  • kumpulan proposal
  • Kumpulan Proposal Skripsi
Copyright © 2016 Blog Al Imam All Rights Reserved | Sonic SEO Template